Singgung Konflik dengan GAM, Muhammadiyah Minta Polemik Perebutan 4 Pulau Ditangani secara Tepat agar Tidak Timbulkan Disintegrasi

Singgung Konflik dengan GAM, Muhammadiyah Minta Polemik Perebutan 4 Pulau Ditangani secara Tepat agar Tidak Timbulkan Disintegrasi

Polemik soal empat pulau Aceh yang ‘direbut’ Sumatera Utara terus bergulir. Keempat pulau tersebut yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Kecil, dan Pulau Mangkir Besar.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas mengingatkan bahwa bangsa ini telah melalui masa-masa kelam konflik bersenjata antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) selama puluhan tahun.

Perjanjian Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 silam, menjadi tonggak penting terwujudnya perdamaian di Aceh.

Anwar mengingatkan jika masalah penetapan wilayah ini tidak ditangani dengan tepat, bukan tidak mungkin akan mengganggu harmoni dan stabilitas nasional.

"Karena konsistennya kita dalam mematuhi kesepakatan yang ada maka perdamaian di Aceh bisa terwujud dengan baik," kata Anwar kepada wartawan di Jakarta dikutip Senin (16/6).

Anwar menyampaikan bahwa polemik atas empat pulau itu, telah menimbulkan ketersinggungan dari masyarakat dan Pemerintah Aceh.

Padahal, secara historis dan administratif, pulau-pulau itu diyakini oleh banyak pihak, termasuk mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, merupakan bagian dari Kabupaten Aceh Singkil.

Menurut Anwar, persoalan ini bukan sekadar sengketa administratif, melainkan menyangkut stabilitas nasional.

"Kalau gagal menangani masalah ini, maka tidak mustahil akan menimbulkan disintegrasi bangsa dan kita tentu saja tidak mau hal itu terjadi," tegasnya.

Dia juga mendukung Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan menyelesaikan polemik ini.

"Kami berharap kepada Presiden Prabowo agar masalah keempat pulau yang telah memantik terjadinya dinamika politik tersebut dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya," ujar jelas Anwar Abbas yang juga Waketum MUI ini. (Knu)