Sepatu Pinjaman, Gol untuk Negara: Perjuangan Diam-diam Hokky Caraka

Pemain Timnas Indonesia U-23 Hokky Caraka
Pemain Timnas Indonesia U-23 Hokky Caraka

 Namanya sering terdengar. Penampilannya kerap dinilai. Namun tak banyak yang benar-benar tahu kisah di balik perjalanan Hokky Caraka, striker muda Timnas Indonesia yang kerap jadi sasaran kritik publik.

Dari ejekan netizen hingga komentar miring dari pengamat, Hokky seakan tak pernah benar di mata mereka. Padahal, setiap kali ia melangkah ke lapangan, ada cerita panjang yang menemaninya—bukan tentang kemewahan, melainkan tentang sepatu pinjaman, motor tua, dan mimpi yang tak bisa dicuri siapa pun.

Dini Hari dan Sepatu Teman

Gunungkidul, Yogyakarta. Di sebuah rumah sederhana di Padukuhan Susukan 1, seorang bocah laki-laki membangunkan ayahnya yang masih tertidur.

"Pak, jam loro, Pak. Aku berangkat latihan."

Striker Timnas Indonesia U-23 Hokky Caraka

Striker Timnas Indonesia U-23 Hokky Caraka

Sang ayah, Ribut Budi Suryono, mengangguk. Mereka berangkat menggunakan motor tua menempuh 60 kilometer hanya agar Hokky bisa latihan sepak bola. Tanpa bekal mewah, kadang hanya membawa air putih. Kadang perut kosong. Tapi di dadanya, ada hal yang tak bisa dibeli: tekad.

Hokky bahkan tak punya sepatu sendiri. Ia hanya punya satu sepatu—dan itu pun milik temannya. Disimpan rapi, dirawat seperti barang pribadi, sebab ia tahu: kaki bisa sakit, tapi harga diri harus dijaga.

Pengorbanan Seorang Ayah

Ketika melihat bakat Hokky, sang ayah memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya. Setiap minggu, empat kali ia mengantar putranya ke Jogja. Ratusan kilometer dilibas hujan, becek, dan lapar, hanya untuk satu tujuan: melihat anaknya mewujudkan mimpi.

Orangtua Pemain Timnas Indonesia U-20 Hokky Caraka, Ribut Budi Suryono

Orangtua Pemain Timnas Indonesia U-20 Hokky Caraka, Ribut Budi Suryono

"Le... perutmu masih kuat to? Duitnya buat bensin ya, bukan buat jajan."

Ucapan sederhana itu masih melekat di benak Hokky hingga kini—jadi bahan bakar dalam setiap langkahnya di lapangan.

Dari Bek Jadi Striker

Legenda Chelsea, Dennis Wise, melihat bakat tersembunyi di dalam diri Hokky saat ikut program Garuda Select. Awalnya bermain sebagai bek tengah kiri, Dennis justru memindahkannya ke lini depan.

"Aku tahu, dia bukan bek. Dia penyerang. Instingnya tajam," ujar Dennis.

Penyerang Timnas Indonesia, Hokky Caraka

Penyerang Timnas Indonesia, Hokky Caraka

Sejak itu, gol demi gol hadir. Panggilan ke timnas pun datang. Namun komentar jahat justru semakin ramai.

"Striker kok kaku begitu?"

"Tendangannya ke langit!"

"Lawan Filipina aja udah begitu mainnya!"

Ketika Gol Biasa, Gagal Jadi Dosa

Hokky masih muda. Belum sempurna. Tapi setiap kali gagal, publik seolah lupa bahwa di balik kegagalan itu ada perjuangan, air mata, dan ratusan kilometer yang dulu ia tempuh tanpa lelah.

“Silakan kritik. Silakan beri masukan. Tapi jangan menghina seperti tanpa hati.”

Di Kampung, Gol Disambut Sorak

Di rumah Hokky, setiap kali ia mencetak gol, satu suara sorakan menggema di kampung kecil itu. Tetangga sudah hafal. Itu suara Pak Ribut, ayah Hokky.

Teriakan bangga dari seorang ayah yang dulu hanya punya satu sepeda motor dan segenggam harapan.

Kini, saat Hokky berdiri mengenakan jersey Timnas dengan lambang Garuda di dada, ia membawa semua itu bersamanya: sepatu pinjaman, motor tua, dan perjalanan subuh yang tak pernah dilihat siapa pun.

Banyak yang mencibir. Sedikit yang benar-benar tahu ceritanya.