TNI Usut Dalang di Balik Konten Negatif soal RUU TNI dan Indonesia Gelap

Kunjungan Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia (Kapuspen TNI) Mayjen Kristomei Sianturi ke Kejaksaan Agung pada Jumat (20/6/2025) untuk mengusut motif di balik konten negatif RUU TNI dan Indonesia Gelap.
Langkah ini diambil untuk menindaklanjuti pernyataan Marcella Santoso, seorang advokat yang kini berstatus tersangka dalam kasus perintangan penyidikan dan penanganan perkara.
Dalam video permintaan maaf yang ditayangkan pada Selasa (17/6/2025), Marcella sempat menyinggung keterkaitan sejumlah konten negatif dengan rancangan undang-undang TNI (RUU TNI) serta gerakan "Indonesia Gelap".
“Kami juga datang ke sini menyikapi adanya pernyataan dari tersangka Marcella Santoso, yang tersangka beberapa kasus, yang kemarin sudah sempat dirilis di press conference dengan Kejaksaan,” ujar Kristomei saat ditemui di lobi Gedung Kartika Kejaksaan Agung.
Apa Motif di Balik Produksi Konten Negatif?
Kristomei menegaskan bahwa Marcella, sebagai seorang advokat, tidak memiliki keahlian untuk memproduksi konten digital.
Namun, yang menjadi perhatian utama TNI adalah alasan di balik tindakan Marcella yang diduga mengarahkan pihak lain untuk menyebarkan narasi negatif terhadap institusi negara, termasuk TNI.
“Kenapa sih diramaikan, apa motivasinya, ini yang perlu kami dalami. Dan, siapa sih aktor yang meributkan ini, dan kenapa, itu yang harus kita tahu,” tegasnya.
TNI ingin mengetahui lebih jauh hasil penyelidikan Kejaksaan, terutama soal siapa saja yang terlibat dan sejauh mana petisi serta narasi soal RUU TNI dimanfaatkan dalam konteks penyebaran disinformasi.
Selain Marcella, penyidik Kejaksaan telah menetapkan beberapa tersangka lainnya, termasuk Direktur Pemberitaan nonaktif JAK TV, Tian Bahtiar, dan seorang penggerak buzzer bernama M. Adhiya Muzzaki.
Kristomei menyebut adanya pola kerja yang sistematis dalam menyebarkan konten negatif di media sosial.
“Yang buzzer, orang-orang tertentu yang punya kewenangan bisa membayar untuk meramaikan lagi di media sosial. Dan, seperti itulah kira-kira yang perlu kita cari tahu,” kata Kristomei.
Benarkah Ada Aliran Dana untuk Produksi Konten?
Yang mengejutkan, Kristomei juga menyinggung dugaan adanya aliran dana yang cukup besar untuk mendanai aktivitas penyebaran narasi negatif.
Ia menyebutkan nominal mencapai Rp 500 juta serta 2 juta dolar AS yang mengalir ke sejumlah buzzer, LSM, yayasan, dan individu tertentu.
“Lebih lanjut adanya aliran dana kepada buzzer misalnya, kemudian kepada LSM tertentu, kepada yayasan, dan orang-orang tertentu,” ungkapnya.
Namun, Kristomei tidak menyebutkan secara rinci nama-nama penerima dana tersebut.
Mengapa Pernyataan Marcella Berubah?
Dalam video permintaan maaf pertamanya, Marcella menyebut keterlibatan dirinya dalam pembuatan konten negatif soal RUU TNI dan gerakan "Indonesia Gelap".
“Terdapat juga isu pemerintahan Bapak Presiden Prabowo seperti petisi RUU TNI dan juga Indonesia Gelap,” ujar Marcella dalam video yang diputar Kejaksaan Agung.
Namun, sehari berselang, pernyataan Marcella berubah. Dalam keterangannya pada Rabu (18/6/2025), ia membantah pernah memproduksi konten seperti yang dimaksud.
“Saya enggak bikin soal RUU TNI dan Indonesia Gelap,” katanya kepada wartawan.
Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa pihaknya tidak masuk dalam ranah penyelidikan institusi lain.
Namun, karena terdapat percakapan terkait RUU TNI dan "Indonesia Gelap" dalam barang bukti elektronik, hal itu tetap ditanyakan kepada para tersangka.
“Untuk institusi lain, kami tidak masuk di wilayah itu. Tapi, karena di barang bukti elektronik ada, ini kami tanyakan, apa maksud dia membuat konten Indonesia Gelap, konten negatif? Apa kaitan dengan RUU TNI, ini kami tidak tahu, tapi yang tahu mereka yang bersangkutan,” jelas Qohar.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "".