Mengenang Sosok Kwik Kian Gie, ‘Kader Banteng’ yang Pernah Melawan PDIP di Pemilu 2019

Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin), Kwik Kian Gie, meninggal dunia pada Senin (28/7).
Kwik Kian Gie meninggal dunia dalam usia 90 tahun. Kwik masuk pemerintahan saat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjabat sebagai Presiden RI.
Lalu, ia melanjutkan perannya di era Megawati Soekarnoputri. Sementara di era Gus Dur, Kwik Kian Gie menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (1999-2000).
Kemudian, ia menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional & Ketua Bappenas (2001-2004) di era Megawati.
Kwik lahir di Juwana, Pati, Jawa Tengah, pada tanggal 11 Januari 1935. Kwik pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) pada 1955.
Namun, ia hanya setahun kuliah di di UI sebelum melanjutkan studi ke luar negeri.
Pada 1956, Kwik Kian Gie melanjutkan studi ke Nederlandsche Economiche Hogeschool Rotterdam yang kini bernama Erasmus Universiteit Rotterdam, hingga lulus pada 1963
Setelah lulus, Kwik tak langsung pulang ke Indonesia. Dia bekerja sebagai asisten atase kebudayaan dan penerangan Kedutaan Besar RI di Den Haag, selama satu tahun.
Kemudian, ia menjadi direktur perusahaan perkebunan NV Handelsonderneming IPILO, Amsterdam.
Kehidupan di negeri kincir angin membawa perubahan besar bagi kehidupan pribadi Kwik. Ia berangkat ke Belanda sendirian, tetapi ketika pulang ke Indonesia Kwik membawa serta tiga orang bersamanya.
Sekembalinya ke Indonesia pada 1970, putra seorang pengusaha hasil bumi ini memasuki dunia bisnis.
Awalnya, ia memimpin lembaga keuangan nonbank, yaitu Indonesia Financing & Investment Company selama tiga tahun.
Ia juga membuka usaha pengelolaan perkebunan di bawah PT Jasa Dharma Utama dan mendirikan PT Altron Panorama Electronics, yang disebut terakhir menjadi agen tunggal dan distributor beberapa barang elektrik dan elektronik.
Kwik juga dikenal peduli pada dunia pendidikan. Ia ikut mendirikan SMA Erlangga di Surabaya (1954), dan menjadi pengurus Yayasan Trisakti sejak 1968.
Pada 1982, Kwik turut mendirikan Institut Manajemen Prasetiya Mulya, sekolah MBA pertama di Indonesia.
Lima tahun kemudian, ia mendirikan Institut Bisnis dan Informatika Indonesia (IBII) bersama sejumlah koleganya.
Pada 1987, Kwik hengkang dari dunia bisnis (meski hingga 1990 namanya masih tercatat sebagai direktur utama PT Altron Niagatama Nusa).
Menurut dia, kegiatan bisnis bukan tujuan utama, melainkan batu loncatan ke dunia pendidikan dan politik.
Kwik merupakan politisi kawakan PDI-Perjuangan. Selanjutnya, Kwik melenggang ke Senayan sebagai anggota DPR RI.
Di sana, ia pun dipercaya menjadi Wakil Ketua MPR RI. Selepas itu, Kwik menjabat sebagai Menteri Koordinator Ekonomi (1999-2000) serta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas (2001–2004).
Atas jasa-jasanya, ia pun dianugerahi Bintang Mahaputera Adipradana oleh Pemerintah Republik Indonesia, penghargaan tinggi yang mencerminkan kontribusi luar biasanya dalam bidang ekonomi dan pembangunan nasional.
Meskipun telah menjadi menteri, daya kritis tetap milik Kwik. Saat menjadi Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, ia mengancam akan mundur dari jabatannya itu jika Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) tetap diperpanjang.
Ia menganggap perpanjangan waktu pembayaran utang para konglomerat bermasalah itu dianggapnya tidak adil dan mengorbankan rakyat.
Pada Pemilu Presiden 2019, ia menjadi salah satu penasihat ekonomi dari pasangan calon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Hal ini tentu mengejutkan publik, karena sebagai sebagai kader PDIP Kwik malah mendukung lawan politik.
Sepanjang hidupnya, Kwik jadi pribadi yang sederhana dan tidak silau oleh kekuasaan.
Bahkan, setelah keluar dari pemerintahan, ia tetap vokal menyuarakan kritik terhadap kebijakan ekonomi yang menurutnya menyimpang dari konstitusi dan tidak berpihak kepada rakyat kecil.
Ia juga aktif di media sosial dan menjadi rujukan generasi muda dalam memahami ekonomi makro dan politik anggaran negara. (knu)