Top 5+ Hal yang Bikin Susah Sembuh dari Patah Hati

Sahabat dan orangtua kamu mungkin sudah mengajari tentang apa saja yang tidak boleh dilakukan untuk bertahan dari putus cinta. Jangan mengintip media sosial mantan. Jangan terburu-buru menjalin hubungan baru. Dan yang pasti, jangan coba mengontak mantan.
Namun, di tengah kabut patah hati, seringkali kebiasaan-kebiasaan tampak menenangkan, itu yang diam-diam menyabotase proses pemulihan.
“Kita diajari cara mencintai orang, tetapi tidak cara melepaskan mereka. Itulah mengapa begitu menggoda untuk mencoba apa pun yang menawarkan kenyamanan," ujar Radisha Brown, LCSW, pemilik iThrive Therapy di Georgia, Amerika Serikat, dan penulis buku.
Meskipun tidak ada buku petunjuk untuk melupakan mantan secepatnya, menghindari beberapa kesalahan umum pasca putus cinta setidaknya membantu kamu agar tidak merasa sakit lebih lama dari yang seharusnya.
Berikut adalah cara yang perlu dihindari karena dapat membuat kamu sulit move on.
1. Tidak terbuka tentang putusnya hubungan
Berbeda dengan saat baru resmi berpacaran, saat putus kebanyakan orang berupaya menyembunyikan kabar ini lebih lama. Mengakui dengan lantang, "Ya, kami sudah tidak bersama lagi," membuat perpisahan terasa terlalu resmi.
"Masalahnya, ketika baru putus banyak orang akan terus mengisolasi diri. Entah karena malu, takut, atau bangga," kata Brown.
Sikap tertutup ini bisa membuat kita kehilangan dukungan dari orang terdekat yang mungkin akan mempercepat proses pemulihan dari patah hati.
Yang harus dilakukan: Kamu memang tidak harus mengumumkan status lajang kepada semua orang. Namun, bersandar pada satu atau dua orang tepercaya, sahabat, keluarga, profesional kesehatan mental—dapat membantu kamu merasa tidak sendirian.

Ilustrasi patah hati.
2. Sibuk mengalihkan diri
Dibandingkan tidur-tiduran, menyibukkan diri dengan pekerjaan atau mengiyakan setiap ajakan terdengar seperti kemajuan yang produktif dan sehat saat sedang patah hati.
"Mekanisme koping ini mungkin terasa menyenangkan, tetapi melakukannya terlalu sering hanya akan mengalihkan perhatian kita dari rasa sakit," ujar Carla Marie Manly, PhD, seorang psikolog klinis di Sonoma, California dan penulis Joy From Fear.
Dengan kata lain, mekanisme pengalihan ini tidak benar-benar menyembuhkan rasa sakit.
"Seharusnya kita berdamai dengan emosi dan menerima apa yang terjadi. Jika tidak, cepat atau lambat, patah hati akan menghampiri kita berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun setelah perpisahan," katanya.
Yang bisa dilakukan: Tetaplah menyibukkan diri, lebih sering keluar rumah, bertemu orang baru, dan menekuni hobi favorit. Namun, keseimbangan adalah kuncinya, artinya kita juga harus meluangkan waktu untuk berdamai dengan perasaan dan merasakan emosi, sesakit apa pun itu.
3. Menunggu akhir yang "sempurna" untuk move on
Menurut Dr. Manly, banyak orang yakin bahwa satu obrolan dari hati ke hati terakhir kali dengan mantan akan memudahkan mereka untuk move on selamanya. Dengan begitu, tidak akan ada lagi rasa sakit, dendam, atau "bagaimana jika" yang tersisa.
Tetapi menunggu orang lain memberi kita resolusi justru dapat menghambat kita untuk melanjutkan hidup. Salah satunya, mantan mungkin tidak bersedia bertemu atau tidak memberikan jawaban yang kita inginkan.
Yang harus dilakukan: Mulailah dengan mengakui bahwa kita tidak memerlukan sisi cerita mereka untuk merasa lebih baik. Faktanya, kita dapat menemukan penyelesaian untuk diri sendiri dan mengapa hubungan itu berakhir.
4. Memutar ulang rasa sakitnya, bukan memprosesnya
Seringkali kita mengulang pertengkaran terakhir yang sama, mencoba memahami percakapan terakhir, dan bertanya berulang kali kepada para sahabat, "Apakah saya yang salah?"
"Awalnya, refleksi semacam itu terasa bermanfaat sebagai sebuah cara untuk memahami apa yang terjadi. Namun, jika terus-menerus membaca ulang pesan terakhir mantan untuk mencari makna tersembunyi atau memikirkan apa yang bisa menyelamatkan hubungan, kita tidak akan mendapatkan kejelasan," kata Dr. Manly.
Yang harus dilakukan: Jangan hanya memutar ulang situasi tertentu. Lebih fokuslah pada bagaimana momen-momen itu membentuk (atau memengaruhi) perasaan kita. Apakah kita terluka karena betapa mengejutkannya perpisahan itu? Marah? Sedih karena mantan cepat move on?
5.Menghabiskan waktu untuk memberi penjelasan
Setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun mencintai orang ini, wajar saja jika kita tidak ingin menggambarkan si dia sebagai penjahat yang tidak berperasaan. Ini juga sering jadi alasan mengapa orang-orang akhirnya terlalu membela mantan mereka. Tetapi ada batas tipis antara berempati dan berkorban untuk membenarkan perilaku menyakitkan orang lain.
Yang harus dilakukan: Alih-alih menganalisis motif yang dimiliki mantan, alihkan perhatian pada dampak sebenarnya dari tindakan si dia terhadap kita.
Itu bisa berarti menanggapi pikiran seperti, "Ia tidak bermaksud menyakitiku; ini hanya masalah komunikasi!" dengan sesuatu yang lebih nyata, seperti, "Meskipun tidak disengaja, aku tetap merasa ditinggalkan."
Pergeseran perspektif ini dengan lembut mengalihkan perhatian kembali pada pertumbuhan, penyembuhan, dan apa yang dibutuhkan, bukan terpaku dan mencoba memahami atau membela orang lain.