Psikolog Ungkap Kelebihan dan Kekurangan Parenting VOC

parenting voc, parenting voc adalah, kekurangan parenting voc, kelebihan parenting voc, dampak positif parenting voc, dampak negatif parenting voc, Psikolog Ungkap Kelebihan dan Kekurangan Parenting VOC, 1. Anak belajar taat dan disiplin, 2. Orangtua memiliki kendali penuh, 3. Anak terhindar dari perilaku di luar batas , 1. Minimnya dialog antara orangtua dan anak, 2. Anak tidak merasa dihargai, 3. Muncul perlawanan terselubung

Pola pengasuhan anak atau parenting mengalami perkembangan seiring zaman. 

Salah satu gaya asuh yang masih sering diterapkan oleh sebagian orangtua Indonesia adalah parenting VOC, yakni gaya pengasuhan otoriter yang kaku dan menekankan kepatuhan mutlak.

Psikolog Meity Arianty membeberkan beberapa kelebihan dan kekurangan gaya asuh ini agar tidak berdampak negatif pada tumbuh kembang anak. Simak selengkapnya.

Kelebihan Parenting VOC

Meski dikenal sebagai gaya asuh otoriter, parenting VOC masih memiliki beberapa sisi positif, terutama dalam hal pembentukan disiplin anak.

1. Anak belajar taat dan disiplin

Pola asuh ini menekankan aturan yang ketat dan struktur yang jelas. Anak terbiasa dengan rutinitas, batasan, dan konsekuensi yang tegas jika melanggar.

Meski begitu, Meity mengingatkan, efektivitas pola asuh ini sangat tergantung pada konteks dan cara penyampaian orangtua.

"Pola asuh yang terlalu kaku dan menekan bisa berisiko munculnya perlawanan tersembunyi terhadap otoritas yang mengarah ke gangguan perilaku kelak," jelas Meity saat dihubungi Kompas.com, Selasa (5/8/2025).

2. Orangtua memiliki kendali penuh

Parenting VOC cenderung memberi posisi dominan pada orangtua dalam pengambilan keputusan.

Hal ini dapat berguna dalam situasi darurat atau saat anak masih sangat kecil dan belum mampu berpikir rasional.

Namun, Meity menekankan bahwa pendekatan seperti ini tidak cocok jika diterapkan terus-menerus.

"Anak-anak perlu mendapatkan bimbingan dengan kasih sayang, dialog terbuka," imbaunya.

3. Anak terhindar dari perilaku di luar batas 

Dengan kontrol ketat dari orangtua, anak cenderung mengikuti norma dan nilai yang berlaku di rumah. 

Cara ini bisa mencegah mereka melakukan hal-hal yang berisiko seperti kenakalan remaja atau penyimpangan sosial.

Namun, sisi positif ini bisa berubah menjadi negatif jika anak tidak memahami alasan di balik aturan dan hanya patuh karena takut.

Kekurangan parenting VOC

Di sisi lain, gaya asuh yang meniru sistem otoriter kolonial ini juga menyimpan banyak kelemahan yang dapat menghambat perkembangan mental dan emosional anak.

1. Minimnya dialog antara orangtua dan anak

Parenting VOC cenderung satu arah, dengan orangtua sebagai pemberi perintah dan anak sebagai pelaksana. 

Anak jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan, bahkan untuk hal yang menyangkut dirinya sendiri.

“Di era modern ini, anak-anak perlu mendapatkan bimbingan dengan kasih sayang, dialog terbuka,” kata Meity.

Tanpa dialog, anak tidak belajar cara berpendapat atau menyampaikan perasaannya secara sehat.

2. Anak tidak merasa dihargai

Karena hanya dituntut patuh tanpa ruang untuk menyampaikan pandangan, anak bisa tumbuh dengan rasa rendah diri. 

Hal ini dapat berbahaya karena bisa berujung pada hilangnya kepercayaan diri dan ketidakmampuan mengambil keputusan saat dewasa.

“Anak juga perlu mendapat penghargaan terhadap perasaan serta pendapat mereka agar mereka tumbuh menjadi individu yang percaya diri, kritis, dan mandiri,” tambah Meity.

3. Muncul perlawanan terselubung

Anak yang ditekan secara emosional sejak kecil bisa menyimpan perlawanan secara diam-diam. 

Menurut Meity, kondisi tersebut bisa muncul dalam bentuk perilaku pasif-agresif, bohong, atau bahkan membangkang saat usia remaja atau dewasa.

“Pola asuh yang terlalu kaku dan menekan justru berisiko menimbulkan dampak negatif seperti kecemasan, rendah diri, bahkan perlawanan tersembunyi terhadap otoritas,” ungkap dia.

Parenting VOC memang membentuk disiplin dan struktur, namun tidak sejalan dengan kebutuhan anak zaman sekarang yang menuntut dialog, empati, dan penghargaan terhadap kepribadian mereka.

Alih-alih meniru sistem lama yang otoriter, Meity menyarankan orangtua untuk menerapkan pola asuh yang lebih demokratis dan komunikatif agar anak tumbuh sehat secara mental, emosional, dan sosial. 

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!