Mengenal Rudal dalam Sistem Pertahanan Iran, Ada Lebih daripada 3.000 Buah

telah meluncurkan serangan terbesar dalam sejarahnya terhadap Israel. Pihak Iran menembakkan 180 rudal balistik pada Selasa (17/6) malam. Sebagian besar dari rudal tersebut dilaporkan berhasil dicegat sistem pertahanan antirudal yang dioperasikan Israel, Amerika Serikat, dan Yordania. Demikian pernyataan resmi pemerintah ketiga negara tersebut.
Serangan udara ini jauh lebih serius jika dibandingkan dengan serangan serupa pada April lalu. Serangan juga semakin meningkatkan ketegangan di Timur Tengah, di tengah memanasnya konflik regional.
Menurut laporan pada 2021 dari Missile Threat Project di Center for Strategic and International Studies (CSIS), dikutip CNN, Teheran memiliki ribuan rudal balistik dan jelajah dengan berbagai jangkauan. Jumlah pasti setiap jenis rudal tidak diketahui, tetapi menurut Jenderal Angkatan Udara AS Kenneth McKenzie dalam kesaksiannya kepada Kongres pada 2023, dilaporkan situs Iran Watch dari Wisconsin Project on Nuclear Arms Control, Iran memiliki lebih dari 3.000 rudal balistik.
Rudal balistik bekerja dalam trajektori yang membawanya keluar atau mendekati batas atmosfer Bumi. Setelah itu, hulu ledak akan terpisah dari roket pembawa dan terjun kembali ke atmosfer menuju target.
Jenis Rudal yang Digunakan Iran dalam Serangan ke Israel
1. Rudal Shahab-3
Jenis: Rudal balistik jarak menengah berbahan bakar cair.
Mulai digunakan: 2003.
Jangkauan: Sekitar 1.300 km.
Hulu ledak: 760–1.200 kg.
Peluncuran: Dapat ditembakkan dari peluncur bergerak maupun silo.
Catatan: Dasar dari berbagai rudal jarak menengah Iran.
Menurut Patrick Senft dari Armament Research Services (ARES), dikutip CNN, varian Shahab-3 digunakan dalam serangan ke Israel. Laporan dari Iran Watch menyebutkan varian terbaru seperti Ghadr dan Emad memiliki akurasi hingga 300 meter dari target, jauh lebih presisi ketimbang versi awal.
2. Rudak Fattah-1
Jenis: Diklaim sebagai rudal ‘hipersonik’ oleh Iran.
Kecepatan: Mach 5 (sekitar 6.100 km/jam).
Fitur utama: Dilengkapi kendaraan masuk kembali yang dapat bermanuver (maneuverable reentry vehicle), yang memungkinkan rudal mengubah arah di tahap akhir untuk menghindari sistem pertahanan.
Namun, para analis menekankan hampir semua rudal balistik dapat mencapai kecepatan hipersonik saat jatuh menuju target. Jadi istilah ‘hipersonik’ di sini menyesatkan jika dibandingkan dengan rudal hipersonik sejati seperti glide vehicles atau cruise missiles hipersonik yang dapat bermanuver di dalam atmosfer.
Fabian Hinz dari International Institute for Strategic Studies menyatakan Fattah-1 bukan rudal hipersonik sejati. Meski begitu, kemampuan manuvernya merupakan peningkatan ketimbang rudal-rudal Iran sebelumnya.
Sejumlah analis meragukan Iran benar-benar menggunakan Fattah-1 untuk pertama kalinya dalam serangan ini. “Ini salah satu rudal terbaru mereka, dan Iran akan rugi besar jika langsung menggunakannya. Israel bisa mempelajari kemampuannya dari penggunaan di medan tempur. Kalau gagal, malah jadi bumerang,” kata Trevor Ball, mantan teknisi senior bahan peledak Angkatan Darat AS.(dwi)