Top 7+ Manajemen Risiko SPBU ala Pertamina: Strategi Jitu Lindungi Pekerja dan Pelanggan

Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) adalah salah satu fasilitas vital dalam kehidupan sehari-hari, tetapi sekaligus menyimpan risiko tinggi. Untuk menghadapi risiko tersebut, manajemen risiko yang sistematis menjadi kunci.
Bahan bakar yang mudah terbakar, uap yang mudah meledak, hingga potensi tumpahan yang mencemari lingkungan, menjadi tantangan tersendiri bagi pengelola SPBU. Risiko ini menuntut penerapan standar keselamatan yang kuat agar pekerja, pelanggan, dan lingkungan tetap terlindungi.
Tidak hanya soal kepatuhan terhadap regulasi, standar keselamatan turut membangun budaya keselamatan kerja yang menjadi kebiasaan di lapangan. Hal ini perlu diketahui bagi Anda yang berniat terjun ke dunia migas maupun hendak menjadi pengelola SPBU.
Berikut menajemen risiko yang dilakukan Peramina guna memperkuat keselamatan pekerja dan pelanggan di SPBU sehingga dapat beroperasi secara aman, andal, dan berkelanjutan.
1. Terapkan Sistem Manajemen Keselamatan Migas
Sistem Manajemen Keselamatan Migas (SMKM) adalah kerangka utama pengelolaan risiko di SPBU. Sistem ini memastikan setiap prosedur keselamatan dijalankan secara konsisten, mulai dari pengisian bahan bakar hingga penanganan tumpahan.
PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Barat (JBB) menggelar SMKM SPBU secara daring pada Senin, 11 Agustus 2025. Ini sebagai langkah dari sistem manajemen perusahaan migas untuk mengendalikan risiko, memastikan kegiatan migas aman, andal, dan ramah lingkungan.
Materi yang disampaikan menjadi langkah strategis dalam mempersiapkan pelaksanaan audit SMKM pada 2026. Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman menyeluruh mengenai penerapan SMKM di lingkungan SPBU.
Peserta juga diajak untuk memahami secara rinci standar dan prosedur keselamatan migas, termasuk pengelolaan risiko, inspeksi berkala, dan pembinaan SDM di SPBU. Materi teknis disampaikan oleh HSSE Regional JBB Asril Sitorus yang memaparkan panduan penerapan SMKM dan persiapan audit mendatang.
Area Manager Communications, Relations & CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Barat Susanto August Satria menyampaikan, program ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat penerapan budaya keselamatan di seluruh SPBU wilayah JBB. Sosialiasi ini bertujuan guna memastikan seluruh pengelola SPBU memahami standar SMKM sehingga dapat menciptakan lingkungan kerja yang aman dan berkelanjutan.
2. Identifikasi dan Analisis Risiko Secara Rutin
Setiap SPBU perlu mengenali potensi bahaya dan menganalisis dampaknya. Risiko kebakaran, ledakan, dan pencemaran harus diprioritaskan. Dengan pemetaan risiko yang jelas, langkah pencegahan dapat dirancang secara efektif, sehingga kemungkinan insiden bisa diminimalkan.
3. Lakukan Inspeksi dan Pemeliharaan Berkala
Pemeliharaan rutin fasilitas SPBU sangat penting. Pemeriksaan pompa, tabung penyimpanan, alat pemadam kebakaran, dan sistem deteksi dini memastikan peralatan selalu siap digunakan. Inspeksi berkala juga membantu mendeteksi potensi masalah sebelum berkembang menjadi insiden serius.
4. Tingkatkan Kompetensi dan Pembinaan SDM
Operator dan pengawas SPBU harus memahami prosedur keselamatan secara menyeluruh. Pelatihan rutin dan simulasi situasi darurat membantu pekerja merespons cepat jika terjadi risiko. Pendidikan berkelanjutan ini juga menumbuhkan budaya keselamatan yang menjadi kebiasaan sehari-hari.
5. Audit dan Evaluasi Proses Keselamatan
Audit internal dan eksternal SMKM membantu memastikan prosedur keselamatan diterapkan secara nyata di lapangan, bukan sekadar di dokumen. Evaluasi berkala memastikan praktik di lapangan tetap sesuai standar, dan menjadi bahan perbaikan terus-menerus.
Dalam sambutannya, Region Manager Retail Sales JBB menyampaikan bahwa keselamatan merupakan pondasi utama dalam operasional SPBU. Sejalan dengan itu, Group Head Operation Regional JBB menekankan pentingnya kolaborasi seluruh pihak dalam memastikan kesiapan SPBU menghadapi audit SMKM yang bukan hanya soal kelulusan dokumen, tetapi memastikan bahwa prosedur keselamatan benar-benar dijalankan di lapangan.
“Sinergi antara pengelola SPBU, tim HSSE, dan manajemen regional menjadi kunci keberhasilan perusahaan,” katanya yang dikutip dalam keteragan tertulis, Senin, 18 Agustus 2025.
6. Bangun Budaya Keselamatan
Keselamatan bukan hanya kewajiban regulasi, tetapi budaya yang harus diinternalisasi seluruh tim SPBU. Diskusi rutin, sosialisasi prosedur, dan penghargaan bagi praktik aman dapat memperkuat kebiasaan ini. Dengan budaya keselamatan yang kuat, risiko insiden bisa diminimalkan secara signifikan.
7. Integrasi Keberlanjutan dan Lingkungan
Manajemen risiko di SPBU harus selaras dengan prinsip lingkungan dan keberlanjutan. Penanganan tumpahan bahan bakar, limbah, dan emisi harus sesuai prosedur untuk melindungi lingkungan.
Langkah ini juga mendukung pencapaian Sustainable Development Goals dengan mengintegrasikan aspek keselamatan kerja, kesehatan, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di sektor energi. Program ini secara langsung mendukung poin 3 tentang Kehidupan Sehat dan Sejahtera serta poin 8 terkait Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi dengan memperkuat budaya keselamatan, melindungi pekerja, dan menciptakan lingkungan kerja yang aman dan berkelanjutan.
Dengan penerapan tujuh langkah ini, SPBU tidak hanya lebih aman bagi pekerja dan pelanggan, tetapi juga lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Praktik manajemen risiko yang sistematis menegaskan bahwa keselamatan adalah prioritas utama, sekaligus membangun kepercayaan publik terhadap operasional SPBU.