Simulasi Penanganan Busa di KBT Bikin Geger! Penyebabnya Ternyata Berasal dari Hal Sepele di Rumah

Simulasi Penanganan Busa di KBT Bikin Geger! Penyebabnya Ternyata Berasal dari Hal Sepele di Rumah

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta akan mengadakan simulasi penanganan busa di Pintu Air Weir 3, Kanal Banjir Timur (KBT) pada Rabu (13/8). Simulasi ini melibatkan berbagai instansi pemerintah terkait untuk memastikan kesiapan dan kecepatan penanggulangan jika fenomena busa kembali terjadi.

Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menjelaskan bahwa simulasi ini adalah bagian dari strategi jangka pendek untuk mengatasi pencemaran, yang merupakan langkah awal dari program jangka panjang pemulihan kualitas air sungai. Menurutnya, tingkat pencemaran di lokasi tersebut sudah melebihi ambang batas baku mutu.

“Kami akan berkolaborasi dengan BPBD, Dinas Sumber Daya Air, serta Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan untuk mempercepat pemulihan kualitas air sungai,” kata Asep.

Busa tersebut terbentuk akibat tingginya pencemaran organik seperti deterjen dan sabun yang mengandung surfaktan sintetis dari limbah rumah tangga. Kondisi aliran air yang turbulen di pintu air juga memperburuk keadaan dengan memerangkap udara, yang kemudian memperbanyak dan mempertahankan busa.

Dalam simulasi ini, tim akan menggunakan semprotan nozzle yang mencampur air dengan cairan mikroorganisme pengurai, seperti EM4, yang lebih mudah terurai secara alami (biodegradable) untuk mempercepat pemecahan busa. Selain itu, DLH juga akan memasang jaring apung untuk membatasi penyebaran busa. Perahu karet bermotor pun akan disiagakan untuk mendukung pergerakan petugas.

Asep juga menekankan pentingnya pencegahan jangka panjang, di samping penanganan darurat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menertibkan pelaku usaha agar memiliki Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL).

Dokumen ini wajib bagi usaha skala kecil dengan luas lahan terbangun di bawah satu hektare atau bangunan di bawah 5.000 meter persegi.

Pelanggaran pengelolaan lingkungan dapat dikenakan sanksi pidana, sesuai Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, dengan ancaman denda hingga Rp 30 juta atau kurungan 10 sampai 90 hari. Pelanggar juga bisa dikenai sanksi administratif, seperti pencabutan izin usaha dan penyegelan bangunan, berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 122 Tahun 2005 tentang Air Limbah Domestik.

“Tahun ini kami fokus membina usaha kategori SPPL, dimulai dari kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung sebagai proyek percontohan untuk memperkuat pengelolaan lingkungan dari hulu,” pungkas Asep.