Merasa Lelah Kerjaan Nggak Ada Habisnya? Hati-hati Pertanda Mentalmu Kewalahan

Ilustrasi Stres di Hari Senin
Ilustrasi Stres di Hari Senin

Siapa yang nggak pernah begadang karena kerjaan, multitasking dari pagi sampai malam, dan email yang makin menumpuk nggak terbaca? Rasanya udah jadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Kita sering anggap itu hal wajar, toh semua orang juga sibuk.

Tapi hati-hati, nggak semua rasa capek itu sekadar lelah biasa. Ada tanda-tanda halus yang sering kita abaikan mood yang selalu jelek, kehilangan semangat buat hal-hal yang dulu bikin bahagia, atau gampang marah cuma karena masalah kecil. Nah, kalau tanda-tanda ini muncul terus, bisa jadi kesehatan mental kamu sedang berjuang keras.

Kepala Psikolog di The Mind Mojo, Parth Gupta mengungkap bahwa banyak orang menyepelekan gejala awal ini dan menganggapnya hanya kelelahan.

"Padahal, sakit kepala berulang, tidur yang kacau, atau rasa nggak tenang bisa jadi sinyal adanya masalah emosional yang lebih dalam,kata dia dikutip dari laman Times of India.

Masalahnya, gejala ini biasanya muncul pelan-pelan, karena budaya kerja kita sering mengagungkan semangat pantang menyerah, tanda-tanda kecil ini malah dibiarkan sampai akhirnya meledak jadi masalah besar.

Kenapa Bisa Tiba-Tiba Burnout?

Burnout atau kelelahan mental nggak datang semalam, rasa ni tumbuh perlahan, seperti api kecil yang lama-lama jadi besar. Jam kerja kelewat panjang, target nggak masuk akal, dan arahan kerja yang kabur bisa menggerogoti energi dan motivasi kita sedikit demi sedikit.

“Beban kerja berlebihan, tenggat yang tidak realistis, dan kurangnya kontrol atas tugas adalah pemicu utama stres kronis, kecemasan, atau burnout,” ungkap psikolog Klinis dari Jaipur, India, Dr. Priya Ahuja.

Masalah lain, isu kesehatan mental masih dianggap tabu di banyak tempat kerja. Karyawan takut dicap lemah atau tidak profesional kalau mengaku sedang struggling. Akhirnya, banyak yang memilih diam. Padahal, diam justru bikin masalah makin parah.

Menariknya, burnout nggak pilih-pilih industri. Mau kerja di IT, kesehatan, sampai konstruksi, tekanan tetap ada.

“Nggak ada sektor yang bebas stres. Bedanya cuma di tingkat kesadaran dan keberanian orang buat mencari bantuan,” kata salah satu pendiri ekincare, Dr. Noel Coutinho.

Stigma Bikin Kita Makin Terjebak

Salah satu alasan kenapa banyak orang nggak berani bicara soal kesehatan mental adalah stigma. Masih ada anggapan kalau ngomong soal stres berarti kita lemah atau nggak profesional. Akhirnya, banyak yang memilih pura-pura kuat.

Tapi masalahnya, makin ditahan, gejalanya bisa makin parah. Awalnya mungkin cuma pusing, susah tidur, atau gampang bad mood. Lama-lama bisa berubah jadi kecemasan, depresi, bahkan burnout berat yang butuh waktu lama buat pulih.

Kabar baiknya, ada banyak cara buat mencegah hal itu terjadi. Kabar lebih baik lagi, semua bisa dimulai dari langkah kecil.

Cara Cerdas Melawan Kelelahan Mental

Kalau kamu merasa akhir-akhir ini gampang lelah, lesu, atau kehilangan motivasi, coba lihat beberapa strategi berikut. Ini bukan teori semata, tapi sudah dipraktikkan di banyak tempat kerja modern:

  1. Buka Obrolan Tanpa Stigma
    Manager atau atasan sebaiknya dilatih buat peka terhadap tanda-tanda stres karyawan. Kalau obrolan soal kesehatan mental jadi hal yang biasa, stigma pun perlahan hilang. Kamu pun jadi lebih nyaman buat cerita tanpa takut dihakimi.
  2. Manfaatkan Dukungan yang Ada
    Banyak kantor sebenarnya sudah punya Employee Assistance Program (EAP), layanan konseling, atau platform virtual yang menyediakan meditasi, panduan tidur, sampai tes emosi mandiri. Jangan ragu untuk pakai fasilitas ini—mereka ada buat bantu kamu.
  3. Seimbangkan Hidup, Jangan Hanya Kerja
    Sesimpel ambil istirahat sejenak, punya jam kerja fleksibel, atau coba digital detox bisa bikin energi mental pulih. Ingat, produktivitas bukan berarti kerja tanpa henti, tapi bagaimana menjaga stamina jangka panjang.
  4. Sadari Bahwa Stres Nggak Selalu dari Kantor
    Kadang masalah bukan cuma soal pekerjaan. Bisa jadi karena urusan keluarga, tanggung jawab merawat orang tua, atau masalah pribadi lainnya. Jadi, program kesehatan mental harus fleksibel menyesuaikan kebutuhan tiap orang.
  5. Pemimpin Harus Jadi Contoh
    Kalau atasan berani ambil cuti, menetapkan batasan kerja, dan menunjukkan empati, karyawan pun merasa lebih aman untuk melakukan hal yang sama. Perubahan besar dimulai dari atas.