Perempuan Curi Berlian Sambil Bawa Tas Mewah, Psikolog Ingatkan Bahaya Obsesi Gaya Hidup

Perempuan berinisial AM ditangkap karena mencuri kalung berlian senilai Rp 50 juta di sebuah mal di Jakarta Utara. Saat melakukan aksinya, AM tampil rapi dan membawa tas Hermes yang dikenal sangat mahal.
Meski motif pencurian ini masih dalam penyelidikan, polisi menyebut ada kemungkinan tindakan tersebut dilakukan demi memenuhi tuntutan gaya hidup.
"Ada kemungkinan itu juga (untuk memenuhi gaya hidup)," kata Kanit Reskrim Polsek Kelapa Gading AKP Kiki Tanlim, dilaporkan oleh , Senin (4/8/2025).
Kasus ini pun memicu pertanyaan: Sejauh mana obsesi terhadap gaya hidup bisa berdampak pada kondisi psikologis seseorang?
Dampak obsesi pada gaya hidup dengan kondisi psikologis
Keinginan tidak realistis bisa membahayakan mental
Berangkat dari kasus perempuan mencuri berlian meski menenteng tas Hermes, psikolog ingatkan bahaya tekanan gaya hidup mewah.
Menurut psikolog anak, remaja, dan keluarga, Sani Budiantini Hermawan, tekanan sosial dan obsesi akan gaya hidup mewah bisa menyeret seseorang ke kondisi mental yang tidak sehat, bahkan berbahaya jika tidak disadari sejak awal.
“Sering kali orang itu berada pada taraf dreaming (berkhayal), jadi kemampuan dirinya seperti apa tapi keinginannya setinggi apa. Kalau tidak realistis dan ingin instan, biasanya malah terjebak dalam perilaku yang tidak wajar,” ujar Sani kepada Kompas.com, Selasa (5/8/2025).
Sani melanjutkan, keinginan untuk tampil sama seperti orang lain, terutama yang dilihat di media sosial, bisa menjadi tekanan tersendiri.
Media sosial menampilkan kehidupan yang seolah-olah sempurna, glamor, dan tanpa beban. Padahal, kenyataannya tidak selalu demikian.
“Banyak orang ingin cepat seperti lingkungan yang dilihat di medsos (media sosial), yang senang hidupnya, yang punya barang branded, bolak-balik luar negeri. Namun sesungguhnya mereka tidak tahu apa di balik itu,” jelasnya.
Kondisi ini bisa mendorong seseorang untuk mengejar pengakuan, termasuk dengan cara yang tidak sehat.
Saat kebutuhan nyata kalah oleh keinginan untuk “tampil”, muncul risiko perilaku menyimpang, seperti memanipulasi finansial, memaksakan pengeluaran, dan melakukan tindakan kriminal.
Tanda tekanan gaya hidup sudah membahayakan
Salah satunya merasa hidup tidak berharga
Berangkat dari kasus perempuan mencuri berlian meski menenteng tas Hermes, psikolog ingatkan bahaya tekanan gaya hidup mewah.
Sani menuturkan, ada sejumlah sinyal bahaya yang menandakan tekanan gaya hidup mulai merusak mental.
“Misalnya kalau sampai terus kepikiran karena keinginan materi yang belum tercapai, jadi sedih, menyalahkan orang lain, menarik diri, sampai merasa hidup tidak berharga, itu sudah tanda-tanda harus ke psikolog,” jelasnya.
Tanda lain, di antaranya tidur terganggu karena memikirkan barang yang diidamkan, perasaan hampa dan tidak bahagia karena belum bisa membeli sesuatu, serta emosi mudah meledak saat tidak bisa memenuhi standar gaya hidup tertentu.
Namun, tanda lainnya bisa juga karena dari lingkungan, seperti merasa tidak layak bersosialisasi jika tidak mengenakan item fashion tertentu dan menyalahkan pasangan, keluarga, atau kondisi ekonomi terus-menerus
“Ketika seseorang tidak mampu menyelesaikan masalah secara logis, tidak bisa menerima diri atau realita kehidupannya, itu artinya dia tidak functioning (berfungsi) secara psikologis,” ujar Sani.
Menghindari tekanan gaya hidup mewah
Menerima diri sendiri
Berangkat dari kasus perempuan mencuri berlian meski menenteng tas Hermes, psikolog ingatkan bahaya tekanan gaya hidup mewah.
Untuk menghindari tekanan ini berkembang menjadi gangguan psikologis, Sani menyarankan pentingnya menerima kondisi diri dan keluarga secara realistis.
Sikap mental seperti “tidak ada rotan, akar pun jadi” penting ditanamkan agar seseorang tetap bahagia dalam keterbatasan.
“Kalau bisa beli steak, makan steak. Tapi kalau hanya bisa ayam geprek, ya syukuri. Masalahnya, daya tahan mental kita kadang tidak fleksibel,” katanya.
Kedekatan dengan keluarga, keyakinan spiritual, dan lingkungan sosial yang suportif juga menjadi penyangga penting bagi kesehatan mental.
Sebab, dalam banyak kasus, kekosongan psikologis yang tidak terisi oleh relasi personal malah dicoba diisi lewat pengakuan sosial semu.
Minta bantuan ahli sebelum terlambat
Berangkat dari kasus perempuan mencuri berlian meski menenteng tas Hermes, psikolog ingatkan bahaya tekanan gaya hidup mewah.
Sani mengingatkan agar siapa pun yang mulai merasa tidak bahagia dengan hidupnya, bahkan hanya karena urusan materi, sebaiknya tidak ragu mencari bantuan profesional.
Mereka bisa ke psikolog, misalnya, untuk menggali apa yang sebenarnya menjadi akar tekanan tersebut.
“Kadang perasaan yang muncul sama, tapi alasannya beda-beda. Nah itu kan perlu digali, dianalisis. Jangan tunggu parah dulu baru minta bantuan,” tutur Sani.
Kasus seperti AM yang mencuri perhiasan sambil menenteng tas mewah bukan sekadar soal hukum.
Di baliknya bisa saja ada persoalan psikologis yang tak terlihat, yang berakar dari obsesi terhadap pengakuan sosial dan gaya hidup yang dipaksakan.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!