Usai Tragedi Juliana Marins, Pendaki Rinjani Bakal Wajib Pakai Gelang RFID, Apa Itu?

Tragedi yang menimpa pendaki asal Brasil, Juliana Marins, di Gunung Rinjani mendorong Kementerian Kehutanan untuk melakukan evaluasi total terhadap sistem keselamatan pendakian.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyatakan perlunya perbaikan serius dalam pengelolaan Taman Nasional, termasuk mempercepat penerapan gelang pelacak berbasis RFID (Radio Frequency Identification).
“Saya ingin ada perbaikan di Taman Nasional. Kita harus hati-hati sekali tentang pengelolaan Taman Nasional untuk pendakian,” ujar Raja Antoni dalam siaran pers, Rabu (2/7/2025).
Menhut turut mengundang sejumlah pihak yang terlibat langsung dalam proses evakuasi Juliana. Mereka antara lain Abdul Haris Agam dan Herna Hadi Prasetyo dari Rinjani Squad, Mustiadi dari EMHC, serta Samsul Padli dari Unit SAR Lombok Timur.
Kehadiran mereka menjadi bagian penting dalam evaluasi, karena pengalaman langsung di lapangan dianggap vital untuk merumuskan kebijakan keselamatan ke depan.
Gelang RFID yang wajib digunakan pendaki Gunung Merbabu.
Apa itu RFID dan bagaimana cara kerjanya?
RFID atau Radio Frequency Identification adalah sistem pelacakan yang memungkinkan pemantauan posisi pendaki secara real-time melalui gelang khusus.
Teknologi ini telah diterapkan di Gunung Merbabu dan kini direncanakan segera digunakan di jalur pendakian Gunung Rinjani.
“Terkait dengan rencana gelang RFID harus segera diimplementasikan,” kata Menhut.
Sistem ini diharapkan dapat membantu pengawasan dan mempercepat respons dalam keadaan darurat.
Sebelumnya, tragedi Juliana Marins menimbulkan kekhawatiran tentang lemahnya sistem keselamatan di jalur pendakian. Menteri Kehutanan menilai perlunya parameter keselamatan yang dirumuskan secara jelas dan berbasis pengalaman para petugas lapangan.
“Penting bagi kita untuk mendefinisikan safety first ini seperti apa measurement-nya. Ini dapat diperoleh dengan prinsip teori partisipatif melibatkan orang-orang yang memang berada di lapangan,” tutur Raja Antoni.
Juliana Marins jatuh di Gunung Rinjani, NTB, pada Sabtu (21/6/2025).
Bagaimana kronologi jatuhnya Juliana?
Menurut pengakuan Ali Musthofa, pemandu yang mendampingi Juliana, pada Sabtu (21/6/2025) ia menyarankan korban untuk beristirahat karena terlihat kelelahan saat menuju puncak. Sementara itu, ia dan rombongan berjalan lebih dulu selama tiga menit.
“Sebenarnya saya tidak meninggalkannya (Juliana), tetapi saya menunggu tiga menit lebih dulu,” kata Ali Musthofa, dikutip dari laman media Brasil, Oglobo.globo, Minggu (27/6/2025).
Setelah Juliana tidak kunjung menyusul, Musthofa kembali ke lokasi istirahat, namun tidak menemukannya.
“Setelah sekitar 15 atau 30 menit, Juliana tidak muncul. Saya mencarinya di tempat peristirahatan terakhir, tetapi saya tidak menemukannya. Saya bilang saya akan menunggunya lebih dulu, saya menyuruhnya untuk beristirahat,” imbuhnya.
Ia kemudian melihat cahaya senter dari jurang sedalam sekitar 150 meter dan mendengar suara minta tolong.
“Saya sadar ketika saya melihat cahaya senter di jurang sedalam sekitar 150 meter dan mendengar suara Juliana meminta pertolongan. Saya bilang saya akan menolongnya,” tutur Musthofa.
Juliana diketahui terjatuh ke jurang sedalam sekitar 600 meter. Berdasarkan hasil autopsi dari RSUD Bali Mandara, ia mengalami luka-luka berat di dada, punggung, dan paha.
“Kemudian kita juga menemukan adanya patah-patah tulang. Terutama di daerah dada, bagian belakang, juga tulang punggung dan paha,” ujar dr. Ida Bagus Putu Alit, dokter forensik yang menangani jenazah Juliana.
Menurut dr. Alit, korban diperkirakan meninggal dalam waktu maksimal 20 menit setelah jatuh akibat pendarahan hebat.
“Penyebab kematiannya adalah karena kekerasan tumpul, jadi untuk sementara adalah kekerasan tumpul yang menyebabkan patah tulang dan kerusakan organ dalam serta pendarahan,” katanya.