Pengakuan Marcella Santoso: Sebar Konten Negatif Lewat 150 Buzzer, Bayar Ratusan Juta Rupiah

— Sosok Marcella Santoso muncul dalam sebuah tayangan video yang diputar di ruang konferensi pers Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta.
Suaranya terdengar pelan dan penuh penyesalan, saat ia memberikan pernyataan terkait kasus yang tengah menjeratnya.
Tanpa mencoba membela diri, Marcella—yang kini berstatus tersangka dalam kasus dugaan perintangan penyidikan—mengakui keterlibatannya dalam produksi dan penyebaran konten negatif.
Sasaran dari konten-konten itu tak lain adalah institusi Kejaksaan Agung dan sejumlah tokoh di dalamnya.
“Antara lain, terkait dengan isu kehidupan pribadi Bapak Jaksa Agung, isu Jampidsus, isu Bapak Dirdik,” ujar Marcella dalam video yang ditayangkan pada Selasa (17/6/2025).
Tak hanya Kejaksaan, Marcella menyebut narasi-narasi yang dibuat juga menyerang pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Dan bahkan, terdapat juga isu pemerintahan Bapak Presiden Prabowo seperti petisi RUU TNI dan juga Indonesia Gelap,” lanjutnya.
Meski tidak merinci isi konten secara spesifik, Marcella menyampaikan rasa penyesalannya. Ia juga menyatakan bahwa sebagian konten dibuat oleh timnya tanpa pengawasan atau pengecekan langsung dari dirinya.
“Bahwa saya sangat menyesali dan sangat menyadari bahwa apa pun dan bagaimanapun ceritanya, baik itu kelalaian saya yang tidak mengecek ulang isi konten, ataupun kelalaian dan luputnya saya mengecek dan meneliti kembali serta fokus terhadap apa yang saya sampaikan,” ungkapnya.
Marcella menegaskan, dirinya tidak menyimpan kebencian terhadap institusi kejaksaan maupun pemerintah.
“Bahwa saya sejujurnya tidak pernah merasa ada ketidaksukaan atau kebencian secara pribadi, baik dengan institusi, ataupun dengan pemerintahan, ataupun dengan personal,” kata dia.
Ia bahkan menyebut sempat memuji kinerja aparat penegak hukum.
“Karena di dalam chat saya dan institusi, masukkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Salah satu itu terdapat percakapan antara saya dan rekan saya. Dan, saya sampaikan bahwa ada baiknya juga APH ini seperti Bapak Febrie (Jampidsus),” ujarnya.
Dengan suara bergetar dan diselingi isak, Marcella menutup pernyataannya dengan permintaan maaf.
“Saya sebagai manusia, saya hanya bisa meminta maaf. Saya hanya mendoakan bahwa rasa sakit, rasa ketidaknyamanan yang dialami oleh pihak-pihak yang terkait dan terdampak akan dipulihkan,” tuturnya.
Fokus Kejaksaan: Konten untuk Giring Opini Negatif
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, mengatakan bahwa pihaknya tidak mendalami lebih lanjut isu-isu yang menyangkut institusi lain.
Namun, karena konten tersebut ditemukan dalam barang bukti elektronik, pertanyaan tetap diajukan kepada Marcella.
“Kemudian, untuk institusi lain, kami tidak masuk di wilayah itu. Tapi, karena di barang bukti elektronik ada, ini kami tanyakan, apa maksud dia membuat konten Indonesia Gelap, konten negatif? Apa kaitan dengan RUU TNI, ini kami tidak tahu, tapi yang tahu mereka yang bersangkutan,” kata Qohar.
Meski demikian, Kejaksaan tidak menunjukkan secara terbuka konten-konten yang dimaksud dalam konferensi pers tersebut.
Qohar menambahkan, narasi-narasi yang dibuat dan disebarkan itu bertujuan untuk membentuk opini publik secara menyesatkan, termasuk mempengaruhi majelis hakim.
“Itu (narasi negatif) adalah dengan maksud dan tujuan untuk menggagalkan penyidikan dan penuntutan. Dengan maksud dan tujuan memuat opini publik dan opini di masyarakat, ke majelis hakim, bahwa apa yang dilakukan penyidik itu adalah tidak benar,” tegasnya.
Organisasi Buzzer dan Aliran Dana
Marcella bukan satu-satunya tersangka dalam kasus ini. Total, Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan perintangan penyidikan.
Modus yang digunakan meliputi penyebaran konten negatif dan pengorganisasian aksi demonstrasi.
Salah satu tersangka adalah Ketua Cyber Army, M Adhiya Muzakki. Ia disebut mengoordinasi 150 buzzer dan menerima dana sebesar Rp 864,5 juta dari Marcella untuk menyebarluaskan narasi-narasi tersebut.
Tersangka lainnya, Tian Bahtiar, merupakan mantan Direktur Pemberitaan JakTV.
Ia diduga menerima Rp 487 juta dari Marcella untuk memproduksi dan menyebarkan konten yang menjatuhkan institusi kejaksaan.
Marcella juga diduga bekerja sama dengan pengacara Junaedi Saibih.
Keduanya dituduh mengorganisasi seminar dan aksi massa yang sengaja diarahkan agar bisa mendapatkan liputan media serta dipublikasikan oleh jaringan buzzer yang mereka kendalikan.