Otopsi Psikologis Ungkap Beban Emosional Diplomat ADP Sebelum Meninggal

Kematian ADP (39), seorang diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu) yang ditemukan tewas di kamar indekos di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, menyisakan duka dan pertanyaan besar.
Kepala ADP ditemukan terlilit lakban kuning, sementara tubuhnya tertutup selimut biru. Polisi menyimpulkan tidak ada keterlibatan orang lain dalam kasus ini, namun belum menutup kemungkinan adanya unsur pidana.
Untuk mengungkap sisi psikologis di balik peristiwa ini, Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) membentuk tim yang terdiri dari tujuh psikolog berpengalaman.
Mereka melakukan proses otopsi psikologis, yaitu evaluasi mendalam terhadap kondisi psikologis individu yang telah meninggal, dengan menelusuri dinamika psikososial yang mungkin berkontribusi terhadap kematiannya.
Apa Temuan Utama Apsifor Himpsi?
Menurut Nathanael E. J. Sumampouw dari Apsifor Himpsi, ADP dikenal sebagai sosok positif, bertanggung jawab, dan suportif terhadap rekan kerja.
Ia adalah pribadi yang pekerja keras, dapat diandalkan, dan peduli terhadap lingkungan sekitar.
Namun di balik karakter tersebut, ADP menyimpan emosi negatif yang kuat, terutama ketika menghadapi tekanan tinggi.
"Sebagai sosok yang selalu menampilkan kualitas diri, almarhum cenderung menyimpan emosi dan tidak menunjukkannya ke orang lain," kata Nathanael.
Emosi negatif tersebut dipendam, dan tekanan yang dialami dihayati secara mendalam, hingga memengaruhi cara pandang terhadap diri, lingkungan, dan masa depan.
Apsifor Himpsi juga menemukan bahwa ADP pernah mengakses layanan kesehatan mental secara daring, pertama kali tercatat pada tahun 2013 dan terakhir pada 2021.
Riwayat ini menunjukkan bahwa almarhum menyadari adanya kebutuhan untuk mendapat dukungan psikologis, meski belum sepenuhnya terbuka terhadap orang terdekat.
Kasus Kematian Diplomat Kemlu: Kriminolog UI sebut arah lakban bisa jadi salah satu kunci penyebab kematian Diplomat Muda Kemlu.
Bagaimana Tugas ADP Mempengaruhi Kondisi Psikologisnya?
Dalam masa akhir kariernya, ADP bertugas memberikan perlindungan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri.
Peran ini membutuhkan empati tinggi, sensitivitas sosial, dan ketahanan emosional. Menurut Apsifor Himpsi, peran ADP sebagai pelindung dan penyelamat membuatnya terpapar pada penderitaan dan trauma, yang dapat memicu kelelahan mental (burnout) dan compassion fatigue.
Meski menghadapi tekanan berat, ADP tetap menekan dan menyembunyikan perasaannya. Ia mengalami kesulitan untuk mengelola kondisi psikologis secara adaptif, dan ini menjadi hambatan untuk mengakses bantuan dari orang lain atau profesional.
Apakah Ada Faktor Pemicu Khusus di Akhir Hidupnya?
Dari analisis tim psikolog, tekanan yang dialami ADP terus mengakumulasi dan memengaruhi cara dia memaknai dirinya serta tantangan hidupnya.
Pada akhirnya, cara pandangnya terhadap kehidupan turut memengaruhi proses pengambilan keputusan terkait kematian.
Namun, Nathanael menegaskan bahwa kondisi psikologis tidak bisa disederhanakan hanya dari satu faktor.
“Kami menegaskan, kondisi psikologis individu tidak dapat disederhanakan hanya dari satu aspek kehidupan. Melainkan kita perlu memahami hasil interaksi dari berbagai faktor,” kata Nathanael dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Selasa (29/7/2025).
Apsifor Himpsi mengajak masyarakat untuk tidak berspekulasi atau menyebarkan komentar yang menyakitkan di media sosial.
“Mari kedepankan upaya mendukung kesejahteraan psikologis keluarga, sahabat, serta rekan-rekan almarhum,” ajak Nathanael.
Bagaimana Hasil Investigasi Kepolisian?
Polda Metro Jaya menyimpulkan bahwa ADP meninggal akibat gangguan pertukaran oksigen di saluran napas, yang menyebabkan kematian karena lemas.
Sidik jari ADP ditemukan di permukaan lakban yang membungkus kepalanya. Polisi juga menyita barang bukti seperti gulungan lakban, kantong plastik, dompet, dan obat-obatan dari tempat kejadian perkara.
Meskipun tidak ditemukan tanda keterlibatan orang lain, polisi belum menutup penyelidikan kasus ini sepenuhnya.
Bila Anda Butuh Bantuan, Ke Mana Harus Pergi?
Bunuh diri bisa terjadi saat seseorang merasa tidak memiliki jalan keluar dan tidak mendapat dukungan. Jika Anda atau orang di sekitar Anda sedang mengalami krisis, jangan ragu mencari pertolongan. Layanan konseling tersedia dan bisa membantu Anda menghadapi masa sulit. Anda tidak sendiri.
Untuk informasi dan layanan konseling psikolog/psikiater, silakan kunjungi situs Into the Light Indonesia:
https://www.intothelightid.org/tentang-bunuh-diri/layanan-konseling-psikolog-psikiater.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "".