Belajar dari Film SORE, Psikolog Ungkap Cinta yang Sehat Saling Tumbuh Bukan Memaksa

film sore istri dari masa depan, film Sore, belajar dari film sore, cinta yang sehat menurut psikolog, hubungan yang sehat menurut psikolog, Belajar dari Film SORE, Psikolog Ungkap Cinta yang Sehat Saling Tumbuh Bukan Memaksa, Cinta bukan soal mengubah, tapi mendukung, Perubahan biasanya terjadi setelah "wake-up call", Menjaga kesehatan sebagai bentuk cinta, Tanda keinginan mengubah pasangan bisa jadi toksik, Cinta yang sehat itu saling tumbuh, bukan saling memaksa

Film Sore: Istri dari Masa Depan menggambarkan dinamika hubungan yang emosional, termasuk dorongan untuk menyelamatkan atau mengubah pasangan. Namun, apakah cinta memang selalu harus seperti itu?

Menurut Psikolog Klinis Yustinus Joko Dwi Nugroho, M.Psi., ada sejumlah alasan mengapa seseorang merasa bertanggung jawab untuk mengubah pasangannya.

Namun, ia juga menekankan bahwa cinta yang sehat justru tidak berangkat dari paksaan, melainkan saling menginspirasi.

Mengapa kita ingin mengubah pasangan?

Psikolog Joko menjelaskan, dorongan untuk menyelamatkan atau mengubah pasangan bisa terbentuk dari masa lalu.

Misalnya, jika seseorang sejak kecil terbiasa melihat orang tuanya berkorban demi pasangannya, ia bisa meniru pola tersebut dalam hubungan dewasa.

“Pola seperti itu terbentuk dari masa lalu, di mana cinta dikaitkan dengan pengorbanan atau penyelamatan,” ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (6/8/2025).

Selain itu, ketergantungan emosional juga bisa menjadi penyebab.

Seseorang mungkin merasa harga dirinya bergantung pada keberhasilan membantu atau menyembuhkan pasangannya.

film sore istri dari masa depan, film Sore, belajar dari film sore, cinta yang sehat menurut psikolog, hubungan yang sehat menurut psikolog, Belajar dari Film SORE, Psikolog Ungkap Cinta yang Sehat Saling Tumbuh Bukan Memaksa, Cinta bukan soal mengubah, tapi mendukung, Perubahan biasanya terjadi setelah "wake-up call", Menjaga kesehatan sebagai bentuk cinta, Tanda keinginan mengubah pasangan bisa jadi toksik, Cinta yang sehat itu saling tumbuh, bukan saling memaksa

Film SORE mengajak kita refleksi, benarkah cinta harus selalu diiringi keinginan mengubah pasangan? Ini penjelasan psikolog.

Ia merasa lebih penting ketika dibutuhkan.

Psikolog Joko juga menyoroti peran media dalam membentuk narasi cinta.

Banyak film menggambarkan cinta sebagai proses mengubah pasangan menjadi lebih baik.

Bila tidak dipahami secara objektif, hal ini bisa menanamkan keyakinan keliru bahwa mencintai artinya menyelamatkan.

“Kalau tidak bisa menyelamatkan, merasa bersalah. Padahal tidak semua orang bisa kita selamatkan 100 persen,” ujarnya.

Proyeksi dan idealisasi juga sering terjadi. Seseorang melihat potensi dalam pasangannya, lalu merasa harus membentuknya menjadi versi ideal yang ia bayangkan, bukan menerima pasangan apa adanya.

Cinta bukan soal mengubah, tapi mendukung

Dalam hubungan yang sehat, menurut Psikolog Joko, cinta bukan tentang mengubah karakter pasangan.

“Ada titik tertentu di mana kita tidak bisa mengubah pasangan kita. Karakter itu sudah ‘given’,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa cinta adalah soal saling mendukung dan menginspirasi pertumbuhan, bukan memaksakan perubahan.

Jika perubahan terjadi, itu sebaiknya datang dari kesadaran si pasangan, bukan dari tekanan pihak lain.

“Kalau memaksakan perubahan, malah membuat orang jadi tidak nyaman. Perubahan positif dimulai dari motivasi internal, bukan eksternal,” tambahnya.

Misalnya, jika pasangan merokok, daripada melarang secara langsung, lebih baik mengajak berdiskusi tentang risiko dan memberikan alternatif aktivitas pengganti.

Dengan pendekatan suportif, pasangan bisa termotivasi untuk berubah dari dalam dirinya sendiri.

film sore istri dari masa depan, film Sore, belajar dari film sore, cinta yang sehat menurut psikolog, hubungan yang sehat menurut psikolog, Belajar dari Film SORE, Psikolog Ungkap Cinta yang Sehat Saling Tumbuh Bukan Memaksa, Cinta bukan soal mengubah, tapi mendukung, Perubahan biasanya terjadi setelah "wake-up call", Menjaga kesehatan sebagai bentuk cinta, Tanda keinginan mengubah pasangan bisa jadi toksik, Cinta yang sehat itu saling tumbuh, bukan saling memaksa

Film SORE mengajak kita refleksi, benarkah cinta harus selalu diiringi keinginan mengubah pasangan? Ini penjelasan psikolog.

Perubahan biasanya terjadi setelah "wake-up call"

Psikolog Joko menjelaskan bahwa secara psikologis, manusia memang cenderung sulit mengubah kebiasaan.

Ini karena otak memilih jalur yang lebih nyaman dan hemat energi.

Namun, perubahan sering terjadi setelah seseorang mengalami kejadian besar atau ancaman nyata.

“Ada hal-hal tertentu yang jadi wake-up call. Dalam keadaan terdesak, orang baru menyadari bahwa mereka harus keluar dari zona nyaman,” ujarnya.

Ia merujuk pada model transtheoretical stages of change yang menunjukkan bahwa banyak orang berada di tahap pre-contemplation, belum menyadari perlunya perubahan, hingga akhirnya dihadapkan pada kehilangan atau bahaya nyata.

Menjaga kesehatan sebagai bentuk cinta

Kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan juga bisa tumbuh saat seseorang menyadari dampaknya bagi orang lain.

Menurut Psikolog Joko, kesehatan bukan hanya urusan pribadi, melainkan juga tanggung jawab emosional terhadap orang-orang terdekat.

“Kita ini nggak hidup sendiri. Kalau kita sakit, orang-orang di sekitar kita juga ikut merasakan dampaknya. Maka, menjaga kesehatan itu juga bentuk cinta dan empati,” ucapnya.

Orang yang merasa dirinya berarti bagi orang lain biasanya lebih termotivasi untuk menjaga diri.

Ia tidak ingin membuat orang lain kerepotan, termasuk pasangan atau keluarga.

Tanda keinginan mengubah pasangan bisa jadi toksik

Yustinus mengingatkan, ada tanda-tanda ketika keinginan mengubah pasangan justru menjurus pada hubungan yang tidak sehat.

Misalnya, pasangan merasa tidak cukup baik apa adanya, sering dikritik, dibandingkan, atau diminta menjadi versi ideal.

“Kalau terus dibanding-bandingkan, itu jadi alarm,” katanya.

Hubungan juga bisa menjadi timpang ketika salah satu pihak dominan dalam pengambilan keputusan, atau muncul tekanan emosional seperti, “kalau kamu cinta aku, kamu harus berubah.”

Ancaman halus yang memaksa juga perlu diwaspadai.

Dalam jangka panjang, pasangan bisa kehilangan jati dirinya karena merasa harus terus memenuhi ekspektasi yang bukan berasal dari dirinya sendiri.

“Dia bukan jadi dirinya sendiri, tapi jadi seperti yang kamu minta. Akhirnya kehilangan identitas,” ujarnya.

Ketika satu pihak memaksa mengubah dan pihak lain menolak, konflik bisa terjadi.

Bahkan bisa muncul pemberontakan emosional.

“Saya nggak suka kamu mengatur-atur saya seperti ini,” ujarnya mencontohkan.

Cinta yang sehat itu saling tumbuh, bukan saling memaksa

Menutup pernyataannya, Psikolog menyampaikan bahwa hubungan yang sehat bukan tentang memaksakan perubahan, melainkan tumbuh bersama.

“Hubungan yang sehat itu tempat untuk membersama, saling membentuk, bukan saling memaksakan ego,” ujarnya.

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!