BRIN Lakukan Ekspedisi Maritim Pelajari Tsunami Akibat Tumbukan Lempeng Australia–Jawa, Ajak Peneliti China

BRIN Lakukan Ekspedisi Maritim Pelajari Tsunami Akibat Tumbukan Lempeng Australia–Jawa, Ajak Peneliti China

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan riset berupa ekspedisi maritim guna mempelajari tumbukan lempeng Australia–Jawa.

Riset ini untuk melihat dampaknya terhadap potensi bencana geologi, seperti gempa bumi dan tsunami, demi mengantisipasi bencana tersebut di masa mendatang.

Ekspedisi bertajuk Collision Process Between the Java and Australia and Its Impacts on Geohazard tersebut dilakukan atas kerja sama BRIN dengan Second Institute of Oceanography (SIO) dari China, dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

"Ekspedisi geosains ini penting untuk memitigasi dan mengurangi risiko dari potensi bencana alam, khususnya yang datang dari laut, seperti yang terjadi saat serangan tsunami besar yang pernah melanda Aceh," kata Kepala BRIN Laksana Tri Handoko melalui keterangan di Jakarta, Selasa.

Handoko menjelaskan ekspedisi ini akan meriset wilayah di selatan Nusa Tenggara Timur (NTT), yang berada di dekat palung terdalam Samudra Hindia (sekitar 7.200 meter) dengan aktivitas tektonik yang sangat tinggi.

Hal ini dilakukan untuk mengumpulkan data seismik dan resistivitas. Oleh sebab itu, sebanyak 24 buah seismometer terapung disiapkan untuk merekam gempa alam.

"Para peneliti akan menggunakan teknologi mutakhir, termasuk 30 unit ocean bottom seismometer (OBS) dan 30 unit ocean bottom electromagnetic (OBEM) yang akan ditempatkan di dasar laut," ujarnya.

Ekspedisi tersebut juga menjadi ajang untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) yang ada, sekaligus menjadi kegiatan dalam rangka mengeksplorasi keanekaragaman hayati dan geosains laut.

"BRIN akan membuat strategi baru untuk mempercepat peningkatan dan pengembangan kapasitas SDM di bidang ini," ucap Laksana Tri Handoko.

Ekspedisi ini melibatkan 22 orang peneliti dari China dan 10 peneliti dari Indonesia, termasuk mahasiswa dan teknisi.

Mereka akan berlayar menggunakan kapal canggih seberat 4.780 ton yang dilengkapi peralatan geofisika seperti air gun besar dan sumber elektromagnetik.

Kapal ini tiba di Jakarta pada 5-6 Agustus 2025 setelah berlayar dari Xiamen, China, sejak 28 Juli 2025.