Barista Asal Madura Jaga Cita Rasa Kedai Kopi Legendaris di Jeddah Selama 30 Tahun

Jeddah, Arab Saudi, Maison du Cafe, Maison du Cafe jeddah, kedai kopi di jeddah, barista Asal Madura di jeddah, Barista Asal Madura Jaga Cita Rasa Kedai Kopi Legendaris di Jeddah Selama 30 Tahun

Di tengah hiruk-pikuk pusat perbelanjaan “Corniche” di kawasan Al Balad, Jeddah, Arab Saudi, terselip sebuah kedai kopi kecil yang telah menjadi saksi sejarah panjang budaya ngopi di kota pelabuhan tersebut.

Bernama Maison du Cafe atau dalam bahasa Arab dikenal sebagai Baitul Gahwa, kedai kopi legendaris ini telah berdiri selama 41 tahun dan menjadi tujuan para pecinta kopi dari berbagai penjuru dunia.

Dengan luas hanya sekitar 4 x 6 meter persegi, Maison du Cafe tampil sederhana di antara deretan toko parfum Arab, toko cokelat, dan suvenir. Meski mungil, kedai ini menyimpan kekuatan besar dalam hal rasa dan tradisi.

Salah satu tokoh kunci di balik ketenaran kedai kopi legendaris di Jeddah ini adalah Masduki Abdurrahman, seorang barista asal Madura, Indonesia, yang telah mengabdikan dirinya selama 30 tahun menyajikan kopi racikan khas.

“Awalnya saya ingin ke Malaysia, tapi orang tua kurang setuju. Akhirnya saya berangkat ke Jeddah,” ujar Masduki saat ditemui di kedainya.

Dari Tukang Bantu Jadi Barista Andal

Masduki pertama kali menginjakkan kaki di Jeddah pada 1995, bukan untuk menjadi barista.

Seperti banyak pekerja migran Indonesia lainnya, ia datang dengan harapan memperbaiki nasib. Setahun kemudian, ia ditawari bekerja di Baitul Gahwa oleh seorang teman.

Kala itu, kedai kopi tersebut membutuhkan tenaga tambahan.

Karier Masduki dimulai dari bawah. Lambat laun, ia dipercaya untuk meracik kopi hingga akhirnya menjadi barista utama yang menjaga konsistensi rasa kopi khas kedai tersebut.

“Sekarang sudah banyak kafe, tapi rasa dan suasana di sini tetap dicari orang,” katanya.

Racikan Kopi Berdasarkan Insting

Salah satu daya tarik utama Baitul Gahwa terletak pada kopi racikan khas yang tidak menggunakan takaran pasti. Masduki menyeduh kopi hanya berdasarkan intuisi dan pengalaman bertahun-tahun.

Menu andalan yang banyak dicari pelanggan adalah michiato dan capuccino. Semua diracik dengan feeling agar campuran antara kopi dan susu tetap seimbang.

“Kami racik kopi dengan feeling. Antara kopi dan susu harus pas. Pelanggan bilang, rasa kopi di sini susah dicari di tempat lain,” jelasnya.

Meski sang barista berasal dari Indonesia, biji kopi yang digunakan di Baitul Gahwa berasal dari Brazil.

Jenis yang dipakai adalah Brazil Arabica, dipilih dengan teliti berdasarkan ukuran dan tingkat kematangan biji kopi, agar cita rasa tetap konsisten.

Dalam satu minggu, kedai ini bisa menghabiskan sekitar 50 kilogram kopi, jumlah yang cukup besar untuk kedai kecil, mencerminkan tingginya minat dan loyalitas pelanggan.

Kedai Kopi yang Bertahan dari Gempuran Tren Modern

Jeddah, Arab Saudi, Maison du Cafe, Maison du Cafe jeddah, kedai kopi di jeddah, barista Asal Madura di jeddah, Barista Asal Madura Jaga Cita Rasa Kedai Kopi Legendaris di Jeddah Selama 30 Tahun

Ilustrasi minum kopi. Salah satu tokoh kunci di balik ketenaran kedai kopi legendaris di Jeddah ini adalah Masduki Abdurrahman, seorang barista asal Madura, Indonesia, yang telah mengabdikan dirinya selama 30 tahun menyajikan kopi racikan khas.

Pada awal tahun 1990-an, budaya minum kopi belum menjadi tren di Arab Saudi. Saat itu, hanya ada dua kedai kopi legendaris di Jeddah, yaitu Maison du Cafe dan Darul Gahwa.

Kini, meski ratusan kafe modern bermunculan di seluruh kota, Baitul Gahwa tetap bertahan dengan cita rasa khas dan suasana klasik yang terus dirindukan pelanggan.

Para pengunjung tak hanya berasal dari Jeddah, tapi juga dari kota-kota lain seperti Riyadh dan Thaif, bahkan dari luar negeri seperti Amerika Serikat, Prancis, dan Italia. Banyak dari mereka adalah pelanggan lama yang datang kembali setelah bertahun-tahun.

“Dulu mereka sering minum di sini, sekarang datang lagi. Katanya rasanya masih sama,” kata Masduki.

Menurut Masduki, kekuatan utama yang membuat kedai tetap eksis adalah kombinasi antara kualitas rasa kopi dan keramahan pelayanan.

“Kalau karyawan sopan dan ramah, orang pasti kembali lagi,” ujar pria yang kini tinggal bersama istri dan anak bungsunya di Jeddah.

Salah satu anak Masduki sudah menikah dan menetap di Arab Saudi, sedangkan istri pertamanya telah wafat.

Keluarga menjadi alasan kuat baginya untuk tetap tinggal dan bekerja di negeri orang, meski keinginan untuk kembali ke tanah air tetap tersimpan dalam hati.

“Saya ingin buka kedai kopi sendiri, mungkin di Madura atau Jakarta. Saya sudah ajak teman juga,” ungkapnya.

Masduki bukan sekadar barista Indonesia di Arab Saudi. Ia adalah penjaga warisan rasa dan tradisi yang telah dikenal lintas generasi. Di tengah derasnya tren dan persaingan, ia menunjukkan bahwa kualitas dan konsistensi bisa bertahan.

Di kedai kecil itu, pelanggan tak hanya datang untuk secangkir kopi, tapi juga untuk merasakan kehangatan dan ketulusan dari seorang perantau asal Madura yang menjaga rasa dengan sepenuh hati.

SUMBER: Antaranews