Awas, Gaya Parenting VOC Bisa Berdampak Buruk pada Mental Anak

dampak jangka panjang, mental anak, pola asuh otoriter, kesehatan mental anak, parenting voc, dampak parenting voc, Awas, Gaya Parenting VOC Bisa Berdampak Buruk pada Mental Anak

Pola asuh keras dan otoriter atau yang sering disebut parenting VOC memang identik dengan kedisiplinan ketat.

Meski memiliki tujuan untuk mendisiplinkan anak, gaya parenting ini memiliki risiko serius yang mengintai, terutama bagi kesehatan mental anak di masa depan.

Psikolog Meity Arianty menegaskan, gaya pengasuhan yang mengandalkan tekanan, ancaman, dan hukuman dapat meninggalkan luka psikologis jangka panjang.

“Dampak jangka panjang yang cukup serius terhadap kesehatan mental dan emosional anak, seperti rendahnya rasa percaya diri, kecemasan, dan ketakutan berlebihan,” jelas Meity saat dihubungi Kompas.com, belum lama ini.

Meity mengungkapkan, anak-anak yang tumbuh dalam pola asuh otoriter sering kesulitan mengekspresikan diri secara sehat.

Bahkan, sebagian dari mereka bisa memilih memberontak secara diam-diam atau sebaliknya, menjadi patuh tanpa inisiatif.

“Kemudian anak juga bisa kesulitan mengungkapkan emosi, kecenderungan untuk memberontak diam-diam, atau menjadi sangat penurut tanpa inisiatif,” katanya.

Selain itu, pola asuh ini membuat anak merasa tidak dihargai dan tidak memiliki ruang untuk menyampaikan pendapat.

“Anak-anak yang tumbuh dalam pengasuhan otoriter sering merasa tidak cukup dihargai dan tidak memiliki ruang untuk mengemukakan pendapat,” lanjutnya.

Kondisi ini, lanjut Meity, akan berdampak pada hubungan sosial dan kemampuan mengambil keputusan saat dewasa.

Trauma yang tertanam sejak kecil pun berpotensi terbawa hingga anak berkeluarga.

Hal tersebut bisa membuat anak sulit mengambil keputusan dan enggan mengutarakan perasaannya.

“Sehingga hubungan sosial dan pengambilan keputusan mereka saat dewasa pun bisa terganggu dan trauma jangka panjang,” ujarnya.

Tidak jarang, mereka kelak membawa pola asuh yang sama kepada anak-anaknya atau justru tumbuh dengan rasa takut membangun keluarga.

Dampak parenting VOC

Apakah dampak parenting VOC pada anak laki-laki dan perempuan berbeda?

Psikolog yang berpraktik di Depok, Jawa Barat ini menjelaskan, efek pola asuh otoriter bisa berbeda tergantung gender anak.

Pada anak laki-laki, tekanan yang diterima cenderung keluar dalam bentuk perilaku yang lebih tampak.

“Anak laki-laki cenderung menunjukkan reaksi lewat perilaku agresif, pemberontakan, atau penarikan diri secara sosial,” tutur dia.

Sementara itu, anak perempuan biasanya menjadi sosok yang memendam masalahnya.

Dampak yang muncul seringkali berupa gangguan emosional yang lebih senyap.

“Sementara itu, anak perempuan lebih memendam, sering mengalami kecemasan, depresi, tidak percaya diri, dan rasa bersalah berlebihan,” jelas Meity.

Menurut Meity, perbedaan dampak ini tidak lepas dari faktor budaya yang membentuk pola pikir orangtua di masa lalu.

Banyak keluarga masih memandang anak laki-laki dan perempuan secara berbeda, baik dalam peran maupun ekspektasi sosial.

“Perbedaan ini muncul karena biasanya faktor budaya, di mana orangtua kita dulu mengasuh anak laki dan perempuan dengan cara berbeda dan memandang gender secara berbeda,” ungkapnya.

Lebih jauh, faktor biologis dan sosial juga memengaruhi bagaimana anak mengekspresikan tekanan emosional yang mereka alami.

“Adapun pengaruh faktor sosial dan biologis yang memengaruhi cara anak mengekspresikan tekanan emosional,” tambahnya.

Menyadari risiko parenting VOC bukan berarti orangtua harus melepas kendali sepenuhnya.

Meity menilai, aturan dan disiplin tetap dibutuhkan, tetapi perlu dibalut dengan empati, komunikasi terbuka, dan ruang bagi anak untuk mengekspresikan diri.

Dengan begitu, anak tidak hanya tumbuh disiplin, tetapi juga memiliki kesehatan mental yang terjaga dan hubungan yang harmonis dengan orangtuanya.

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!