Ketua KPU Nilai Pemilu Terpisah Ideal, Singgung Kematian Petugas di 2019

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Mochammad Afifuddin, menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah. Keputusan ini dinilai ideal karena dapat mengurangi beban kerja dan risiko kematian petugas pemilu.
Pernyataan tersebut disampaikan Afifuddin dalam webinar 'Dampak Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 terhadap Sistem Pemilu, Pilkada dan Pemerintahan Daerah' di Jakarta, Sabtu (28/6). Ia menyoroti pengalaman Pemilu 2019 yang memakan banyak korban jiwa di kalangan penyelenggara pemilu.
"Pada 2019, banyak penyelenggara yang kelelahan karena pertama kalinya kami menerapkan pemilu 5 kotak suara dengan jumlah pemilih yang besar, menyebabkan banyak anggota KPU meninggal dunia," jelas Afifuddin.
Meskipun UU Pemilu tidak berubah dan Pemilu 2024 tetap serentak dengan lima kotak suara, Afifuddin mengaku telah membatasi jumlah pemilih di setiap TPS untuk meminimalkan korban.
"Alhamdulillah, meski masih ada yang kelelahan, jumlah jajaran yang meninggal karena proses pemilihan yang melelahkan berkurang signifikan pada 2024," tambahnya.
Afifuddin juga menyoroti tahapan pemilu serentak yang sangat beririsan, membuat penyelenggara kewalahan.
"Misalnya, pada Januari 2024, kami sudah harus merencanakan anggaran Pilkada, padahal Pemilu Presiden Februari 2024 belum dilaksanakan. Ini jelas tumpang tindih. Belum lagi saat proses di MK dan selanjutnya, tahapan Pilkada sudah berjalan di tengah-tengah. Beban yang seharusnya bisa dibagi dalam waktu berbeda justru digabungkan, ini luar biasa," kata Afifuddin.
Ia menegaskan, putusan MK ini adalah upaya untuk mengoptimalkan pelaksanaan pemilu, memberikan kepastian hukum, dan mengurangi tumpang tindih tahapan.
"Kami berharap pengaturan ini dapat mengurangi beban penyelenggaraan yang terfokus di satu waktu. Kami sangat mengapresiasi putusan MK dan akan mengawalnya agar bisa diimplementasikan dengan lebih baik demi kebaikan pemilu kita," pungkas Afifuddin.
Sebagai informasi, MK dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 memutuskan Pemilu nasional (anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden) serta Pemilu daerah (anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah) akan dipisahkan dengan jeda waktu minimal 2 tahun atau maksimal 2 tahun 6 bulan. Putusan ini mengabulkan sebagian permohonan dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Pasal 167 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat bersyarat, dengan ketentuan pemungutan suara dilaksanakan serentak untuk pemilu nasional, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota DPR dan DPD atau Presiden/Wakil Presiden, dilaksanakan pemungutan suara serentak untuk pemilu daerah. (Pon)