Anak Terlanjur Kecanduan Konten Meme Anomali, Psikolog Ungkap Cara Mengatasinya

Konten meme anomali yang dikenal memiliki karakter seperti Tung Tung Tung Sahur dan Ballerina Cappuccina kurang cocok untuk ditonton oleh anak-anak.
Selain dampaknya yang membuat anak tidak bisa membedakan fiksi dengan realita, tetapi juga memengaruhi aspek bahasa, daya ingat, dan fokus dalam tahap perkembangan anak.
Ditambah lagi, sebagian besar konten memiliki narasi yang lebih cocok untuk orang dewasa, seperti perselingkuhan, pembunuhan, hal-hal berbau seksual, bahkan penistaan agama.
Lantas, bagaimana jika anak sudah terlanjur kecanduan konten meme anomali?
Cara mengatasi anak kecanduan konten meme anomali
Psikolog klinis anak dan remaja Alida Shally Maulinda, M.Psi. mengatakan, cara mengatasi anak yang terlanjur menonton konten meme anomali dibedakan dari segi frekuensi dan durasi.

“Artinya, seberapa banyak anak menonton ini, dan dari durasi atau seberapa lama dia menonton ini. Kalau frekuensi, apakah sering? Sehari bisa beberapa kali? Kalau durasi, sekali menonton bisa lama sekali,” ujar dia saat dihubungi Kompas.com, Jumat (11/7/2025).
Terlepas dari kategori anak kecanduan konten meme anomali, orangtua harus memerhatikan aturan dan batasan dalam menangani mereka.
Dalam menerapkan aturan dan batasan, ayah dan ibu harus konsisten agar anak bisa mengurangi frekuensi atau durasinya menonton konten meme anomali.
Anak sering menonton konten meme anomali
Untuk anak yang sering menonton konten meme anomali, misalnya frekuensi menontonnya adalah enam sampai tujuh kali dalam sehari, orangtua bisa menuliskan check list di poster atau papan tulis.
Menurut psikolog yang berpraktik di Sentra Pendidikan Khusus Amadeus, Manado, Sulawesi Utara ini, cara tersebut memperlihatkan kepada anak seberapa sering mereka menonton konten meme anomali.
“Supaya terlihat jelas oleh anak, ‘Oh, aku sudah nonton berapa kali ya dalam satu hari’. Kalau sudah tujuh kali, berarti check list-nya ada tujuh,” kata Alida.
Setelah mengetahui frekuensi anak menonton konten meme anomali, orangtua bisa berdiskusi dengan anak untuk menentukan aturan yang perlu disepakati bersama. Misalnya, besok anak boleh nonton tidak lebih dari tujuh kali sehari.
“Kalau bisa kurang dari tujuh, orangtua kasih sesuatu. Nah, sesuatunya ini bisa berupa hadiah yang sesuai dengan kesukaan anak, yang tentunya dengan batasan dari orangtua,” sambung dia.
Jika anak bisa menonton sebanyak enam kali dalam sehari, orangtua bisa memberi satu bintang pada check list anak.
Saat anak sudah mengumpulkan banyak bintang, karena berhasil mengurangi frekuensi menonton konten meme anomali, hadiah baru diberikan.
“Misalnya berupa jajan makanan kesukaan anak, tapi yang tetap memerhatikan kesehatannya, atau pergi ke playground, atau jalan-jalan ke taman pun bisa. Hal-hal sederhana pasti akan jadi hadiah untuk anak ketika mereka menyukai itu,” ucap Alida.
Anak terlalu lama menonton konten meme anomali
Untuk mengatasi anak yang terlalu lama menonton konten meme anomali, caranya juga sama seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Hanya, orangtua perlu menambahkan alarm untuk memberi kesan yang “lebih nyata”.
Misalnya, ketika dalam sekali sesi menonton, anak menonton lebih dari satu jam, orangtua bisa mengatur agar alarm berbunyi setelah satu jam.
Pengurangan selanjutnya dilakukan secara bertahap sampai anak benar-benar berhenti menonton konten meme anomali, misalnya menjadi 55 menit kemudian menjadi 50 menit.
“Tapi disepakati bersama. ‘Kalau bisa 50 menit, nanti mama kasih satu bintang’. Atau buat jadi lebih menantang. Misalnya kalau bisa berkurang menjadi 45 menit, akan dikasih dua bintang. Anak jadi terpacu semangatnya,” kata Alida.
Psikolog yang juga berpraktik secara daring di Sedari.dini ini melanjutkan, saat waktu sudah disepakati, orangtua bisa mengajak anak melihat saat mereka mengatur alarm agar anak melihat bahwa orangtua mengikuti kesepakatan bersama.
Ini juga sekaligus untuk memberi tahu anak, bahwa ketika waktu sudah menunjukkan angka yang telah disepakati, alarm akan berbunyi dan mereka harus langsung berhenti menonton.
Dalam penerapannya, beberapa anak sudah pasti akan melakukan tawar-menawar, misalnya mereka baru akan berhenti satu menit lagi. Bahkan, ada yang langsung marah, menangis, dan berteriak.
“Apa pun yang terjadi, penerapan harus konsisten. Aturan harus ditaati bersama supaya anak tahu batasan yang harus ditaati. Proses supaya anak tidak kecanduan akan berjalan dengan baik ketika semuanya bisa konsisten dengan aturan ini,” terang Alida.