Konten Negatif di Media Digital Ancam Kesehatan Mental Anak, Ini Kata Psikolog

Paparan konten negatif di media digital secara berlebihan dinilai dapat membahayakan kesehatan mental anak dan memengaruhi perilakunya. Hal ini disampaikan oleh psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia, Phoebe Ramadina, M.Psi., Psikolog.
“Konten negatif yang sering muncul di media digital dapat berdampak serius pada kesehatan mental dan perilaku anak maupun remaja,” kata Phoebe saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Menurut Phoebe, anak-anak yang terlalu sering terpapar konten negatif seperti kekerasan bisa menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar. Hal ini berisiko menormalkan perilaku agresif di kehidupan nyata.
“Ketika anak terlalu sering melihat konten negatif yang muncul seperti kekerasan, mereka bisa menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang biasa atau wajar,” ujarnya.
Selain kekerasan, konten yang menampilkan standar penampilan, kesuksesan, dan gaya hidup yang tidak realistis di media sosial juga bisa menimbulkan dampak negatif terhadap citra diri anak.
“Anak-anak yang terlalu sering melihat standar penampilan, kesuksesan, gaya hidup yang tidak realistis di media sosial bisa merasa rendah diri, tidak percaya diri, bahkan mengalami gangguan citra tubuh atau depresi,” jelasnya.
Phoebe menambahkan, anak-anak yang belum matang secara emosional bisa mengalami kesulitan dalam mengelola emosi akibat konten digital yang bersifat memprovokasi.
“Anak-anak juga bisa menjadi lebih cemas, impulsif, atau agresif akibat konten yang memprovokasi,” katanya.
Anak Rentan Meniru Konten Negatif
Lebih lanjut, Phoebe menilai bahwa minimnya pendampingan dari orang dewasa membuat anak cenderung meniru apa yang mereka lihat di dunia maya. Hal ini dapat memicu perilaku menyimpang seperti pergaulan bebas, bullying, atau kenakalan remaja.
“Anak kerap meniru apa yang mereka lihat di dunia maya, apalagi jika tidak ada bimbingan dari orang dewasa,” kata psikolog yang berpraktik di lembaga konsultasi psikologi Personal Growth tersebut.
Untuk mengurangi dampak negatif media digital, Phoebe menekankan pentingnya peran aktif orangtua dan lingkungan sekitar dalam mendampingi anak ketika mengakses konten digital.
“Ini bukan soal melarang, tapi membantu anak belajar memilah mana konten yang sehat dan bermanfaat,” ucapnya.
Menurutnya, orangtua dapat membangun komunikasi yang terbuka dan menjadi pendamping digital saat anak menggunakan gawai di rumah.
Sementara di sekolah, para guru berperan dalam menanamkan pendidikan karakter dan keterampilan sosial-emosional, menyediakan layanan konseling, serta mengarahkan siswa pada aktivitas digital yang positif.
Phoebe juga menegaskan pentingnya peran negara dalam menciptakan lingkungan digital yang aman bagi anak. Ia menyebut bahwa pemerintah perlu memperkuat regulasi terhadap konten berbahaya, menjalankan kampanye edukasi, serta mendukung riset dan layanan psikososial di tingkat komunitas.
“Kolaborasi lintas sektor ini penting untuk menciptakan lingkungan digital yang aman, sehat, dan mendukung tumbuh kembang anak secara menyeluruh,” ujar Phoebe.