Israel Jadi Nomor 1 Dunia, Amerika dan China Tertinggal Jauh!

Israel kembali mencuri perhatian dunia. Laporan terbaru dari LinkedIn tahun 2024 menempatkan negara kecil di Timur Tengah ini sebagai nomor satu di dunia dalam konsentrasi talenta kecerdasan buatan (AI). Fakta ini cukup mengejutkan karena dua raksasa teknologi global, Amerika Serikat dan China, justru tidak masuk dalam daftar 10 besar.
Fenomena ini sekaligus menjadi bukti bahwa besar kecilnya wilayah tidak menentukan daya saing dalam era teknologi AI. Justru negara-negara dengan populasi relatif kecil mampu mengoptimalkan sumber daya manusianya dan membangun ekosistem yang mendukung perkembangan AI.
Mengapa Talenta AI Jadi Rebutan?
Kecerdasan buatan kini dianggap sebagai “minyak baru” dalam perekonomian global. Perusahaan teknologi raksasa berlomba-lomba merekrut AI talent untuk memperkuat daya saing mereka. Bahkan, di Silicon Valley terjadi fenomena “pembajakan” talenta besar-besaran, terutama oleh Meta (Facebook, Instagram, WhatsApp).
Data survei Microsoft dan LinkedIn pada 2024 menunjukkan, 66% pemimpin perusahaan mengaku tidak akan merekrut karyawan yang tidak memiliki keterampilan AI. Lebih dari itu, 71% perusahaan lebih memilih karyawan yang punya kemampuan AI meski kurang pengalaman, dibandingkan tenaga kerja berpengalaman tapi buta teknologi AI.
Pernyataan ini memperlihatkan betapa krusialnya keterampilan AI dalam dunia kerja masa depan.
Israel di Puncak, Amerika dan China Tertinggal
Menurut laporan LinkedIn, Israel mencatat konsentrasi talenta AI sebesar 1,98%, jauh melampaui rata-rata global. Posisi berikutnya ditempati Singapura (1,64%), Luksemburg (1,44%), Estonia (1,17%), hingga Korea Selatan (1,06%) yang melengkapi 10 besar.
Yang mengejutkan, Amerika Serikat dan China sama sekali tidak masuk dalam daftar Top 10. Padahal, kedua negara ini dikenal sebagai pemain utama dalam investasi AI global.
Mengapa demikian? Ada beberapa faktor. Untuk China, penyensoran terhadap platform asing seperti LinkedIn diduga membuat banyak talenta AI mereka tidak terdata. Sedangkan di AS, meskipun jumlah tenaga ahli AI sangat besar, tingkat konsentrasinya justru menyebar, sehingga tak sepadat negara-negara kecil yang lebih fokus.
Rahasia Negara Kecil Bisa Unggul
Chua Pei Ying, Kepala Ekonom LinkedIn untuk Asia Pasifik, menjelaskan bahwa negara kecil justru lebih lincah dalam membangun ekosistem AI. Mereka cepat beradaptasi, mengarahkan kebijakan pendidikan, serta mendukung pembelajaran berkelanjutan.
Israel, misalnya, sejak lama dikenal dengan ekosistem startup yang kuat. Dukungan pemerintah, kolaborasi universitas, hingga investasi sektor swasta membuat negara ini menjadi “surga” bagi pengembang teknologi canggih.
Hal serupa juga terjadi di Singapura, yang terkenal dengan budaya belajar cepat. Data LinkedIn menunjukkan, pekerja di Singapura 40% lebih rajin mempelajari keterampilan AI dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Pergeseran Peringkat 2024
Jika dibandingkan dengan 2023, enam besar negara dengan konsentrasi talenta AI relatif stabil. Perubahan terjadi di papan tengah: Irlandia naik 4 peringkat ke posisi 7, sementara Korea Selatan turun ke posisi 10.
India memang belum masuk daftar 10 besar, tetapi pertumbuhan mereka sangat agresif. Sejak 2016 hingga 2024, talenta AI di India meningkat 252%. Bahkan dalam setahun terakhir saja, perekrutan pekerja AI melonjak 33,4%.
Tren ini menegaskan bahwa meski belum masuk daftar elite, India sedang menyiapkan diri menjadi salah satu pemain besar AI dunia.
Dampak ke Dunia Kerja Global
Fenomena ini memberi sinyal kuat bagi para pekerja di seluruh dunia: keterampilan AI bukan lagi opsi, melainkan keharusan. Perusahaan mulai memfilter calon karyawan berdasarkan penguasaan AI, dari machine learning, natural language processing, hingga pemanfaatan alat seperti ChatGPT dan GitHub Copilot.
Negara yang gagal beradaptasi berisiko tertinggal, tak hanya dalam inovasi teknologi, tetapi juga dalam daya saing ekonomi global.