Iran di Ujung Krisis: Khamenei Hadapi Tekanan Terbesar sejak 1989

Iran, Ayatollah Ali Khamenei, Khamenei, Iran di Persimpangan Jalan Sejarah, Iran di Ujung Krisis: Khamenei Hadapi Tekanan Terbesar sejak 1989, Dua Pilihan Sulit: Perang atau Diplomasi, Tiga Dekade Kepemimpinan Khamenei: Dari Meragukan Jadi Penguasa Mutlak, Poros Perlawanan Iran: Dari Kekuatan Regional ke Krisis, Tekanan Dalam Negeri Iran dan Gelombang Protes Rakyat, Iran di Persimpangan Jalan Sejarah

Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, tengah menghadapi tantangan terberat sejak menjabat pada tahun 1989. 

Serangan udara Israel berhasil menembus sistem pertahanan Iran dan menyasar infrastruktur militer serta program nuklir. 

Bahkan, isu ancaman terhadap keselamatan pribadi Khamenei mencuat di tengah eskalasi konflik Iran-Israel.

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, dengan tegas menyatakan bahwa keberadaan Khamenei tidak bisa dibiarkan. 

"Keberadaan Khamenei tak bisa dibiarkan terus berlangsung," tegas Katz. Situasi ini menempatkan Khamenei di persimpangan jalan penting.

Dua Pilihan Sulit: Perang atau Diplomasi

Kini, pemimpin tertinggi Iran yang telah berusia 86 tahun itu dihadapkan pada dua opsi utama. 

Pertama, meningkatkan serangan balasan terhadap Israel, meskipun berisiko menanggung kerusakan lebih besar akibat serangan susulan. 

Kedua, jalur diplomasi demi menghindari keterlibatan langsung Amerika Serikat dalam konflik, meski harus membuka peluang kompromi terhadap program nuklir Iran.

Dalam pidato video pada Rabu (18/6/2025), Khamenei tetap menunjukkan sikap keras terhadap tekanan asing. "Bangsa Iran tidak akan menyerah," ujarnya. 

Ia juga menegaskan bahwa intervensi Amerika Serikat akan membawa "kerusakan yang tidak dapat diperbaiki bagi mereka."

Serangan udara Israel tidak hanya ditujukan pada fasilitas nuklir, tetapi juga menyasar infrastruktur strategis seperti kantor penyiar nasional Iran (IRIB).

Hal tersebut menunjukkan ambisi Israel untuk mengguncang struktur pemerintahan di bawah kepemimpinan Ayatollah Khamenei.

Tiga Dekade Kepemimpinan Khamenei: Dari Meragukan Jadi Penguasa Mutlak

Ayatollah Khamenei menggantikan pendiri Republik Islam Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini, pada 1989. 

Saat itu, ia masih merupakan ulama tingkat menengah dengan otoritas religius yang diragukan. 

Penampilannya yang sederhana dan gaya tenang membuatnya terlihat jauh dari karisma pendahulunya.

Namun, dalam tiga dekade terakhir, Khamenei berhasil membentuk sistem kekuasaan yang kuat, memperkuat dominasi ulama Syiah, dan menjadikan Garda Revolusi sebagai kekuatan militer sekaligus ekonomi utama. 

Garda ini mengendalikan berbagai sektor, dari rudal balistik hingga bisnis strategis, dan menjadi penjaga setia Khamenei.

Poros Perlawanan Iran: Dari Kekuatan Regional ke Krisis

Pasukan Quds, lengan internasional Garda Revolusi, membentuk aliansi "Poros Perlawanan" yang mencakup proksi Iran di Yaman, Lebanon, Suriah, dan Palestina. 

Struktur ini memungkinkan Iran memainkan peran dominan dalam geopolitik Timur Tengah.

Namun, kekuatan ini mulai runtuh. Serangan Israel ke Gaza dan Lebanon sejak 2023 melemahkan Hamas dan Hizbullah. 

Kehilangan terbesar terjadi pada Desember 2024, saat Presiden Suriah Bashar Assad digulingkan oleh kelompok pemberontak Sunni. 

Damaskus kini dikuasai pemerintahan yang memusuhi Iran.

Tekanan Dalam Negeri Iran dan Gelombang Protes Rakyat

Di dalam negeri, Khamenei juga menghadapi tekanan dari gerakan reformasi yang menuntut demokratisasi sistem. 

Ia merespons dengan melarang kandidat reformis dan menindak keras aksi protes besar pada 2009, 2017, 2019, dan 2022. 

Ratusan tewas, sementara laporan penyiksaan dan pemerkosaan di penjara menuai kecaman internasional.

Meski demikian, protes-protes tersebut memperlihatkan retaknya dukungan terhadap pemerintahan teokratis dan meningkatnya ketidakpuasan publik terhadap korupsi dan kesulitan ekonomi.

Iran di Persimpangan Jalan Sejarah

Ketika mulai berkuasa, Khamenei memimpin Iran keluar dari kehancuran perang dengan Irak. 

Kini, ia melihat jaringan kekuasaan yang dibangunnya perlahan runtuh. Poros Perlawanan melemah, tekanan internasional meningkat, dan rakyat Iran menuntut perubahan.

Dalam situasi ini, Ayatollah Ali Khamenei dihadapkan pada keputusan besar: bertahan dengan pendekatan keras yang telah mengakar selama kepemimpinannya, atau berkompromi demi menyelamatkan masa depan rezim.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul dan 3 Skenario jika Rezim Iran Tumbang, Reza Pahlavi Naik Takhta.