Sony Xperia 1 V: Flagship Premium yang Cuma Dimengerti oleh Para Fans Setianya

Meskipun Sony sudah resmi menghentikan penjualan ponsel mereka di Indonesia sejak tahun 2016, kehadiran seri terbaru Xperia tetap dinantikan oleh penggemarnya. Salah satu buktinya adalah tingginya antusiasme terhadap Sony Xperia 1 V, flagship terbaru dari brand Jepang ini yang kembali menunjukkan keunikannya—sekaligus eksklusivitas yang tak main-main.
Sony Xperia 1 V, atau yang sering disebut Mark V, mungkin bukan ponsel untuk semua orang. Dari harganya yang mencapai Rp25 jutaan jika masuk Indonesia, hingga absennya penjualan resmi, ponsel ini jelas bukan untuk pasar umum. Tapi justru karena itu, Xperia 1 V menjadi simbol kekuatan niche market—hanya dipahami dan diapresiasi oleh fans setianya.
Filosofi Desain yang Tetap Konsisten
Sony tidak mengikuti arus tren desain ponsel masa kini. Xperia 1 V tetap mempertahankan bodi kotak tegas dengan bezel atas dan bawah yang luas, tanpa notch atau punch-hole kamera depan. Hal ini memungkinkan mereka menyematkan speaker stereo menghadap ke depan, yang meningkatkan kualitas audio secara signifikan.
Material yang digunakan pun tidak mengikuti pola umum flagship. Sony menggunakan bahan polikarbonat bertekstur pada bodi belakang, dengan frame metal bergaris agar tidak licin saat digenggam. Desain ini menandakan Sony tidak sekadar mengejar estetika, tapi juga fungsionalitas—sesuatu yang jarang ditemukan di flagship lain.
Idealistis di Segala Aspek
Sony dikenal dengan pendekatan yang sangat teknikal terhadap fitur-fitur utama, terutama kamera. Xperia 1 V dibekali sensor Exmor T generasi baru yang diklaim mampu menangkap cahaya lebih banyak dan mengurangi noise secara signifikan. Fitur ini sangat cocok untuk pengguna yang serius dalam fotografi atau videografi.
Namun demikian, sistem kamera Xperia tidak seperti iPhone atau Samsung yang mudah digunakan dan hasilnya konsisten. Kamera Xperia menawarkan berbagai mode manual seperti di kamera mirrorless Sony Alpha, yang bisa jadi sangat kompleks bagi pengguna awam. Ini membuat Xperia 1 V lebih cocok untuk mereka yang memang hobi memotret secara manual, bukan untuk yang hanya ingin “point and shoot”.
Kelemahan yang Justru Jadi Daya Tarik?
Bagi sebagian besar pengguna, kekurangan Xperia 1 V bisa terasa fatal. Tidak ada charger dalam kotak, tidak ada casing, bahkan kabel pun absen. Overheat yang sempat jadi masalah di generasi sebelumnya, kini masalah tersebut telah diatasi berkat penggunaan chipset Snapdragon 8 Gen 2 buatan TSMC yang lebih efisien.
Xperia 1 V juga masih mempertahankan slot microSD dan jack headphone 3,5mm, dua fitur yang sudah lama ditinggalkan oleh banyak kompetitor. Hal ini dinilai sebagai bentuk resistensi terhadap tren pasar yang dinilai kurang relevan oleh Sony—menjadikannya semacam “samurai” yang menolak tunduk pada arus modernitas Barat.
Layar 4K yang Terlalu Hebat?
Salah satu fitur paling ikonik dari Xperia 1 V adalah layarnya yang memiliki resolusi 4K dengan refresh rate 120Hz. Dengan kepadatan pixel hingga 643 ppi, layar ini jadi yang tertajam di pasaran. Namun, manfaat nyata dari layar setajam itu di ukuran 6,5 inci patut dipertanyakan, karena mayoritas konten masih nyaman dinikmati di 1080p. Sony tampaknya lebih mengutamakan prinsip "karena bisa" dibanding kebutuhan nyata pasar.
Kamera: Surga Bagi Profesional, Neraka Bagi Awam
Jika Anda seorang fotografer atau videografer profesional, sistem kamera Xperia 1 V adalah tambang emas. Tapi bagi pengguna biasa yang hanya ingin mengabadikan momen keluarga atau keseharian tanpa ribet, kamera Xperia bisa terasa membingungkan. Hasil foto bisa sangat bagus, tapi juga bisa meleset jika salah setting. Konsistensi inilah yang masih jadi pekerjaan rumah bagi Sony.
Kesimpulan: Xperia 1 V Bukan HP untuk Semua Orang
Sony Xperia 1 V adalah simbol idealisme dalam bentuk ponsel. Dari desain, fitur, hingga sistem operasi, semuanya menunjukkan bahwa Sony tidak ingin berkompromi hanya demi menjangkau pasar yang lebih luas. Mereka membuat produk yang sangat mereka yakini—dan menyerahkannya kepada pasar untuk menilai.