Ojek Daring: Realita dan Tantangan yang Dihadapi

Setelah hampir satu dekade berjalan, bisnis transportasi daring di Indonesia menghadapi tantangan serius, terutama dari sisi kesejahteraan para pengemudinya.

Sejumlah driver ojek online menunggu orderan penumpang di shelter kawasan Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. Mereka akan menggelar demo bertajuk Aksi 205 pada Selasa (20/5/2025).
Rata-rata pendapatan pengemudi ojek daring kini di bawah Rp 3,5 juta per bulan, meski mereka bekerja 8–12 jam per hari, 30 hari penuh tanpa libur.
“Transportasi daring bisnis gagal, drivernya kerap mengeluh dan demo. Sementara pengemudi ojek daring sebagai mitra tidak akan merasakan peningkatan pendapatannya karena tergerus oleh potongan-potongan fasilitas aplikasi yang sangat besar,” ujar Djoko kepada Kompas.com, Senin (19/5/2025).
Tidak ada kepastian penghasilan, tidak ada perlindungan kerja, tidak ada jaminan kesehatan, dan jumlah pengemudi dibiarkan membeludak tanpa kendali, menyebabkan ketidakseimbangan supply dan demand yang semakin menekan pendapatan.
“Bekerja tidak dalam kepastian, status keren sebagai mitra akan tetapi realitanya tanpa penghasilan tetap, tidak ada jadwal hari libur, tidak ada jaminan kesehatan, jam kerja tidak terbatas,” kata Djoko, yang merupakan Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat.
Namun, yang lebih mendasar, ojek daring saat ini telah menjelma sebagai angkutan umum, tetapi tanpa tunduk pada regulasi yang berlaku bagi moda transportasi umum. “Jika ingin sebagai angkutan umum, otomatis segala persyaratan dan hal-hal yang berlaku bagi angkutan umum juga berlaku pula bagi sepeda motor yang berfungsi sebagai angkutan umum,” ucap Djoko.
“Seperti wajib melakukan uji berkala (KIR), wajib dilengkapi perlengkapan, SIM C Umum, pelat nomor kendaraan berwarna kuning, tarif ditetapkan perusahaan angkutan umum (bukan aplikator seperti sekarang) atas persetujuan pemerintah,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta bisa mencontoh pendekatan ini dengan membuat aplikasi transportasi daring sendiri dan menetapkan ojek sebagai angkutan umum resmi.
Dengan begitu, pengemudi bisa memperoleh akses ke BBM subsidi, jaminan sosial dan kesehatan, pengaturan tarif yang adil, hingga batasan jumlah pengemudi sesuai kapasitas pasar.
Contoh lain datang dari Pemerintah Korea Selatan, yang membuat aplikasi khusus untuk layanan taksi guna melindungi sopir lokal dari tekanan perusahaan besar dan disrupsi asing.