Hari Remaja Internasional 2025, Menteri Wihaji Ajak Remaja Bangun Mental Petarung

kesehatan mental, BKKBN, kesehatan mental remaja, remaja Indonesia, Menteri Wihaji, kemendukbangga, hari remaja internasional 2025, Hari Remaja Internasional 2025, Menteri Wihaji Ajak Remaja Bangun Mental Petarung, Tantangan kesehatan mental remaja saat ini, Membangun mental petarung, Kolaborasi sebagai kunci, Program Akademi Keluarga untuk generasi masa depan

 Dalam suasana peringatan Hari Remaja Internasional 2025, kesehatan mental remaja makin menjadi sorotan di tengah derasnya arus informasi dan tekanan sosial yang dihadapi generasi muda.

Tak sedikit remaja Indonesia membutuhkan perhatian khusus terkait kesehatan mental, dan bahkan banyak di antaranya mengaku merasa kesepian.

Kondisi ini, jika dibiarkan, tentu berpotensi memicu perilaku menyimpang.

Menyadari hal tersebut, KemendukBangga yang juga membawahi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menegaskan komitmennya untuk memperkuat kesadaran kesehatan mental di kalangan remaja.

Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sekaligus Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, S.Ag., M.Pd., menyampaikan bahwa generasi berusia 10–24 tahun adalah aset penting masa depan bangsa, sehingga mereka perlu mendapat dukungan dalam menjaga kesehatan mental di tengah tantangan zaman.

“Setuju tidak setuju, remaja Indonesia adalah generasi masa depan. Suatu saat kita pasti akan bergeser, dan remaja inilah yang akan menjadi pemimpin berikutnya," ujar Wihaji dalam acara “Gebyar Mental Sehat Remaja Indonesia”, di Jakarta, Kamis (14/8/2025).

"Karena itu, siapkan mental petarung, lebih kreatif, lebih inovatif, dan memanfaatkan teknologi untuk kebaikan,” lanjutnya.

Tantangan kesehatan mental remaja saat ini

kesehatan mental, BKKBN, kesehatan mental remaja, remaja Indonesia, Menteri Wihaji, kemendukbangga, hari remaja internasional 2025, Hari Remaja Internasional 2025, Menteri Wihaji Ajak Remaja Bangun Mental Petarung, Tantangan kesehatan mental remaja saat ini, Membangun mental petarung, Kolaborasi sebagai kunci, Program Akademi Keluarga untuk generasi masa depan

Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga), Dr. H. Wihaji, S.Ag., M.Pd., dalam acara Gebyar Mental Sehat Remaja Indonesia di Jakarta, pada Kamis (14/8/2025).

Menurut data Data Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (KemendukBangga), sekitar 15 persen remaja Indonesia membutuhkan perhatian khusus terkait kesehatan mental.

Sementara itu, hampir 20 persen di antaranya merasa kesepian. Kondisi ini, kata Wihaji, dapat memicu perilaku menyimpang jika tidak diantisipasi.

“Kesepian itu akhirnya larinya ke mana-mana. Kalau tidak hati-hati, bisa masuk ke hal-hal yang mungkin terlihat baru, tapi dalam tanda petik bukan kebaikan,” tegasnya.

Ia menambahkan, salah satu faktor yang memengaruhi kondisi mental remaja adalah penggunaan gawai yang berlebihan.

Rata-rata, remaja menghabiskan 7–8 jam per hari dengan gawainya. Aktivitas ini, jika tidak dikelola, dapat membentuk algoritma informasi yang memengaruhi sikap, perilaku, hingga mental mereka.

Handphone ini bagian dari keluarga. Semua ada di handphone, tapi hati-hati. Kalau tidak hati-hati, justru dia yang mengatur kita. Manusia harus menjadi yang mengatur teknologi, bukan diatur teknologi,” tambahnya.

Membangun mental petarung

Di tengah cepatnya arus informasi, Wihaji mengajak remaja untuk membangun mental tangguh layaknya “petarung”.

Menurutnya, mental ini dibentuk dari pengetahuan yang diulang menjadi sikap, lalu menjadi perilaku, dan akhirnya mengakar menjadi karakter.

“Kalau mentalnya petarung, mau ditaruh di mana saja pasti bisa menyelesaikan masalah. Tapi kalau dari awal sudah rebahan terus, ya akan sulit,” tegasnya.

Wihaji berharap, melalui peringatan Hari Remaja Internasional dan program Akademi Keluarga, kesadaran akan pentingnya kesehatan mental dapat meningkat, sehingga generasi muda Indonesia tumbuh menjadi pemimpin masa depan yang sehat secara fisik dan mental.

“Saya percaya, teman-teman remaja hari ini adalah generasi masa depan. Tetap semangat, tetap memberikan sesuatu yang baru, tapi jangan ikut-ikutan seperti bebek. Jadilah petarung yang membawa kebaikan untuk bangsa,” kata Wihaji.

Kolaborasi sebagai kunci

Namun demikian Wihaji menekankan, pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Diperlukan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk keluarga, sekolah, komunitas, dan lembaga terkait, untuk memastikan pesan kesehatan mental tersampaikan secara luas.

“Solusinya tidak bisa sendirian, harus bekerja sama dengan semua pihak. Salah satunya adalah dalam institusi keluarga, orang tua harus sering-sering ngobrol dengan anak,” tuturnya.

Ia juga mengingatkan bahwa forum-forum resmi pemerintah kini wajib melibatkan partisipasi remaja, sebagai bentuk pengakuan atas suara dan peran mereka.

“Pemerintah sudah memberikan ruang, tinggal bagaimana teman-teman memanfaatkannya untuk hal-hal positif,” tambahnya.

Program Akademi Keluarga untuk generasi masa depan

Sebagai langkah konkret, KemendukBangga meluncurkan program Akademi Keluarga, sebuah platform pendidikan yang bertujuan membentuk mental sehat sejak dini.

Program ini terbuka untuk anak SMP, SMA, hingga jenjang perguruan tinggi, dengan tiga tingkatan pelatihan, yakni basic training, intermediate training, dan advance training.

“Akademi keluarga kita siapkan untuk mendidik generasi masa depan. Salah satunya menjawab tantangan kesehatan mental,” tutupnya.

Akademi ini dirancang tidak hanya untuk memberikan edukasi, tetapi juga membentuk ruang diskusi positif antara remaja, keluarga, dan lingkungan sekitar.

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!