Gelombang Perceraian Guru Perempuan Usai Jadi ASN PPPK Meluas di Pulau Jawa

Fenomena mencolok terjadi di sejumlah daerah di Pulau Jawa, ketika puluhan guru perempuan mengajukan gugatan cerai tak lama setelah menerima Surat Keputusan (SK) Pengangkatan sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Kasus serupa dilaporkan terjadi di Kabupaten Cianjur (Jawa Barat), Blitar (Jawa Timur), Pandeglang (Banten), dan Wonogiri (Jawa Tengah).
PPPK sendiri adalah pegawai yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja, berbeda dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berstatus tetap. Status ini diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara.
Apa yang Terjadi di Pandeglang?
Di Kabupaten Pandeglang, Banten, tercatat sebanyak 50 guru mengajukan gugatan cerai setelah menerima SK PPPK. Menurut Wakil Bupati Pandeglang, Iing Andri Supradi, sebagian besar penggugat adalah guru perempuan.
"Jadi saya menyayangkan kepada para istri atau suami yang sudah diangkat PPPK, namun kemudian mengajukan perceraian. Baik perceraian istri kepada suami, atau suami kepada istri," ujarnya di Gedung Setda Pandeglang, Senin (28/7/2025).
Ia menambahkan bahwa rumah tangga seharusnya dibangun bersama sejak awal, bukan berpisah setelah salah satu pasangan memperoleh keberhasilan.
Bagaimana Situasi di Blitar?
Kepala Bidang Pengelolaan SD Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, Deny Setyawan, mengonfirmasi bahwa 22 guru telah mengajukan gugatan cerai antara Januari hingga Juni 2025.
Dari jumlah tersebut, 17 di antaranya adalah guru berstatus PPPK, sementara lima lainnya berstatus PNS.
"Guru sebagai pihak istri yang menggugat jumlahnya 15 orang, semuanya PPPK," ungkap Deny. Mayoritas dari mereka sebelumnya adalah guru honorer atau guru tidak tetap (GTT).
Apakah Pola yang Sama Juga Terjadi di Cianjur?
Ya, di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, peningkatan serupa terjadi. Dari 3.000 ASN PPPK yang baru diangkat, 42 orang mengajukan gugatan cerai. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Cianjur, Ruhli, menyatakan bahwa mayoritas penggugat adalah perempuan.
"Sebagian besar perempuan yang menggugat suaminya," ujar Ruhli, seperti dikutip dari Kompas.com.
Menurutnya, perubahan status ekonomi menjadi faktor dominan.
“Pemicunya ekonomi. Salah satunya karena sekarang perempuannya sudah punya kemandirian ekonomi sebagai PPPK, sehingga menggugat cerai suaminya,” jelasnya.
Apa Alasan yang Muncul dari Wonogiri?
Di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, sebanyak 12 ASN mengajukan cerai usai diangkat sebagai PPPK maupun PNS.
Kepala Bidang Administrasi dan Penilaian Kinerja Aparatur BKPSDM Wonogiri, Wahono, menyebut bahwa mayoritas pemohon adalah perempuan, dan alasan utamanya adalah ketidakhadiran nafkah dari suami.
“Kalau faktor lain seperti adanya orang ketiga memang ada. Tapi kebanyakan karena itu (ekonomi),” tandasnya.
Fenomena ini memunculkan perdebatan publik mengenai relasi antara status ekonomi dan keputusan dalam rumah tangga.
Sebagian pengamat melihatnya sebagai gejala sosiologis yang mencerminkan peningkatan kesadaran perempuan terhadap hak dan kemandirian.
Namun, banyak juga yang menganggap perlu adanya edukasi lebih dalam mengenai pentingnya komunikasi dan kerja sama dalam rumah tangga, terutama setelah terjadi perubahan kondisi sosial dan ekonomi.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ramai-ramai Guru Ajukan Cerai usai Diangkat PPPK: Banten, Blitar, Cianjur, dan Wonogiri.