Top 72+ Siswa SMAN 5 Bengkulu Diberhentikan Setelah Sebulan Belajar Usai Dapodik Bermasalah, Begini Modusnya

Kasus pemberhentian 72 siswa di SMA Negeri 5 Kota Bengkulu menimbulkan gejolak di kalangan orang tua murid dan masyarakat.
Para siswa tersebut sebelumnya sudah menjalani proses belajar selama satu bulan, namun kemudian diberhentikan dengan alasan tidak terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Padahal, SMAN 5 dikenal sebagai salah satu sekolah favorit di Bengkulu.
Menurut Kepala SMA Negeri 5 Bengkulu, Bihan, permasalahan muncul karena adanya siswa yang tidak memiliki Dapodik.
Ia menegaskan bahwa penerimaan siswa baru di sekolahnya berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) serta Peraturan Gubernur (Pergub).
"Kami bekerja berdasarkan itu untuk seleksi siswa baru," ujarnya.
Bihan juga mengaku baru mengetahui adanya kelebihan jumlah siswa saat dirinya kembali dari sakit.
"Seharusnya satu kelas hanya diisi 36 murid, namun faktanya menjadi 43 siswa. Dari situ saya menemukan ada puluhan siswa yang tidak memiliki Dapodik," jelasnya.
Apakah ada praktik titipan dan manipulasi dalam penerimaan?
Beberapa orang tua murid mengungkapkan adanya praktik tidak sehat dalam proses penerimaan siswa.
Seorang wali murid berinisial HS mengaku pernah memindahkan Kartu Keluarga (KK) ke alamat dekat SMAN 5 agar anaknya bisa masuk melalui jalur domisili.
"Setahun sebelum anak saya lulus SMP, saya sudah memindahkan KK ke alamat SMA Negeri 5. Modus pindah KK ini memang banyak terjadi," ungkapnya.
Selain itu, HS juga menyinggung adanya praktik menitipkan anak pada orang yang dianggap berpengaruh.
"Apakah itu berpengaruh atau tidak, itu soal lain. Namun nyatanya, beberapa rekan saya berhasil," tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa pengondisian nilai di tingkat SMP kerap dilakukan agar anak lebih mudah diterima di sekolah favorit.
Wali murid lainnya, PJ, menyebut adanya isu penggunaan uang dalam proses penerimaan siswa.
"Saya sempat mendengar ada yang menggunakan uang, tetapi tidak bisa dipastikan apakah itu ulah oknum calo atau memang tarif tidak tertulis yang dipatok," katanya.
Meski demikian, Kepala SMAN 5, Bihan, membantah keras adanya praktik titipan maupun penggunaan uang.
"Saya tidak tahu jika ada permainan uang," tegasnya.
Bagaimana dampak sosial bagi keluarga siswa?
Kasus ini menimbulkan trauma bagi banyak keluarga. Seorang ibu rumah tangga berinisial PE bercerita bahwa anaknya kecewa berat karena gagal masuk SMAN 5 akibat faktor domisili.
"Anak saya sudah enam bulan merengek dan menangis minta dipindahkan, tetapi saya pelan-pelan memberi pengertian bahwa tidak baik mengambil hak yang bukan hak kita," ungkapnya.
Ia menilai sistem pendidikan yang tidak profesional bisa menjadi contoh buruk bagi generasi muda.
"Jika orangtua merestui tindakan menyogok atau mengambil hak orang lain, maka anak-anak itu akan tumbuh menjadi koruptor," tegasnya.
Bagaimana respons DPRD dan pemerintah daerah?
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, Usin Abdisyah Sembiring, menegaskan perlunya perubahan paradigma orang tua.
"Orang tua harus mengubah pola pikir, jangan menganggap bahwa tidak diterima di SMA Negeri 5 seperti masuk neraka. Masa depan anak tidak suram hanya karena itu," katanya.
Untuk menyelesaikan persoalan, DPRD Provinsi Bengkulu bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta pihak sekolah membentuk tim khusus.
Tim ini bertugas mencari solusi bagi 42 siswa yang belum masuk dalam sistem Dapodik dan tidak tertampung di sekolah negeri.
"Kami sudah membentuk tim bersama yang terdiri dari DPRD, wali murid, dinas, dan sekolah untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik," ungkap Usin.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "".
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!