Meski Dapat Abolisi, Tom Lembong Tegaskan Tak Pernah Merasa Bersalah

Kubu mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong menerima abolisi yang diberikan Presiden Prabowo Subianto.
Pengacara Tom Lembong, Ari Yusuf Amir menilai, abolisi adalah keputusan politik yang mengesampingkan proses hukum, bukan bentuk pengakuan bersalah.
"Perlu kami sampaikan bahwa ini bukan soal pengakuan bersalah. Pak Tom sejak awal tidak pernah merasa bersalah karena memang tidak melakukan kesalahan," ujar Ari Yusuf Amir di Rutan Cipinang, Jakarta Timur, Jumat (1/8).
Ari menyebut pihaknya sudah berdiskusi panjang dengan Tom setelah DPR menyetujui usulan abolisi dari presiden.
Ia juga mengatakan saat ini proses administrasi sedang berlangsung agar Keputusan Presiden (Keppres) dapat segera diterbitkan.
"Kami dengar keppres-nya akan keluar hari ini. Harapannya, habis jumatan siang ini Pak Tom sudah bisa keluar dari sini," kata Ari.
Proses pembebasan Tom masih menunggu tindakan dari Kejaksaan Agung sebagai pihak yang menangani perkara.
Menurut Ari, pihak Rutan Cipinang juga menunggu kehadiran jaksa untuk menyelesaikan kelengkapan administrasi.
Dengan adanya pemberian abolisi, maka Ari menyebutkan semua proses hukum kliennya dikesampingkan dan gugur.
"Tapi yang paling penting ini bukan mengakui kesalahan, jadi memang tidak ada kesalahannya Pak Tom dalam posisi ini," ungkapnya.
Adapun abolisi merupakan hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana dan menghentikan proses hukum jika telah dijalankan. Hak abolisi diberikan presiden dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dalam kasus korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015-2016, Tom Lembong divonis pidana empat tahun dan enam bulan penjara setelah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp194,72 miliar.
Perbuatan Tom Lembong telah melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.