Meninggalkan Pasangan yang Berselingkuh, Haruskah Merasa Bersalah?

selingkuh, perselingkuhan, pasangan berselingkuh, merasa bersalah karena bercerai, perasaan bersalah meninggalkan pasangan, apakah harus meninggalkan pasangan yang berselingkuh, apakah harus merasa bersalah meninggalkan pasangan, Meninggalkan Pasangan yang Berselingkuh, Haruskah Merasa Bersalah?

Beberapa orang merasa bersalah ketika akhirnya memutuskan untuk benar-benar meninggalkan suami atau istrinya, karena sering diselingkuhi.

Banyak yang mengira perasaan bersalah itu untuk pasangan yang berselingkuh. Faktanya tidak demikian.

“Mereka enggak merasa bersalah kepada pasangan karena sudah mengambil keputusan. Mereka merasa bersalahnya itu ke diri sendiri, ke keluarga, dan ke anak kalau sudah punya anak,” jelas psikolog keluarga sekaligus konsultan pranikah yang berpraktik di Semarang, Jawa Tengah, Sukmadiarti, M.Psi., Jumat (25/7/2025).

Merasa bersalah setelah meninggalkan pasangan tukang selingkuh

1. Bersalah kepada diri sendiri

Korban perselingkuhan bisa merasa bersalah kepada diri sendiri, meskipun sudah mempertimbangkan dengan matang keputusannya untuk meninggalkan suami atau istrinya.

Perasaan bersalah bukan karena ia ternyata mampu meninggalkan si tukang selingkuh, tetapi mengapa ia membiarkan diri mengalami hal tersebut.

Seringkali, korban perselingkuhan merasa ada yang kurang pada dirinya yang tidak bisa diperbaiki, sehingga suami atau istrinya berselingkuh.

Padahal, kata Sukmadiarti, kekurangan setiap pasangan bisa diatasi dengan komunikasi terbuka dan saling memahami.

“Perlu kita pahami bahwa adanya suatu permasalahan dalam rumah tangga itu sebabnya pasti kedua belah pihak. Hanya saja, poin salahnya adalah mana yang lebih besar. Kalaupun pasangan punya kekurangan, ya jangan selingkuh,” terang dia.

2. Bersalah kepada keluarga

Selanjutnya adalah perasaan bersalah kepada keluarga sendiri dan keluarga pasangan.

Perasaan ini muncul karena korban khawatir dua keluarga itu bakal dipermalukan dengan status anaknya yang menjanda atau menduda.

“Merasa bersalah karena jadi bikin malu dengan status anaknya yang sudah berpisah,” kata Sukmadiarti.

3. Bersalah ke anak

Anak sering menjadi pertimbangan untuk berpisah ketika suami atau istri berselingkuh. Seringkali, korban perselingkuhan memutuskan untuk mempertahankan hubungan demi anak.

Beberapa pasutri memang ada yang berhasil membangun kembali keluarganya demi anak, dengan pasangan tukang selingkuh yang akhirnya benar-benar menyesal dan bertaubat akan perilakunya.

Namun, ada pula yang akhirnya memutuskan untuk bercerai, karena sudah tidak bisa saling memahami satu sama lain.

“Merasa bersalah ke anak karena tidak bisa menghadirkan keluarga yang utuh,” tutur Sukmadiarti.

Perasaan bersalah juga datang dari kekhawatiran akan kemungkinan anaknya menjadi bahan perundungan, karena orangtuanya bercerai.

Kekhawatiran lainnya adalah anak tumbuh dengan stigma, bahwa ia bakal berselingkuh saat dewasa nanti, karena ayah atau ibunya tukang selingkuh.

Apakah pelaku perselingkuhan juga merasa bersalah?

Ada anggapan bahwa pelaku perselingkuhan tidak merasa bersalah dengan perilakunya, terutama ketika mereka memang sering berselingkuh.

Namun, jangan salah. Suami atau istri yang sering berselingkuh juga bisa merasa bersalah. Ada yang memendamnya dan bertindak seolah-olah mereka cuek dengan statusnya yang sudah bercerai.

Ada pula yang langsung menunjukkan perasaan bersalah ketika pasangannya akhirnya memutuskan untuk berpisah selamanya.

“Kalau pelakunya, jelas dia merasa bersalah. Dia merasa begitu karena tahu sudah melukai perasaan suami atau istrinya, keluarganya, dan anaknya,” pungkas Sukmadiarti.

Apakah bisa rujuk?

Rujuk atau kembali ke suami atau istrinya memang bisa dilakukan, asalkan korban perselingkuhan benar-benar memaafkan dan melihat perubahan dari pelaku perselingkuhan.

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan kembali kepercayaan pasangan yang sudah diselingkuhi berkali-kali. Salah satunya adalah dengan mengubah pola komunikasi.

1. Ubah pola komunikasi

Jika sebelumnya lebih banyak merahasiakan kegiatan di luar rumah, sebaiknya kamu lebih terbuka dengan pasanganmu. Ceritakan apa yang bakal atau telah dilakukan, dan bersama siapa saja.

Lalu, tidak ada salahnya untuk memperkenalkan pasangan ke teman-temanmu untuk menghilangkan rasa curiga yang tertanam karena sering diselingkuhi.

“Ketika berada di luar rumah, lebih komunikatif. Memberi kabar, terbuka lagi di mana, dengan siapa, dan pulangnya bisa lebih awal. Ini merupakan pembuktian, dan menunjukkan bahwa dia sudah berubah,” terang Sukmadiarti.

2. Lebih sabar

Ketika kepercayaannya dikhianati, beberapa individu cenderung terus mengungkit kejadian yang menyakiti hatinya.

Dalam hal perselingkuhan, suami atau istri yang menjadi korban sudah pasti bakal mengungkit masalah itu. Sebagai tukang selingkuh yang taubat, kamu perlu lebih sabar menghadapinya.

“Kalau pasangan yang menjadi korban mau ngungkit-ngungkit masalah perselingkuhan, didengerin, divalidasi, dan dirangkul. Lebih sabar ketika menghadapi mereka yang masih bergejolak,” kata Sukmadiarti.

Namanya perselingkuhan, pasti pasangan yang menjadi korban bakal masih terus mencurigai pasangannya.

Meskipun perselingkuhan sudah terjadi cukup lama, perasaan curiga bakal tetap masih ada, walaupun mungkin tidak terlalu intens seperti ketika pertama kali menjadi korban perselingkuhan.

“Kadang masih curiga, bertanya-tanya, mengungkit. Ini membutuhkan kesabaran dari suami atau istri untuk menerima proses pemulihan pasangannya,” sambung Sukmadiarti.

Cara lainnya adalah membatasi pergaulan dengan lebih selektif terhadap lingkup pertemanan, serta menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarga.

Meskipun pernah berbuat salah, jika pelaku perselingkuhan benar-benar berusaha untuk memperbaiki kesalahannya, pasangan pun bakal memaafkan seiring waktu ketika mereka sudah sepenuhnya pulih dan siap untuk “menerimamu” kembali.