Viral Video Mertua Marahi Menantu yang Kesakitan Saat Lahiran, Ini Dampaknya pada Kesehatan Mental

Sebuah video viral di media sosial menunjukkan seorang ibu mertua yang memarahi menantunya yang sedang kesakitan saat melahirkan.
Dalam video tersebut, sang menantu mengeluh merasa ingin mati karena sangat kesakitan saat melahirkan. Mendengar hal itu, ibu mertuanya langsung mendukung keinginan sang menantu untuk mati, tetapi setelah melahirkan cucunya lebih dulu
Menurut psikolog klinis dewasa Adelia Octavia Siswoyo, M.Psi., berpraktik di lembaga Jaga Batin di Bandung, perkataan seperti itu bisa berdampak besar pada kesehatan ibu setelah melahirkan.
Dampak perkataan tidak pantas pada kesehatan mental
1. Merasa tidak bernilai
Adelia mengungkapkan, seorang ibu yang mendapat perkataan seperti, ‘Ya sudah mati saja, tapi anaknya dilahirkan dulu’, dapat merasa tidak bernilai dan berharga.
“Dia merasa cuma ditugaskan untuk melahirkan bayi. “Dianya” sendiri enggak ada nilainya. Ketika kita dianggap tidak punya nilai, terutama dalam sebuah keluarga, pasti akan merasa kehilangan diri setelah melahirkan,” tutur dia saat dihubungi Kompas.com, Minggu (3/8/2025).
Karena kehilangan dirinya, seorang ibu merasa tidak lagi memiliki tujuan untuk hidup dan mempertanyakan posisinya sebagai seorang ibu dan istri dalam keluarga suami.
“Dan dia juga mempertanyakan, apakah dia penting berada di situ. Dia enggak cuma mempertanyakan diri sendiri sebagai ibu, tapi juga sebagai istri dan menantu,” tutur Adelia.
2. Merasa “kurang” sebagai seorang perempuan
Bahkan, seorang ibu yang mendapat perkataan seperti itu dari ibu mertua juga mempertanyakan dirinya sebagai seorang perempuan.
Sebab, ketika melahirkan, perempuan bakal merasa kehilangan dirinya yang lama. Kini, ia sudah memiliki tanggung jawab yang sangat besar, yakni mengurus bayi sampai ia tumbuh dewasa.
“Menjadi ibu itu tugas selamanya, bukan cuma beberapa tahun dan pas anaknya udah gede, dia enggak lagi menjadi ibu,” terang psikolog yang juga berpraktik di layanan konseling daring Teman Bincang ini.
Menurut dia, hal tersebut memunculkan kekhawatiran pada setiap perempuan, seperti apakah mereka bisa mengurus anak sampai mereka tumbuh dewasa, dan apakah mereka bakal hidup panjang melihat anaknya tumbuh dewasa.
Belum lagi seorang perempuan harus menghadapi kecemasan dari perubahan fisik yang cukup drastis setelah melahirkan, dan penambahan peran dari yang sebelumnya hanya menjadi seorang istri, tetapi kini menjadi seorang ibu.
“Tanpa adanya kalimat-kalimat yang enggak pantas, ibu sudah merasa cemas. Dengan adanya kalimat seperti itu, ibu mempertanyakan dirinya, merasa enggak berharga,” kata Adelia.
Ketika sudah merasa seperti itu, ibu mungkin merasa bahwa dirinya “kurang” sebagai seorang perempuan.
Sebab, apapun yang telah dilakukan, termasuk menjaga kesehatan bayi sejak di dalam janin, tidak dianggap oleh orang-orang di sekitarnya.
3. Memandang diri sebagai “mesin” produksi anak
Bagi perempuan yang sudah tidak memiliki ibu, atau tinggal jauh dari ibu, sosok ibu mertua sangatlah penting.
Kehadiran mereka mampu membantu menghilangkan rasa kangen perempuan terhadap ibu kandungnya.
Kendati demikian, respons ibu mertua terhadap keluhannya saat merasa sakit saat melahirkan yang seperti itu, dapat membuat perempuan merasa dirinya bukanlah bagian dari anggota keluarga.
Bahkan, perempuan bisa memandang dirinya sebagai mesin produksi anak. Sebab, kalimat afirmasi dari ibu mertua yang menyuruh dirinya mati setelah melahirkan cucunya, membuat ia tidak merasa seperti manusia dengan perasaan.
“Dia mungkin merasa tugasnya cuma disuruh melahirkan. Padahal, penting banget sosok seorang ibu untuk anaknya, walaupun ada kakek, nenek, dan ayahnya,” ungkap Adelia.
4. Tidak percaya diri mengurus anak
Setelah melahirkan, ibu bisa menjadi tidak percaya diri dalam mengurus anak. Ia takut apa pun yang dilakukan bakal “kurang” di mata orang lain, terutama ibu mertua.
Ketika merasa tidak percaya diri, ibu bisa cuek dengan perasaan tersebut karena kepercayaan terhadap dirinya sendiri pun terdampak.
“Dia sudah enggak percaya diri karena merasa enggak dibutuhkan, enggak merasa berharga lagi,” tutur Adelia.
5. Tidak menganggap dirinya sebagai “ibu”
Selanjutnya, cara pandang perempuan bisa berubah. Ia tidak menganggap dirinya sebagai “ibu” bagi anak yang baru dilahirkan.
Adelia mengungkapkan, ibu bakal selalu teringat dengan momen ketika dirinya mendapat kata-kata tidak pantas dari ibu mertua, saat melihat anaknya.
“Jadi kan ibu merasa enggak dibutuhkan karena sejak awal yang dilihat hanya anaknya, atau cucunya. Padahal anak lebih butuh sosok ibu daripada mertua, daripada kakek dan neneknya,” ucap dia.
Alhasil, ia enggan mengurus anak. Sekalinya mengurus pun tidak sepenuh hati alias ogah-ogahan.
Padahal, peran ibu tidak berhenti saat anak telah dilahirkan. Menurut Adelia, peran seorang ibu tidak bisa digantikan oleh ayah, nenek, kakek, atau anggota keluarga lainnya.
"Ibu jadi lupa dengan peran dia karena yang diserang (oleh perkataan ibu mertua) adalah keberhargaan diri dia, eksistensi dia. Jadi, dia merasa enggak dibutuhkan di situ. Merasa enggak berharga, enggak berguna, karena dia sudah selesai melahirkan," ucap Adelia.
6. Membenci dan membahayakan keselamatan anak
Pilih kasih ibu mertua kepada menantu dan cucunya juga bisa semakin memperparah kesehatan mental sang ibu.
Ibu yang baru melahirkan berada dalam kondisi mental yang cukup rapuh, karena berbagai faktor, seperti kecemasan akan dirinya dan anaknya yang baru dilahirkan, dan kondisi fisik yang berubah.
Penambahan peran dari yang sebelumnya hanya seorang perempuan dan seorang istri, kini juga menjadi seorang ibu, dapat memengaruhi kondisi mental ibu.
Ketika ada perbedaan perilaku dari ibu mertua, ditambah lagi orang-orang di sekitarnya yang seharusnya menjadi support system, bisa menimbulkan rasa kecemburuan.
“Timbul kecemburuan dengan anaknya sendiri karena merasa tidak dihargai, tidak dicintai. Kalau timbul rasa iri dan benci sama anaknya, mungkin juga akan menyakiti anaknya,” papar Adelia.
7. Bunuh diri
Setiap perempuan memiliki ambang toleransi sakit yang berbeda-beda saat melahirkan, yang rasanya sulit untuk diukur menggunakan angka.
Cara perempuan mengekspresikan rasa sakit yang dialami ketika melahirkan pun beragam, salah satunya adalah perasaan sakit itu sampai membuat mereka ingin mati saja.
Namun, dalam kasus video yang sedang viral, ibu mertua menanggapinya secara harfiah dan mengatakan bahwa sang menantu boleh mati, tapi harus melahirkan cucunya terlebih dulu.
Adelia mengatakan bahwa tindakan tersebut bisa berujung pada tindakan bunuh diri.
“Bisa banget malah jadi bunuh diri karena kan, ‘Mati saja, ya sudah kamu boleh mati, tapi anaknya dilahirkan dulu’ itu sama saja dengan ada atau enggak adanya ibu, ya ibu enggak ada nilainya,” ungkap dia.
Perkataan yang disampaikan oleh ibu mertua bisa membuat ibu yang baru melahirkan semakin depresi.
Ketika ia sedang mengalami baby blues setelah melahirkan, dan terus mengingat perkataan tersebut, ditambah perlakuan ibu mertua tidak berubah atau setidaknya meminta maaf, ibu yang baru melahirkan bisa mengalami depresi post-partum.
Kondisi yang tidak segera ditangani, dan tidak ada support system yang memadai dari lingkungan di sekitarnya, dapat membuat pikiran negatif semakin menumpuk.
“Kalau perilaku ibu mertua tetap seperti ketika ibu melahirkan, tetap menyalahkan atau memojokkan dia, dan lebih mengutamakan atau memberi kasih sayang hanya ke cucunya, sangat mungkin dia bunuh diri,” pungkas Adelia.