Soroti Satuan di Tubuh TNI yang Diperbanyak, SETARA Institute: Bentuk Ekspansi Militer ke Ranah Sipil

Soroti Satuan di Tubuh TNI yang Diperbanyak, SETARA Institute: Bentuk Ekspansi Militer ke Ranah Sipil

Kebijakan Presiden Prabowo Subianto memperluas satuan di TNI menuai sorotan.

Pemerintah memang sebelumnya melakukan pembentukan 162 satuan baru TNI, terutama enam Komando Daerah Militer, 20 Brigade Teritorial Pembangunan, dan 100 Batalyon Teritorial Pembangunan.

Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute Ikhsan Yosarie menilai, pembentukan satuan-satuan baru tersebut tak sesuai dengan pembangunan postur TNI, tetapi juga mengakselerasi peran-peran militer di ranah sipil.

Dia menuturkan, prajurit yang tergabung dalam batalyon tersebut disiapkan bukan untuk bertempur semata.

“Tapi juga untuk menjawab kebutuhan di tengah-tengah masyarakat, mulai dari ketahanan pangan hingga pelayanan kesehatan,” kata Ikhsan kepada wartawan di Jakarta, Selasa (12/8)

Menurut Ikhsan, langkah ini dapat dilihat sebagai bentuk penguatan militerisme berorientasi politik dan sosial.

“Sementara, pembentukan satuan baru dalam jumlah besar seharusnya diuji kesesuaiannya terhadap prinsip profesionalisme tersebut, yang mengedepankan capabilitty-based defense_ ketimbang manpower-based defense,” ungkap Ikhsan.

Ikhsan khawatir, penekanan berlebihan pada kuantitas personel berisiko memundurkan TNI ke paradigma lama.

“Khususnya yang identik dengan force expansion tanpa didukung transformasi doktrin, teknologi, dan interoperabilitas,” tutur Ikhsan.

Ikhsan menganggap, pembentukan Batalyon Teritorial Pembangunan ini menjadi bentuk ekspansi militer ke dalam ruang sipil dengan bungkus pembangunan dan kesejahteraan.

“Retorika pembangunan tidak dapat menyembunyikan realitas bahwa militer sedang memperluas peran dan pengaruhnya ke ranah yang bukan wewenangnya,” jelas dia.

Dia meminta Presiden Prabowo Subianto bersama DPR perlu melakukan evaluasi terhadap program ini.

Evaluasi dilakukan terhadap arah dan dasar strategis pembentukan satuan untuk memastikan langkah ini selaras dengan agenda penguatan pertahanan dan postur TNI, serta tidak sekadar memperbesar struktur tanpa peningkatan kapabilitas.

“Evaluasi juga perlu dilakukan terhadap dampak hubungan sipil-militer subjektif, guna mencegah penguatan militerisme yang berpotensi mengikis supremasi sipil dan ruang demokrasi, dengan menegaskan mekanisme pengawasan publik dan parlemen,” tutup Ikhsan. (Knu)