Warga Harus Sadar Setiap Aksi Kemungkinan Ada Penunggang Gelap, Suarakan Aspirasi Dengan Damai

Warga Harus Sadar Setiap Aksi Kemungkinan Ada Penunggang Gelap,  Suarakan Aspirasi Dengan Damai

Aksi demontrasi yang menjalar ke berbagai daerah, terutama setelah adanya kematian pengemudi ojek online Affan Kurniawan (21) akibat dilindas mobil Baracuda Brimob, rawan disusupi berbagai kepentingan.

Pemerhati politik Syam Basrijal, menilai fenomena penunggang gelap kerap muncul dalam dinamika sosial di Indonesia. Salah satunya dating dari aktor yang tengah tersudut karena skandal korupsi.

Ia menilai, situasi seperti ini berbahaya karena dapat mengalihkan sorotan dari kasus utama, menciptakan kegaduhan, dan bahkan melemahkan proses hukum yang sedang berjalan.

Dalam kerumunan besar, individu sering kali kehilangan rasionalitasnya dan mudah terhanyut oleh emosi massa.

Hal itu sejalan dengan kajian psikologi sosial tentang bagaimana kerumunan dapat memicu perilaku destruktif.

"Massa yang awalnya ingin menyuarakan aspirasi damai bisa dengan cepat berubah menjadi destruktif,” kata Syam, Sabtu (30/8).

Founder Restorasi Jiwa Indonesia menegaskan, risiko terbesar dari fenomena ini adalah hilangnya kemurnian gerakan rakyat.

Apabila aspirasi masyarakat ditunggangi oleh pihak-pihak yang sedang terpojok, maka perjuangan untuk menegakkan keadilan justru bisa berbalik merugikan rakyat itu sendiri.

"Fenomena penunggang agenda bukan sekadar teori. Dalam setiap momentum rakyat turun ke jalan, ada kemungkinan pihak-pihak yang sedang terpojok oleh kasus korupsi besar ikut mengail di air keruh,” ungkapnya.

Sebagai jalan keluar, Syam menawarkan pendekatan restoratif yang menekankan pentingnya mengubah energi amarah rakyat menjadi arus kesadaran kolektif.

Masyarakat perlu selalu waspada terhadap provokasi agar tidak mudah percaya pada isu-isu yang menyulut emosi.

“Publik harus melawan penyusup dengan kejernihan berpikir sehingga agenda tersembunyi tidak bisa menunggangi aspirasi rakyat,” ucap dia.

Ia menekankan, jalan kritis namun damai akan jauh lebih kuat karena menjaga kemurnian suara rakyat tanpa dicampuri kepentingan gelap.

"Masa depan Indonesia tidak ditentukan oleh siapa yang berteriak paling keras di jalanan, tetapi oleh siapa yang mampu menjaga kejernihan di tengah arus massa,” tegas Syam.

Di tengah riuh skandal korupsi dan gaya hidup mewah elit politik, Syam menegaskan bahwa rakyat memang sedang mengalami kelelahan sosial. Kelelahan itu jangan sampai berubah menjadi kebutaan kolektif yang bisa dimanfaatkan oleh para penyusup, termasuk koruptor.

"Saatnya bangsa ini memilih jalan kesadaran—agar suara rakyat benar-benar menjadi energi pemulihan, bukan sekadar bahan bakar bagi permainan koruptor," pungkasnya.

Dalam negara demokrasi, menyampaikan pendapat di muka umum merupakan hak konstitusional setiap warga negara. Namun, pelaksanaannya harus dilakukan secara damai, bertanggung jawab, serta menghormati hak orang lain tanpa merusak fasilitas publik maupun mengganggu ketertiban umum. (Knu)