Bebas Usai 9 Bulan Dipenjara, Tom Lembong: Saya Masih Sangat Mencintai Republik Ini

Suasana di halaman Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur, pada Jumat (1/8/2025) malam, begitu padat dan penuh emosi.
Puluhan orang berkumpul menanti momen pembebasan Thomas Trikasih Lembong, atau lebih dikenal dengan nama Tom Lembong, setelah menjalani hukuman selama 9 bulan dan 3 hari.
Mantan Menteri Perdagangan ini akhirnya menghirup udara bebas seusai mendapat abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.
Tepat pukul 22.00 WIB, Tom muncul dari balik pintu rutan didampingi sang istri, Franciska Wihardja. Ia menyambut hangat kerumunan yang telah menunggu sejak sore.
Tangan Tom terangkat tinggi, wajahnya menampakkan kelegaan, bahkan mata yang nyaris basah oleh haru.
"Teman-teman, malam ini saya kembali menghirup udara bebas. Saya sekarang kembali ke rumah, kembali dipersatukan dengan keluarga tercinta," kata Tom.
Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong dan istrinya, Franciska Wihardja tersenyum bahagia setelah bebas dari Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur, Jumat (1/8/2025) malam.
Momen Haru di Tengah Sorot Kamera
Dengan mata memerah dan suara bergetar, Tom mengangkat tangannya dan menunjuk pergelangan yang tak lagi diborgol.
Suasana berubah haru ketika ia memberi hormat kepada para pendukung dan awak media yang hadir.
Istrinya, Ciska, tampak tersenyum bahagia, berbeda jauh dari ekspresinya selama persidangan kasus importasi gula di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Tom menyapa semua yang hadir, berputar menghadap ke berbagai arah, seolah ingin menyalami satu per satu.
Ia tahu, malam itu bukan hanya tentang dirinya, tapi tentang harapan dan keteguhan orang-orang yang selama ini memperjuangkannya.
Refleksi di Balik Jeruji Besi
Selama masa tahanan, Tom mengaku banyak merenung. Ia merasa beruntung karena kasusnya menjadi perhatian publik dan terus dikawal oleh berbagai pihak, termasuk tim kuasa hukumnya yang dikomandoi Ari Yusuf Amir.
"Saya tidak akan pernah bisa membalas semua itu selain dengan rasa terima kasih yang mendalam dan dengan komitmen untuk menjadi manusia yang lebih baik dan lebih berguna bagi negeri kita tercinta," ujar Tom.
Ia juga menegaskan bahwa keluarga adalah tiang yang menjaga semangatnya tetap berdiri kokoh. Meski menghadapi tekanan besar, keluarga tidak goyah.
"Keluarga saya, yang menjalani ujian ini dengan diam dan ketegaran yang tidak bisa saya gambarkan dengan kata-kata," ujarnya.
Komitmen untuk Perbaikan Hukum
Kebebasan Tom tidak berarti akhir dari perjalanan. Ia menyatakan ingin memperjuangkan sistem hukum yang lebih adil dan berpihak kepada kebenaran.
Baginya, pengalaman di penjara membukakan mata tentang banyaknya orang yang menghadapi proses hukum tidak adil tanpa sorotan publik dan tanpa perlindungan hukum yang memadai.
"Kemerdekaan saya hari ini menjadi akhir dari cerita, saya ingin ini menjadi awal dan tanggung jawab bersama," kata Tom.
"Saya ingin menyuarakan, mengingatkan, dan bila mungkin membantu agar sistem hukum kita menjadi lebih adil, lebih jernih, dan lebih memihak kepada kebenaran alih-alih pada kepentingan sempit tertentu," lanjutnya.
Before-after Abolisi Prabowo ke Tom Lembong: Dulu Terborgol, Kini Tidak (Repro, Syakirun Niam/Kompas.com)
Cinta yang Tak Pernah Pudar pada Tanah Air
Meski pernah dijerat vonis dan merasakan jeruji, Tom tak kehilangan cintanya pada negeri ini.
Di hadapan simpatisan yang bersorak gembira, ia menegaskan rasa cintanya kepada Indonesia tak pernah pudar.
"Saya masih sangat amat mencintai republik ini," ucapnya tegas.
Tom juga menyampaikan rasa harunya terhadap dukungan masyarakat yang tanpa henti menyuarakan keadilan untuknya.
Ia merasa terinspirasi dan berjanji tidak akan meninggalkan orang-orang yang telah berdiri bersamanya dalam masa sulit.
"Saya sulit mencari kata-kata, sangat terharu, sangat tersentuh, sangat terinspirasi. Ibu bapak adalah teladan bagi saya, ibu bapak adalah inspirasi bagi saya."
"Saya tidak akan meninggalkan ibu bapak karena ibu bapak juga tidak meninggalkan saya," tegasnya.
Pulang dengan Harapan Baru
Setelah menyampaikan pidato singkatnya, Tom menggandeng tangan Ciska yang membawa seikat bunga.
Mereka meninggalkan halaman rutan dengan wajah bahagia.
Malam itu, Tom bukan hanya kembali ke rumah, tetapi juga kembali ke pangkuan harapan—harapan tentang hukum yang adil, masyarakat yang peduli, dan republik yang terus ia cintai.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul .