Top 5+ Dampak Anak Terpapar Konten Meme Anomali di TikTok, Overstimulasi Saraf

– Italian brainrot atau meme anomali adalah konten yang terdiri dari sekitar 20 karakter aneh yang diciptakan menggunakan artificial intelligence (AI).
Bentuk para karakter tergolong aneh, sehingga disebut anomali. Sebab, bentuk para karakter merupakan penggabungan antara hewan dengan benda mati, hewan dengan manusia, dan manusia dengan benda mati.
Konten ini dapat dengan mudah diakses, termasuk oleh anak-anak. Bahkan, konten meme anomali tengah digandrungi oleh generasi Alpha yang menontonnya lewat TikTok.
Ilmuwan otak sekaligus Dekan FK UPN Veteran Jakarta Dr. dr. Taufiq Pasiak M.Kes., M.Pd.I. menuturkan, orangtua perlu mewaspadai dampak konten-konten tersebut terhadap anak-anak.
“Bisa jadi, tilikan anak terhadap lingkungan terganggu, karena tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak. Bisa juga imajinasi anak terganggu,” ujar dia kepada Kompas.com, Rabu (14/5/2025).
Dampak meme anomali terhadap anak-anak
1. Overstimulasi
Konten meme anomali bisa membuat anak mengalami overstimulasi saraf. Ini disebabkan oleh video yang diedit menjadi potongan-potongan pendek, dan berubah secara cepat.
Sebab, umumnya video meme anomali menyajikan beberapa potongan gambar dalam satu video yang diedit sedemikian rupa, sehingga setiap potongan hanya ditampilkan beberapa detik saja.
“Misalnya potongan-potongan pendek, cepat, warna-warni, berulang. Ada sistem di otak kita bernama sistem dopaminergik. Ini akan hiperaktif dengan sensasi-sensasi yang sebenarnya ekstrem, ini overstimulasi,” ujar Taufiq.
2. Kurang fokus
Ketika anak terkejut alias terkena efek kejut (shock effect), mereka justru bakal semakin mencarinya karena lebih terhibur dibandingkan dengan menyimak konten konvensional.
Fungsinya adalah untuk memandu manusia dalam mengambil keputusan, merencanakan masa depan, mengontrol diri, serta melihat konsekuensi dan risiko dari suatu tindakan.
“Jadi, kemampuan anak untuk self-control, fokus, dan planning, enggak bagus. Berjumpa dengan konten seperti itu, efek kejutan yang anti-mainstream menyenangkan sekali buat anak. Tapi lama kelamaan, karena (video) begitu cepat berubah, anak tidak terlatih untuk fokus,” papar dia.
3. Gangguan emosi
Sebagai contoh, ada sebuah konten yang menggambarkan “Tung tung tung sahur” memukuli “Ballerina cappuccina”, tetapi sambil tersenyum.
“Anak tidak bisa membedakan ini serius atau bercanda. Dia kehilangan tilikan terhadap realita kalau (ditonton) berulang, ini (kondisi) yang sudah kronis, bukan yang (menonton) sesekali saja,” kata Taufiq.
Ketika anak sudah terlalu sering terpapar dengan konten seperti itu, mereka bakal kesulitan membedakan realita dan meregulasi emosi. Mereka tidak bisa membedakan mana yang serius dan bercanda.
“Saya pernah menonton, ada adegan kekerasan, tapi figur dalam film itu tertawa. Ini kan di luar realita, mengganggu dalam regulasi emosi,” sambung Taufiq.
4. Mengganggu imajinasi
Misalnya konten tentang cara mengikat tali sepatu. Jika anak tidak bisa mengikat tali sepatu, mereka bisa terjatuh saat berjalan atau berlari.
Anak yang menonton bisa mengikut alur cerita, yang mana ini berkaitan dengan kemampuan anak untuk berpikir secara terstruktur alias tidak melompat-lompat.
“Itu (konten meme anomali) kan tidak ada plot, tidak ada sebab dan akibat. Logika anak dirusak. Akibat yang terjadi adalah anak kehilangan kemampuan berpikir, yang disebut dengan metakognisi,” ungkap Taufiq.
"Yang kemudian terjadi adalah cara berpikir yang melompat-lompat, karena anak tidak bisa mendeteksi mana sebab dan mana akibat,” kata dia.
5. Bingung dengan nilai-nilai yang diajarkan
“Misalnya ada tokoh antagonis, tapi lucu. Lalu orang baik, tapi digambarkan dengan wajah yang enggak bagus. Sehingga, hal-hal yang ada di kenyataan beda. Kok orang jahat itu ramah dan baik? Ada suatu kontradiktif,” terang Taufiq.
Misalnya adalah karakter “Tung tung tung sahur” yang digambarkan dengan wajah tersenyum, tetapi memegang tongkat bisbol dan memukuli orang.
Boleh ditonton, tapi sebaiknya dihindari
“Sesekali tidak apa-apa karena itu imajinasi saja, dan harus dipantau orangtua. Orangtua harus proaktif memberi penjelasan bahwa yang ditonton bukanlah dunia yang realistis,” ucap Taufiq.
Pendampingan orangtua juga berkaitan dengan pemilihan konten meme anomali. Sebab, tidak semua konten meme anomali di TikTok memiliki visualisasi dan narasi yang buruk.
Ada konten karakter “tung tung tung sahur” yang sekadar menari, meskipun sebagian besar konten meme anomali lebih cocok ditonton oleh orang dewasa.
Meski tidak melarangnya, Taufiq lebih menganjurkan agar orangtua mengarahkan anak untuk tidak menonton video-video pendek, seperti video apapun yang ada di media sosial TikTok.