VIRAL! Apa Itu ACAB & 1312 yang Membanjiri Medsos? Simbol Protes yang Bikin Penasaran!

VIRAL! Apa Itu ACAB & 1312 yang Membanjiri Medsos? Simbol Protes yang Bikin Penasaran
VIRAL! Apa Itu ACAB & 1312 yang Membanjiri Medsos? Simbol Protes yang Bikin Penasaran

Awal Mula Viralnya Kode Misterius

Belakangan ini, jagat media sosial Indonesia, khususnya X (Twitter), ramai dengan kemunculan singkatan ACAB dan deretan angka 1312. Banyak pengguna yang membubuhkan tagar #ACAB1312 dalam unggahan mereka, menciptakan gelombang rasa penasaran sekaligus kontroversi. Lantas, apa sebenarnya makna di balik kode yang sedang tren ini?

Arti Harfiah: Singkatan yang Provokatif

Secara harfiah, ACAB adalah sebuah akronim dari frasa dalam bahasa Inggris: "All Cops Are B*stards". Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, frasa ini berarti "Semua Polisi Adalah B*jingan". Sementara itu, angka 1312 bukanlah kode acak. Angka ini merupakan representasi numerik dari posisi huruf dalam alfabet: 1 untuk A, 3 untuk C, 1 untuk A, dan 2 untuk B. Penggunaan angka ini adalah bentuk penyamaran untuk menghindari sensor langsung.

Asal-Usul: Jejak Sejarah dari Inggris Raya

Jangan salah, slogan ini bukanlah hal baru. Akar sejarah ACAB bisa ditelusuri kembali ke Inggris pada era 1920-an. Seorang leksikografer ternama, Eric Partridge, pernah mencatat sebuah syair pendek yang berbunyi: “I’ll sing you a song, it’s not very long: All coppers are bstards!”*. Namun, pada masa itu, ACAB belum menjadi singkatan. Barulah pada tahun 1940-an, seiring dengan maraknya demonstrasi mogok buruh, empat huruf ini disatukan dan digunakan sebagai slogan perlawanan.

Media dan Subkultur: Penyebaran yang Massif

Penyebaran ACAB ke khalayak luas tidak lepas dari peran media. Koran harian Inggris, Daily Mirror, tercatat sebagai yang pertama kali mempublikasikannya secara nasional. Peristiwa itu berawal dari pemberitaan tentang seorang remaja yang ditangkap polisi karena mengenakan jaket dengan tulisan ACAB. Insiden ini justru memicu gelombang solidaritas dan kebencian terhadap aparat di kalangan pemuda. Selanjutnya, pada era 1970-an dan 1980-an, slogan ini diadopsi dan disebarluaskan oleh gerakan subkultur skinhead dan terutama musik punk. Band-band punk legendaris seperti The 4-Skins bahkan menciptakan lagu berjudul "A.C.A.B." yang menjadi anthem perlawanan kelas pekerja.

Menjadi Gerakan Global: Dari Kairo hingga Jakarta

Dari pinggiran jalanan Inggris, ACAB berubah menjadi fenomena global. Kini, slogan ini muncul dalam hampir setiap aksi protes besar di dunia. Mulai dari gelombang Arab Spring di Kairo, unjuk rasa pro-demokrasi di Hong Kong, hingga demonstrasi Black Lives Matter (BLM) di Amerika Serikat yang dipicu tragedi kematian George Floyd pada 2020. Bahkan, di Indonesia, slogan ini kerap muncul sebagai bentuk kekecewaan terhadap berbagai insiden yang melibatkan aparat.

Ruang Digital: Adaptasi di Era Modern

Di era digital, ACAB dan 1312 menemukan bentuk barunya. Kode ini tidak hanya dicoret di dinding atau diteriakkan dalam demonstrasi, tetapi juga membanjiri ruang virtual. Mulai dari meme di TikTok, gambar sindiran di Instagram, hingga desain kaos dan sticker di game online seperti Animal Crossing. Penggunaan angka 1312 menjadi semakin populer karena sifatnya yang lebih terselubung dan mudah lolos dari algoritme sensor platform media sosial.

Kontroversi: Kritik Sistem vs. Ujaran Kebencian

Popularitas ACAB tidak lepas dari kontroversi yang menyertainya. Di satu sisi, bagi para pendukungnya, ACAB bukanlah serangan terhadap setiap individu polisi, melainkan kritik terhadap sistem dan institusi penegak hukum yang dianggap korup dan represif. Ini adalah sebuah metafora. Di sisi lain, bagi banyak pihak, termasuk serikat polisi, slogan ini dianggap sebagai ujaran kebencian (hate speech) yang merusak citra dan memicu permusuhan terhadap seluruh aparat tanpa terkecuali. Perdebatan ini hingga kini masih terus berlangsung.

Lebih dari Sekadar Singkatan

Jadi, ACAB dan 1312 jauh lebih dari sekadar singkatan atau kode angka yang viral. Ia adalah sebuah simbol perlawanan yang telah melewati perjalanan sejarah panjang, berevolusi dari syair buruh Inggris hingga menjadi slogan global di era digital. Keberadaannya mencerminkan ketegangan abadi antara otoritas dan masyarakat sipil. Terlepas dari pro dan kontra, viralnya slogan ini sekali lagi membuktikan bahwa dalam bahasa protes, hal-hal yang sederhana dan provokatif seringkali memiliki daya sebar yang paling kuat.