Tetap Bertahan meski Diselingkuhi Berulang, Psikolog Ungkap Dampaknya

perselingkuhan, Perselingkuhan, pasangan selingkuh, dampak psikologis diselingkuhi, alasan bertahan saat diselingkuhi, dampak psikologis saat diselingkuhi, dampak psikologis saat pasangan selingkuh, Tetap Bertahan meski Diselingkuhi Berulang, Psikolog Ungkap Dampaknya, 1. Merasa takut, depresi, dan putus asa, 2. Berbahaya untuk keselamatan anak, 1. Berdamai dengan apa yang terjadi, 2. Menulis atau bercerita, 3. Belajar mengikhlaskan, 4. Saling belajar

Memang tidak semua perselingkuhan berujung pada perceraian. Ada yang memilih untuk tetap bertahan dan membangun kembali keluarga kecilnya.

Akan tetapi, memilih untuk bertahan saat diselingkuhi berulang kali oleh suami atau istri dapat berdampak pada kesehatan mental seseorang, terutama pada mereka yang lukanya belum sembuh.

“Kalau enggak pulih, kalau diam saja, tentu terganggu mentalnya. Korban bisa merasa cemas, takut hal serupa bakal terulang lagi,” ungkap psikolog keluarga sekaligus konsultan pranikah yang berpraktik di Semarang, Jawa Tengah, Sukmadiarti, M.Psi., Jumat (25/7/2025).

Dampak psikologis mempertahankan hubungan dengan tukang selingkuh

Menurut Sukmadiarti, ada dua pilihan dalam menangani kasus perselingkuhan, yaitu bertahan dan menderita atau bertahan dan semakin bahagia.

Jika memilih untuk bertahan dan semakin bahagia, mereka perlu memulihkan diri dan belajar untuk kembali saling mengenal, sehingga bisa kembali mengisi satu sama lain.

“Kuncinya ketika ada permasalahan, jalan keluarnya bukan salah satu pihak selingkuh, tapi saling komunikasi dan memahami,” tegas Sukmadiarti.

Ketika memilih untuk bertahan, tetapi tidak saling belajar untuk memperbaiki komunikasi, kesalahan, dan kekurangan, korban bakal semakin menderita.

1. Merasa takut, depresi, dan putus asa

Perasaan takut tidak hanya pada suami atau istri yang bakal kembali berselingkuh, tetapi juga kemungkinan mereka masih berhubungan dengan selingkuhannya yang lama.

“Bilangnya sudah enggak, tapi ternyata di belakang masih berhubungan. Takut tersakiti lagi, merasa depresi, sedih, dan putus asa,” kata Sukmadiarti.

Selain itu, korban perselingkuhan juga bisa merasa kecewa dan malu terhadap kondisinya saat ini. Sebab, ia merasa bahwa ia seharusnya bisa menjalani kehidupan pernikahan yang penuh kebahagiaan.

Akan tetapi karena pelaku dan korban perselingkuhan sama-sama tidak ingin belajar, permasalahan diam di tempat. Perselingkuhan tetap berjalan dan merugikan kedua belah pihak.

Pelaku merugi karena kehilangan kasih sayang yang tulus dari pasangan sahnya, dan berkemungkinan tidak dekat lagi dengan anak-anaknya jika sudah punya keturunan.

Sementara itu, korban merugi karena kesehatan mentalnya semakin memburuk lantaran selalu berada di bawah tekanan batin.

2. Berbahaya untuk keselamatan anak

Jika pasutri sudah memiliki anak, perselingkuhan bisa membahayakan keselamatan sang buah hati. Ayah atau ibu yang tidak bahagia berujung pada anak yang tidak bahagia.

Perasaan yang dipendam karena menjadi korban perselingkuhan bisa dikeluarkan dengan cara dan kepada orang yang salah, seperti sering memarahi anak.

“Namanya kasus perselingkuhan pasti enggak bahagia. Ketika lagi marah dan kecewa, ketika tidak disalurkan ke pihak yang berselingkuh, reaksi emosinya malah disalurkan ke anak, jadi salah tempat,” kata Sukmadiarti.

Misalnya, ibu yang menyalahkan anak karena fisiknya berubah setelah melahirkan. Suami yang tidak memahami kondisi fisik istri bakal merasa bahwa tubuh istrinya buruk setelah melahirkan.

Kemudian, suami berselingkuh dengan perempuan yang fisiknya sesuai dengan keinginannya. Sementara itu, sang istri bisa saja menganggap bahwa anak seharusnya tidak dilahirkan, karena membuat tubuhnya menjadi jelek.

Apa yang bisa dilakukan?

1. Berdamai dengan apa yang terjadi

Apa yang bisa dilakukan agar perselingkuhan tidak terlalu berdampak pada kesehatan mental seseorang adalah berdamai dengan apa yang terjadi.

Jangan menyangkal perselingkuhan yang telah terjadi. Ketika sudah menerima kondisi yang sedang terjadi, salurkan seluruh emosi yang sedang dirasakan, seperti menangis sepuasnya.

2. Menulis atau bercerita

Ketika sudah merasa puas karena telah meluapkan emosi, berceritalah ke orang-orang terpercaya atau menulis di buku.

“Bisa journaling untuk menjaga kesehatan mentalnya, misalnya korban belum punya teman untuk cerita atau takut mau cerita karena respons orang lain bisa lebih reaktif dari kita. Menulis bisa membantu melepaskan emosi,” kata Sukmadiarti.

Setelah menulis apapun yang sedang dirasakan, bakar kertas tersebut supaya bisa menjadi lebih lega.

3. Belajar mengikhlaskan

Kemudian adalah belajar untuk mengikhlaskan perlakuan pasangan agar tidak cemas dan overthinking.

Belajar untuk mengikhlaskan pasangan yang sudah menyelingkuhi kita, bukan berarti kita memaafkan mereka.

Namun, kita memahami bahwa apapun yang dilakukan oleh orang lain sudah berada di luar kontrol kita. Manusia tidak bisa mengontrol sesama, laiknya manusia mengontrol sebuah robot.

Apa yang dilakukan oleh orang lain, dalam hal ini suami atau istri berselingkuh, dilakukan secara sadar oleh orang tersebut.

4. Saling belajar

Ketika sudah siap, korban bisa langsung mengkonfrontasi pasangan yang berselingkuh. Ketika pasangan mengakui kesalahannya dan ingin berubah, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah belajar.

Belajar untuk memperbaiki komunikasi sangatlah penting. Komunikasi yang berjalan dengan baik bisa membuat setiap pasangan kembali saling memahami, jika sebelumnya sering berkonflik dan bermasalah.

“Perlu kita pahami bahwa adanya suatu permasalahan dalam rumah tangga itu sebabnya pasti kedua belah pihak. Hanya saja, poin salahnya adalah mana yang lebih besar. Kalaupun pasangan punya kekurangan, ya jangan selingkuh,” terang Sukmadiarti.

Namun, ketika perselingkuhan terjadi, ini bisa dimanfaatkan sebagai momen untuk saling belajar memperbaiki komunikasi.

Beri tahu apa yang belum diberikan oleh pasangan, yang membuat mereka memutuskan untuk mencari hal tersebut ke pihak di luar hubungan pernikahan.

“Ketika salah satu tidak mau belajar, misalnya tidak mau diajak konseling, diberi tahu (apa yang perlu diperbaiki) belum berubah signifikan, tapi pihak lain mau belajar, maka pihak yang tidak mau belajar akan berubah sikapnya,” terang Sukmadiarti.

Belajar mengatakan apa yang diinginkan

Belajar bukan berarti membaca buku atau mendengarkan podcast motivasi. Namun, dengan sekadar melihat dan memahami sudut pandang satu sama lain, kebutuhan satu sama lain, dan bahasa cinta satu sama lain, perselingkuhan bisa diatasi.

Misalnya,  suami yang berselingkuh karena tidak pernah diapresiasi sekecil apapun oleh istri. Sepanjang menikah, yang diterima adalah keluhan.

Padahal, ternyata istri sering mengapresiasi suami tanpa diketahui, yakni ketika membicarakan suaminya di depan banyak orang. Ia tidak segan untuk menyanjung suaminya, sementara di depan suaminya, ia cenderung lebih diam karena malu.

Menilik kasus tersebut, suami harus belajar untuk mengatakan apa yang diinginkan, dan belajar memahami bahwa sang istri malu untuk mengapresiasinya secara langsung.

Sang istri pun harus belajar untuk mendengarkan atau menanyakan apa yang diinginkan suaminya dan memahaminya, serta belajar bahwa tidak perlu malu untuk mengapresiasi suami secara langsung.

“Ketika yang berselingkuh atau yang menjadi korban selingkuh mau belajar, melihat sudut pandang dan kebutuhan satu sama lain, maka pihak lain akan berubah sikapnya,” tutur Sukmadiarti.

“Tapi kalau salah satu pihak selalu ingin mengubah pasangannya, sementara dia enggak berubah, itu yang bikin sulit,” sambung dia.

Kesimpulannya, ketika suami dan istri sudah sama-sama menyerah karena tidak ada yang ingin saling memahami dan melakukan komunikasi yang lebih terbuka, maka perselingkuhan bakal berujung pada perceraian.