Hasil Otopsi Ungkap Juliana Marins Masih Hidup 32 Jam Usai Terjatuh di Gunung Rinjani

Hasil otopsi kedua atas jenazah Juliana Marins, pendaki asal Brasil berusia 26 tahun yang tewas saat mendaki Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengungkapkan fakta mencengangkan. Juliana disebut masih hidup selama 32 jam setelah terjatuh pertama kali di kawasan pendakian Rinjani.
Fakta ini disampaikan oleh pihak keluarga bersama sejumlah ahli forensik dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat (11/7/2025) sore waktu Brasil.
“Juliana baru meninggal setelah terjatuh untuk kedua kalinya di jalur pendakian. Ia masih bertahan hidup selama 32 jam setelah jatuh pertama,” ungkap Mariana Marins, kakak kandung korban, seperti dikutip dari media Brasil, G1 Globo.
Jatuh Dua Kali dan Luka Fatal
Menurut keterangan Reginaldo Franklin, ahli forensik dari Kepolisian Sipil Brasil, Juliana diduga mengalami dua kali insiden jatuh. Ia pertama kali terpeleset sejauh 220 meter, termasuk 61 meter melalui dinding batu curam.
Setelah itu, ia mengalami benturan fatal di kepala saat jatuh kedua kalinya pada Jumat (20/6/2025).

“Juliana awalnya jatuh sejauh 220 meter, termasuk terpeleset 61 meter di dinding batu curam,” ujar Franklin.
Mariana menambahkan, area yang menjadi lokasi jatuhnya Juliana terdiri dari bebatuan dan pasir yang terjal, menghubungkan titik awal pendakian menuju lokasi korban ditemukan.
Otopsi juga mengungkap bahwa kematian Juliana diperkirakan terjadi pada 22 Juni 2025 pukul 12.15 waktu Brasil, berdasarkan temuan biologis berupa larva di kulit kepala.
“Tanggal 22, tengah hari, ditambah 15 menit: itulah waktu kematian Juliana Marins. Dia bertahan sekitar 32 jam setelah jatuh pertama,” kata Franklin.
Nelson Massini, seorang ahli forensik swasta yang ikut dalam proses otopsi kedua, menyebut bahwa korban telah mengalami cedera paha sejak terjatuh pertama kali.
“Itu adalah kematian yang agonis, hemoragik, dan menyakitkan,” ujar Massini.
Cedera Berat dan Tidak Mampu Bergerak
Otopsi mengungkap penyebab kematian Juliana Marins adalah trauma berat akibat jatuh dari ketinggian, yang menyebabkan pendarahan internal, cedera poliviseral, dan politrauma akibat benturan energi tinggi.
Juliana sempat bertahan hidup selama 10 hingga 15 menit setelah jatuh terakhir, namun dalam kondisi tidak mampu bergerak.
Radiologi menunjukkan adanya fraktur pada tulang rusuk, paha, dan panggul. Tulang panggul patah disertai dengan pendarahan masif, dan salah satu tulang rusuknya menusuk pleura hingga merusak paru-paru.
Ia juga mengalami memar di tengkorak yang menyebabkan pendarahan otak, luka di dahi, dan patah tulang paha.
“Dia mengalami luka parah yang membuatnya tidak bisa bergerak sebelum akhirnya meninggal,” jelas Franklin.
Mariana Marins mengungkap bahwa foto terakhir Juliana saat masih hidup diambil oleh drone pada Sabtu (21/6/2025) pukul 06.59 Wita.
Sekitar pukul 07.51 Wita, seorang turis asal Spanyol sempat melihat Juliana masih hidup dan berteriak minta tolong.
Namun, proses evakuasi yang lambat membuat keluarga kecewa. “Basarnas baru bisa turun hingga 150 meter dari tebing, padahal Juliana berada di kedalaman 220 meter. Dengan keterbatasan alat, mereka tidak dapat menjangkaunya,” ujar Mariana.
Keluarga Tidak Terima Diberitahu Lewat Media
Keluarga Juliana Marins kembali menuntut kejelasan atas insiden ini. Mereka menyayangkan bahwa hasil otopsi kedua yang dilakukan di Brasil justru pertama kali mereka ketahui dari pemberitaan media, bukan dari otoritas resmi.
“Keluarga tidak menerima apa pun,” tegas Mariana kepada Globo.
Sebelumnya, jenazah Juliana telah diotopsi di RS Bali Mandara, Denpasar, namun keluarga mengaku belum mendapatkan informasi lengkap soal penyebab dan waktu kematian.
Karena itu, otopsi ulang dilakukan di Institut Medis Legal (IML) Afranio Peixoto di Rio de Janeiro pada Selasa (1/7/2025). Pemeriksaan ini berada di bawah pengawasan perwakilan keluarga dan ahli dari Kepolisian Federal Brasil.
Keluarga bahkan menunda proses kremasi jenazah untuk berjaga-jaga jika diperlukan pemeriksaan lanjutan.
Polisi Brasil Bantah Bocorkan Hasil Otopsi
Terkait informasi yang bocor ke media, Kepolisian Sipil Brasil membantah telah menyebarkan hasil otopsi sebelum diserahkan ke keluarga.
“Seorang perwakilan dari pihak keluarga turut hadir dalam otopsi dan pertemuan pada Selasa untuk membahas hasil akhir, serta telah mengetahui semua kesimpulan,” demikian pernyataan resmi kepolisian.
Meski begitu, Mariana menyebut bahwa keluarga baru dijadwalkan menerima hasil resmi pada Jumat (11/7/2025).
Juliana dilaporkan jatuh pada Jumat (21/6/2025) saat mendaki Gunung Rinjani. Saksi mata menyebut korban masih hidup setelah jatuh, namun bantuan medis baru tiba hampir 90 jam kemudian, membuat keluarga menilai ada kelalaian dalam proses penyelamatan.
Evakuasi jenazah selesai pada Rabu (25/6/2025), dibantu sukarelawan dan tim SAR. Cuaca ekstrem dan keterbatasan alat disebut sebagai kendala utama.
Untuk proses pemulangan jenazah ke Brasil, tubuh Juliana harus dibalsem lebih dulu. Jenazah diterbangkan dari Indonesia menggunakan maskapai Emirates ke São Paulo, lalu dilanjutkan oleh Angkatan Udara Brasil (FAB) menuju Rio de Janeiro.
Franklin menjelaskan bahwa pemeriksaan dilakukan dengan radiologi untuk mendeteksi fraktur tulang rusuk, paha, dan panggul.