VOC Parenting vs Gentle Parenting, Mana Pola Asuh yang Lebih Baik untuk Anak?

pengasuhan anak, parenting, VOC parenting, gentle parenting, orangtua, orangtua anak, voc parenting, voc parenting vs gentle parenting, voc parenting adalah, VOC Parenting vs Gentle Parenting, Mana Pola Asuh yang Lebih Baik untuk Anak?, Tarik Ulur dalam Pola Asuh, Tidak Ada Sekolah untuk Menjadi Orang Tua, Tantangan Komunikasi Digital dengan Anak, Modul Pengasuhan untuk Perkuat Keluarga

Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Wamendukbangga) sekaligus Wakil Kepala BKKBN, Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka, menekankan pentingnya keseimbangan dalam pola pengasuhan anak.

Menurutnya, perdebatan antara gentle parenting dan VOC parenting yang ramai di media sosial sebaiknya tidak menjadi fokus utama, melainkan kebutuhan anak lah yang harus menjadi prioritas.

"Yang paling penting untuk orang tua itu kita lihat kebutuhan anaknya apa, tidak sekadar gentle parenting atau VOC, tetapi kita lihat anaknya itu perlu apa," ujar Isyana saat ditemui di Jakarta, Senin (23/6/2025).

Istilah VOC parenting sendiri merujuk pada pola asuh keras dan otoriter, dengan analogi pada gaya kepemimpinan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang kaku dan penuh disiplin.

Sebaliknya, gentle parenting merupakan pendekatan pengasuhan yang lebih empatik, penuh pengertian, dan mengutamakan komunikasi.

Tarik Ulur dalam Pola Asuh

Menurut Isyana, kedua pendekatan tersebut sebenarnya memiliki tempat tersendiri dalam proses tumbuh kembang anak.

Orang tua diminta untuk tidak terpaku pada satu metode, tetapi mampu menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan psikologis anak.

"Ada saat-saat tertentu di mana mereka (anak) akan membutuhkan gentle parenting, ada saat-saat tertentu mereka juga membutuhkan disiplin yang sangat kuat," jelasnya.

Ia mengajak orang tua untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat atau lifelong learner, dengan terus mengasah pengetahuan tentang pola pengasuhan remaja maupun anak-anak, termasuk dengan mengikuti perkembangan modul dan sumber belajar yang kini mudah diakses melalui berbagai platform.

"Bagaimana cara menyeimbangkan keduanya, itu yang kemudian menjadi tugas orang tua untuk terus belajar. Sekarang ini kan ada begitu banyak cara untuk meng-update ilmu pengasuhan, kalau kita mau cari di media sosial juga banyak, termasuk dari Kemendukbangga/BKKBN sekarang juga sudah ada modul pengasuhan remaja yang diperbarui," paparnya.

Tidak Ada Sekolah untuk Menjadi Orang Tua

Isyana menegaskan bahwa tidak ada sekolah resmi untuk menjadi orang tua. Namun, saat seseorang telah memiliki anak, maka tanggung jawab besar pun otomatis menyertainya, termasuk kewajiban untuk memahami karakter unik tiap anak.

"Untuk mengatasi masing-masing perbedaan kepribadian itu, tentu menjadi tanggung jawab orang tua untuk betul-betul mengetahui persis karakter masing-masing anak dan bagaimana cara parenting untuk anak atau remaja itu, agar nantinya bisa berkembang menjadi pribadi yang berkualitas, unggul dan yang paling penting adalah bahagia," jelasnya.

Orang tua diminta menerima bahwa tidak ada anak yang sempurna, sama seperti tidak ada orang tua yang sempurna. Yang utama, kata Isyana, adalah cinta dan penerimaan terhadap karakter anak.

"Yang paling penting bagi orang tua adalah menyayangi anak dengan berbagai karakternya. Pasti setiap anak punya tantangan, tergantung bagaimana kita memaksimalkan keunggulan-keunggulan anak atau remaja, dan bagaimana kita bisa membantu mengatasi kelemahan-kelemahan yang mereka punya," ujar dia.

Tantangan Komunikasi Digital dengan Anak

Dalam kesempatan yang sama, Isyana juga menyinggung pentingnya komunikasi digital antara orang tua dan anak, terutama dalam konteks penggunaan media sosial oleh remaja.

Ia menyambut baik hadirnya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau yang dikenal sebagai PP Tunas. Menurutnya, regulasi ini adalah langkah awal untuk menciptakan ruang digital yang lebih aman bagi anak-anak.

"Kami tentu mendukung peraturan yang sudah dikeluarkan. Kita akan coba gali lagi untuk diterapkan di kementerian kami, termasuk bagaimana orang tua juga harus mengetahui cara berkomunikasi anak di media sosial. Itu tidak mudah karena anak akan punya 1.001 cara untuk menjadi selangkah lebih di depan lagi," katanya.

Oleh karena itu, lanjut Isyana, penting bagi orang tua untuk terus memperbarui pengetahuannya dan memahami dinamika dunia anak saat ini.

"Kalau kita ketinggalan, maka gawai itu yang akan selalu selangkah di depan. Kita harus terus berusaha untuk mengejar dan menyesuaikan supaya kita tidak tertinggal," paparnya.

Modul Pengasuhan untuk Perkuat Keluarga

Untuk mendukung pengasuhan anak dan remaja yang lebih efektif, Kementerian Dukcapil dan BKKBN telah menerbitkan modul bertajuk "1.001 Cinta dan Drama, Dinamika Relasi Orang Tua dan Remaja".

Modul ini menyajikan berbagai panduan pola pengasuhan keluarga yang dapat digunakan oleh orang tua maupun anak remaja untuk memperkuat komunikasi dan membangun relasi yang sehat di dalam rumah tangga.

"Setiap keluarga tentu berbeda-beda, setiap anak, setiap remaja, berbeda-beda, dan yang paling tahu adalah orang tuanya. Jika orang tua tidak memiliki kemampuan itu, maka akan ada langkah-langkah yang perlu dilakukan, misalnya datang mencari bantuan profesional," tuturnya.

SUMBER: Antaranews