Pendaki Wajib Tahu, Ini Gejala Hipotermia dan Cara Mengatasinya

Cuaca ekstrem di kawasan pegunungan kerap menjadi tantangan besar bagi para pendaki. Salah satu risiko paling serius yang bisa terjadi adalah hipotermia, yakni kondisi ketika suhu tubuh turun drastis di bawah batas normal akibat paparan suhu dingin secara terus-menerus.
Belum lama ini, insiden hipotermia menimpa empat pendaki di Gunung Sibayak, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Kejadian ini menjadi pengingat penting bahwa persiapan fisik dan pengetahuan tentang pertolongan pertama sangat dibutuhkan dalam aktivitas alam bebas.
"Yang sudah tidak sadar itu satu perempuan. Kalau yang tiga masih sadar, cuma sudah tampak gejala hipotermia,” ujar Rocky Sinurat, ranger Gunung Sibayak, Senin (21/7/2025).
Ilustrasi hipotermia. Waspadai risiko hipotermia saat mendaki gunung dengan cuaca ekstrem, kenali gejalanya dan langkah-langkah pertolongan pertama yang tepat.
Apa Gejala Hipotermia?
Menurut dr. Faisal Parlindungan, Sp.PD, dokter spesialis penyakit dalam dari RS Universitas Indonesia (RSUI), gejala hipotermia berbeda-beda tergantung tingkat keparahannya. Secara umum, hipotermia terbagi dalam tiga tahap: ringan, sedang, dan berat.
“Pada hipotermia ringan, suhu tubuh berada di kisaran 32 hingga 35 derajat Celcius. Penderitanya biasanya menggigil, kulit pucat dan dingin, bicara melambat, serta denyut jantung dan napas sedikit meningkat,” ujarnya seperti dikutip dari Antara, Selasa (22/7/2025).
Penderita juga bisa mengalami kebingungan ringan dan kesulitan berkonsentrasi. Jika tidak segera ditangani, hipotermia bisa memburuk.
Pada kondisi hipotermia sedang (suhu tubuh 28–32°C), menggigil bisa mulai berkurang atau bahkan berhenti sama sekali karena tubuh kehilangan kemampuan menghasilkan panas.
“Denyut nadi dan napas mulai melambat, otot melemah, dan koordinasi tubuh memburuk. Penderita bisa sulit berjalan, tampak disorientasi, bahkan bisa mulai berperilaku aneh seperti melepas pakaian walau sedang kedinginan,” kata dia.
Sedangkan pada hipotermia berat (suhu tubuh di bawah 28°C), kondisi menjadi sangat kritis.
“Penderita bisa tidak sadar, napas dan detak jantung sangat pelan atau bahkan sulit terdeteksi. Pupil juga bisa melebar dan tidak merespons cahaya,” ujar Faisal.
Bagaimana Cara Mengatasi Hipotermia?
Penanganan cepat sangat penting dalam menghadapi hipotermia, seperti yang dilakukan oleh tim ranger Gunung Sibayak. Korban langsung dipindahkan dari lokasi terbuka menuju tempat yang lebih aman dan hangat.
“Untuk yang sudah tidak sadar, langsung kita bawa ke Puskesmas terdekat untuk mendapatkan penanganan,” kata Rocky.
Faisal menyampaikan bahwa langkah pertama dalam penanganan hipotermia adalah memindahkan korban ke tempat yang terlindung dari angin atau hujan.
“Jika ada tenda, segera masukkan orang tersebut ke dalamnya. Kalau tidak ada, buat pelindung dari tas atau barang lain untuk menahan angin,” jelasnya.
Jika pakaian korban basah, sebaiknya segera diganti dengan yang kering.
“Kalau tidak ada baju kering, bungkus tubuhnya dengan jaket atau sleeping bag. Tujuannya untuk menahan panas tubuh agar tidak terus keluar,” ujarnya.
langkah lain yang disarankan antara lain:
- Gunakan selimut darurat (emergency blanket) jika tersedia.
- Letakkan botol air hangat di area tubuh seperti ketiak, leher, dan selangkangan, tempat di mana pembuluh darah besar berada, untuk membantu memulihkan suhu tubuh.
- Berikan minuman hangat non-alkohol misalnya teh manis atau cokelat panas jika korban masih sadar. Makanan tinggi kalori seperti cokelat atau kacang juga bisa diberikan untuk membantu tubuh menghasilkan panas.
- Setelah itu, penting untuk memantau suhu tubuh dan tanda vital seperti denyut jantung, tekanan darah, dan napas.
- Jika korban tidak sadar atau tidak bernapas dengan baik, resusitasi jantung dan paru-paru (RJP) perlu segera dilakukan, sambil menunggu pertolongan medis profesional. (KOMPAS.com/Hendri Setiawan, Eris Eka Jaya)