ASN Kemenag Jadi Tersangka NII, Wamenag Minta Densus 88 Tidak Gegabah Beri Label Teroris

Wakil Menteri Agama (Wamenag) RI, Romo Muhammad Syafi’i melakukan pertemuan dengan Kepala Densus 88 Antiteror, Sentot Prasetyo untuk merespons kasus Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Agama (Kemenag) yang ditetapkan sebagai tersangka anggota kelompok Negara Islam Indonesia (NII) faksi MYT di Aceh.
Wamenag Romo Muhammad Syafi’i menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menyikapi kasus ini dan meminta semua pihak untuk tidak gegabah dalam melabeli seseorang sebagai teroris.
Menurutnya, sebuah tindakan terorisme harus memiliki unsur kekerasan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018. Ia berpendapat bahwa keterkaitan dengan kelompok ideologi seperti NII belum tentu berarti terlibat dalam tindak pidana terorisme.
"Kita perlu hati-hati dan memerlukan informasi yang akurat. Sejauh ini, kami belum mendengar adanya tindakan kekerasan yang mengancam nyawa dari pihak yang bersangkutan," ujar Wamenag dalam keterangannya, Jumat (8/8).
Ia juga menegaskan agar label teroris diminimalisir dan digunakan dengan hati-hati. Wamenag khawatir pelabelan yang gegabah dapat memicu provokasi, islamofobia, dan merusak kohesi sosial.
Menurutnya, jika kasusnya hanya sebatas paparan ideologi, seharusnya undang-undang yang berlaku sudah menyediakan mekanisme kesiapsiagaan dan kontra-narasi.
"Presiden Prabowo menugaskan saya untuk merawat moderasi beragama. Oleh karena itu, kita harus bijak menyikapi masalah ini agar tidak merusak kohesi sosial," tambahnya.
Meski demikian, Wamenag tetap mendukung proses hukum yang berjalan. Ia menyatakan bahwa ASN yang menjadi tersangka dapat dinonjobkan, namun tetap harus mengikuti tahapan prosedural.
Sementara, Kepala Densus 88 Sentot Prasetyo menjelaskan bahwa penangkapan tersangka merupakan hasil proses panjang, bukan penangkapan instan. Ia menegaskan bahwa Densus 88 melakukan ini sebagai langkah pencegahan dini terhadap potensi teror.
Densus 88 saat ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan keras (hard approach) dan pendekatan lunak (soft approach). Dalam pendekatan lunak, Densus 88 bekerja sama dengan Kemenag untuk menyusun kurikulum keagamaan yang moderat, termasuk dengan Direktorat Pendidikan Pondok Pesantren.
"Harapannya, orang-orang yang sebelumnya terlibat dalam kelompok seperti JI (Jamaah Islamiyah) atau NII (Negara Islam Indonesia) dapat bertransformasi dan beralih ke kelompok-kelompok Islam yang lebih moderat, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Dengan begitu, pemahaman keagamaan mereka bisa diperbaiki," kata Kadensus.