Karier Baru Dian Siswarini

Telkom, Dian Siswarini Dirut Telkom, Karier Baru Dian Siswarini

RUPST – rapat umum pemegang saham tahunan – PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) usai Selasa (27/5) petang, menelurkan nama-nama jajaran direksi dan komisaris yang merupakan orang-orang “kuat” di bidang telekomunikasi Indonesia.

Ramalan berbagai pihak menjelang RUPST ternyata nyaris tidak meleset, dengan tiga “calon” direktur utama Dian Siswarini, Mohammad Awaluddin, dan Ismail.

Dian Siswarini, baru saja melepaskan jabatan sebagai Presdir dan CEO XL Axiata menjelang operator itu merger dengan Smartfren Telecom menjadi XL Smart, meski dikabarkan pernah menolak, akhirnya ditetapkan sebagai direktur utama.

Mohammad Awaluddin yang sepanjang kariernya malang melintang di telekomunikasi dan transportasi, didapuk menjadi wakil direktur utama. Sementara Ismail, Sekjen Kementerian Komdigi (Komunikasi Digital), tetap menjadi komisaris.

Dian Siswarini (57) pengganti Ririek Adriansyah, merupakan Presdir dan CEO wanita pertama di industri telekomunikasi, menduduki jabatan di XL Axiata hampir 10 tahun sejak 2015.

Kini dia juga menjadi Dirut wanita pertama di kelompok BUMN Telkom, yang sebelumnya pernah bekerja di perusahaan telekomunikasi Citra Sari Makmur.

Kelahiran Majalengka, Jawa Barat, 5 Mei 1968 itu juga pernah berkarier di PT Satelindo, yang kemudian melebur ke Indosat, sebelum meniti karier dari bawah di XL Axiata sejak lahirnya XL (namanya Excelcomindo Pratama sebelum diakuisisi kelompok Axiata) pada 1996.

Sarjana teknik elektro dari Institut Teknologi Bandung (ITB) itu pada 2014 sempat ditarik ke kantor pusat Axiata di Malaysia, menjadi CMO & COO (chief marketing officer – chief operating officer) yang mengawasi operasional Axiata di tujuh negara Asia.

Dian sangat memperhatikan kaum Wanita di sekelilingnya dengan membuat program pemberdayaan perempuan, bekerja sama dengan Kementerian PPPA (pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak), Sisternet (2015).

Selama masa kepemimpinannya di XL, Sisternet memperkenalkan digitalisasi kepada lebih dari sejuta kaum perempuan, baik di kota maupun pedesaan, terutama wanita pengusaha UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah).

Ia juga yang merangsang mahasiswa, mencari bibit-bibit pimpinan perusahaan dengan menggelar pelatihan calon eksekutif, XL Future Leader, yang diikuti ratusan mahasiswa dalam beberapa tahun.

Di antara mereka ada pula yang diberi kesempatan menjadi CEO selama beberapa hari, benar-benar memimpin rapat manajemen XL Axiata, dan banyak di antara lulusannya menjabat pimpinan tinggi di perusahaan lokal dan internasional.

Awaluddin asli orang telko, bekecimpung di banyak jabatan selama kariernya di PT Telkom, sebelumnya Perumtel (perusahaan umum telekomunikasi), mulai dari karyawan pemula di Telkom Jawa Timur, EGM (excecutive general manager) Divisi Regional 1 Sumatera, Dirut PT Infomedia Nusantara (2010 – 2012), direktur Telkom hingga 2016, kemudian dilompatkan ke industri transportasi menjadi Dirut Angkasa Pura II dan Komisaris Utama PT Peni (2024 – 2025).

Ia pernah masuk nominasi sebagai direktur utama in-Journey, induk BUMN transportasi udara, tapi kepadanya diberi jabatan sebagai komisaris utama di PT Pelni.

Dua pucuk pimpinan PT Telkom ini akan menjadi kekuatan besar dalam membawa PT Telkom ke dalam dunia telekomunikasi yang tingkat persaingannya sangat tajam.

Kini hanya ada tiga besar di industri telekomunikasi seluler, Telkomsel, IOH (Indosat Ooredoo Hutchison) dan XLSmart yang “baru lahir”, merger antara XL Axiata dan Smartfren Telecom, anak perusahaan Sinar Mas.

Kinerja mereka didukung kelompok BOD (board of directors – dewan direksi) sebanyak sembilan orang dan BOC (board of commissioners – dewan komisaris) sebanyak delapan orang.

Di antara BOC itu ada Dr Ismail yang saat ini juga menjabat Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Komdigi (komunikasi digital), sebagai komisaris independen.

Ismail lebih muda setahun, kelahiran Mataram 10 Agustus 1969, dibanding Dian Siswarini dan Awaluddin, berkarier tidak kurang dari 32 tahun sejak 1993 di Kementerian Kominfo (komunikasi dan informatika) sebelum menjadi Komdigi.

Ismail menjadi arsistek transformasi digital Indonesia, penggagas utama beberapa kebijakan, antara lain soal Palapa Ring, registrasi pelanggan prabayar, pendaftaran IMEI (international mobile equipment identity – nomor identitas perangkat telekomunikasi bergerak internasional), dan proyek ASO (analog switch off), penghapusan layanan telekomunikasi analog dan masuk ke layanan digital.

Berbagai sumber menyebutkan, gaji dirut Telkom, termasuk berbagai tunjangan dan sebagainya mencapai Rp 26,4 miliar setahun atau Rp 2,2 miliar sebulan, sementara gaji komisaris adalah 45 persen gaji anggota direksi.