Jangan Lupa, Bulan Kesadaran Kesehatan Mental

MARI berbagi, berdiskusi, dan mencari solusi. Bergotong royong sesuai kemampuan. Masa depan kita bergantung pada kemampuan mengatasi masalah kesehatan mental yang menerpa anak, keluarga, teman, dan tetangga kita.
Sepanjang Mei, banyak hari penting untuk diperingati atau dirayakan. 1 Mei Hari Buruh Internasional, 2 Mei Hari Pendidikan Nasional, 3 Mei Hari Kebebasan Pers Dunia, dan 20 Mei Hari Kebangkitan Nasional.
Selain itu, ada 12 Mei Hari Raya Waisak dan 29 Mei Hari Kenaikan Yesus Kristus. Jangan lupa, Mei adalah Bulan Kesadaran Kesehatan Mental atau Mental Health Awareness Month.
Meningkatnya kasus bunuh diri, temuan survei 1 dari 3 remaja mengalami masalah mental, 90 persen yang perlu konsultasi ke psikiater atau psikolog terkendala biaya, dan temuan lainnya, menunjukkan kita sedang memasuki keadaan darurat kesehatan mental, khususnya di kalangan anak muda.
Mei sebagai Bulan Kesadaran Kesehatan Mental sudah dirayakan banyak negara sebelum World Federation for Mental Health (WFHM) menetapkan 10 Oktober sebagai Hari Kesehatan Mental se-Dunia pada 1992.
Selama di rumah sakit jiwa, dia menerima perlakuan buruk: pengabaian, perendahan, isolasi, dan bentuk-bentuk penyiksaan lain, yang tidak ada hubungannya dengan upaya pemulihan kesehatan mentalnya.
Lalu Beers mendirikan National Committee for Mental Hygiene pada 1909, kemudian berubah nama menjadi Mental Health America (MHA) lalu berubah lagi menjadi NAHM.
Beers bersama organisasinya berjuang agar kesehatan mental dilihat sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Mereka menentang stigma terhadap orang-orang dengan gangguan mental.
Meskipun bulan kesadaran atas kesehatan mental itu berasal dari Amerika, dalam perjalanannya kemudian diperingati oleh banyak negara maju di Eropa dan Asia, mengingat pentingnya kesehatan mental bagi kelangsungan hidup manusia.
Selama satu bulan di negara-negara tersebut digelar berbagai kegiatan: kampanye, seminar, lokakarya, dan diskusi publik, serta penyediaan berbagai perangkat untuk meningkatkan kesadaran atas kesehatan mental.
Tahun ini, Bulan Kesadaran atas Kesehatan Mental mengambil tema Turn Into Action. Itu berarti kampanye global menekankan pentingnya langkah nyata menangani isu kesehatan mental.
Contoh aksi nyata itu adalah mempermudah akses layanan kesehatan mental, mendukung teman atau keluarga yang mengalami masalah kesehatan mental, berpartisipasi dalam kegiatan kesehatan mental, dan mendorong kebijakan akses terhadap layanan kesehatan mental.
Masih saja terjadi, untuk mengatasi orang-orang yang mengalami gangguan mental, dikenakan cara-cara tradisional, yang tidak hanya menyiksa, tetapi juga tidak menyembuhkan, seperti praktik pasung.
Pada 2016, terjadi momentum perbaikan penanganan kesehatan mental, saat Human Right Watch merilis praktik pasung untuk “menyembuhkan” orang-orang dengan gangguan jiwa di banyak daerah di Indonesia.
Sementara distribusi psikiater tidak merata: hanya 0,3 per 100.000 penduduk, sebagian besar di Jakarta. Stigma masih menggema, sedang akses ke profesional dan fasilitas masih terbatas.
Di antara negara-negara Asia Tenggara, Singapura menyediakan fasilitas yang paling baik. Di negara pulau ini terdapat 4,4 psikiater per 100.000 penduduk; layanan sudah terintegrasi, dengan dukungan fasilitas lengkap.
Di Malaysia dan Thailand pelayanan sudah baik, tetapi hanya di kota besar. Di Filipina dan Vietnam akses masih terbatas, jumlah psikiater tidak beda dari Indonesia.
Sudah saatnya bagi Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan untuk meningkatkan
perhatiannya pada masalah kesehatan mental, antara lain dengan memperluas pelatihan kesehatan mental, menambah tenaga profesional, dan melibatkan tokoh dan komunitas untuk melawan stigma.
Meskipun demikian, masyarakat tidak boleh tinggal diam terhadap masalah kesehatan mental yang menerpa keluarga kita, sanak keluarga kita, teman kita, tetangga kita, dan orang-orang yang kita kenal dengan baik.
Sebab, sikap ‘cuek bebek’ atas masalah kesehatn mental, seperti yang menerpa 1 di antara 3 anak muda Indonesia, akan berdampak besar bagi kehidupan masa depan bangsa ini.
Dalam usaha membantu meningkatkan kepedulian atas masalah kesehatan mental, sepanjang Mei ini saya akan menulis beberapa artikel tentang masalah kesehatan mental di Indonesia.
Mari berbagi, berdiskusi, dan mencari jalan keluar. Semoga bulan Mei benar-benar membuka kesadaran kita, betapa besar masalah kesehatan mental yang kita hadapi, dan harus segera diatasi bersama-sama, dengan atau tanpa pemerintah.