Cadillac Fleetwood 75 Saksi Bisu Lengsernya Sang Proklamator

Cadillac Fleetwood 75, Mobil dinas terakhir Soekarno, Sejarah Lengsernya Soekarno, Cadillac Fleetwood 75 Saksi Bisu Lengsernya Sang Proklamator

SOLO, KOMPAS.com - Cadillac Fleetwood 75 merupakan kendaraan bersejarah yang melambangkan masa kepresidenan Soekarno pada tahun 1964.

Mobil ini menjadi saksi bisu dari peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Indonesia dan dipandang sebagai lambang kekuasaan pada masanya.

Mobil ini diproduksi di Amerika Serikat pada sekitar tahun 1964, dan memiliki desain khas limosin yang elegan dengan sirip runcing di belakang.

Mobil ini merupakan kendaraan dinas terakhir yang digunakan Presiden Soekarno sebelum lengser dari jabatannya pada 1967.

Fleetwood 75 dibekali mesin besar V8 berkapasitas sekitar 6.700 cc, menggunakan transmisi otomatis. Dimensinya cukup panjang yakni sekitar 6 meter, memberikan kesan kabin yang lapang.

Ada kisah yang menyebut mobil ini merupakan hadiah dari Presiden AS John F. Kennedy—meskipun hal ini lebih bersifat anekdot dan tidak sepenuhnya dikonfirmasi.

Soekarno adalah sang proklamator, sekaligus Presiden pertama Republik Indonesia yang memimpin sejak 1945 hingga 1967. Melalui TAP MPRS No. III Tahun 1963, ia bahkan sempat ditetapkan sebagai Presiden seumur hidup.

Namun, hanya empat tahun kemudian, kekuasaannya goyah setelah lahirnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar).

Soekarno menerbitkan surat perintah kepada Letjen Soeharto agar dapat mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu untuk menjaga keamanan dan kewibawaan negara.

Cadillac Fleetwood 75, Mobil dinas terakhir Soekarno, Sejarah Lengsernya Soekarno, Cadillac Fleetwood 75 Saksi Bisu Lengsernya Sang Proklamator

Mesin dari Cadillac Fleetwood 75 Limousine milik salah seorang anggota Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno Indonesia (PPMKI) yang datang ke Bogor, Minggu (21/1/2018). Mobil ini merupakan kendaraan dinas yang pernah digunakan Presiden Pertama RI Soekarno.

Instruksi tersebut dimaksudkan untuk memberi wewenang kepada Soeharto dalam membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI), yang kala itu dituding sebagai dalang di balik tragedi Gerakan 30 September (G30S) 1965.

Namun dalam praktiknya, Supersemar dipergunakan Soeharto secara berlebihan untuk melemahkan sekaligus menyingkirkan Sukarno yang telah berkuasa lebih dari dua dekade.

Tidak lama setelah itu, Soeharto membubarkan PKI, menetapkannya sebagai organisasi terlarang, serta menahan 15 menteri Soekarno yang dituduh terlibat dalam G30S.

Dari sinilah muncul dualisme kepemimpinan antara Soekarno dan Soeharto pada 1966–1967. MPRS kemudian mengesahkan Supersemar sebagai Tap MPRS No. IX/MPRS/1966 pada 21 Juni 1966, sehingga surat tersebut tidak lagi bisa dicabut oleh presiden.

Sehari berikutnya, Sukarno menyampaikan pidato pertanggungjawaban berjudul “Nawaksara.” Akan tetapi, MPRS menolak pidato itu karena isinya lebih berupa pesan politik ketimbang laporan mengenai persoalan nasional, terutama terkait G30S.

Setelah itu, Sukarno melayangkan laporan tertulis lanjutan yang disebut Pelengkap Nawaksara (Pel-Nawaksara), tetapi kembali ditolak.

Cadillac Fleetwood 75, Mobil dinas terakhir Soekarno, Sejarah Lengsernya Soekarno, Cadillac Fleetwood 75 Saksi Bisu Lengsernya Sang Proklamator

Sukarno memberikan jawaban untuk pidato sambutan Kennedy di Pangkalan Angkatan Udara Andrews.

Penolakan itu berujung pada pencabutan TAP yang menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Ia juga dilarang terlibat dalam kegiatan politik hingga pelaksanaan Pemilu.

Pada akhirnya, Supersemar dipandang sebagai tonggak kelahiran pemerintahan Orde Baru. Dalam Sidang Istimewa MPRS pada 7–12 Maret 1967 di Jakarta, Soeharto resmi ditetapkan sebagai Presiden kedua Republik Indonesia.

Setelah lengser, kehidupan Sukarno berubah drastis. Ia dipindahkan dari Istana Negara Jakarta, sempat ditempatkan di Istana Bogor dengan status sebagai tahanan rumah, lalu akhirnya tinggal di Wisma Yaso, Jakarta.

harinya dijalani dengan kesepian karena anak-anaknya hanya boleh menjenguk pada waktu yang sangat terbatas.

Selain hidup terasing, Sukarno juga masih harus menghadapi pemeriksaan terkait kasus G30S di kediamannya. Kondisi kesehatannya pun semakin menurun akibat berbagai penyakit, hingga akhirnya ia wafat pada 21 Juni 1970.

Sementara mobil dinas Cadillac Fleetwood 75, sempat dilelang oleh Sekretariat Negara pada tahun 1975, kemudian dimiliki oleh Probosutedjo (adik Soeharto), lalu berpindah ke kolektor lain, dan saat ini berada di tangan Jimmy Syamsudin, anggota Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno Indonesia (PPMKI).

Pada Oktober 2023, mobil ini sempat akan digunakan oleh pasangan calon presiden dan wapres Ganjar Pranowo–Mahfud MD saat mendaftarkan diri ke KPU. Namun, akhirnya hanya terparkir di sekitar Tugu Proklamasi, karena situasi lalu lintas yang tidak memungkinkan.

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!