Hanung Bramantyo Bongkar Dapur Produksi Film Animasi, Budget Rp6 Miliar Gak Cukup?

Industri film animasi di Indonesia kembali menjadi sorotan setelah sutradara kenamaan Hanung Bramantyo mengungkapkan fakta mengejutkan terkait biaya produksi film animasi Merah Putih One For All.
Dalam sebuah wawancara di podcast Kasi Solusi, Hanung menyatakan bahwa anggaran sebesar Rp6,2 miliar yang digembar-gemborkan untuk film tersebut ternyata jauh dari cukup untuk memenuhi standar kualitas film animasi layar lebar.
Menurut Hanung, yang dikenal sebagai sutradara di balik kesuksesan Adit Sopo Jarwo The Movie, proses produksi film animasi untuk bioskop memiliki tingkat kompleksitas yang sangat tinggi.
“Animasi untuk sekelas layar lebar, 6 M nggak cukup, men,” tegasnya, dikutip Kamis 14 Agustus 2025.
Ia menjelaskan bahwa anggaran tersebut tidak mampu menutupi kebutuhan produksi yang meliputi berbagai tahapan rumit, mulai dari pengembangan cerita, desain karakter, hingga proses rendering yang membutuhkan teknologi canggih dan waktu yang panjang.
Lebih lanjut, Hanung memaparkan bahwa pembuatan film animasi berkualitas bioskop bisa memakan waktu hingga tiga sampai lima tahun untuk keseluruhan proses produksi.
“Membuat sebuah film animasi yang standar itu 3 sampai 4, bahkan 5 tahun,” ungkapnya.
Proses ini mencakup penulisan naskah yang matang, pembuatan aset visual seperti karakter dan latar, serta rendering yang menuntut perangkat dengan spesifikasi tinggi.
Menurutnya, tahapan-tahapan ini sering kali tidak dipahami oleh masyarakat awam yang menganggap produksi animasi serupa dengan konten digital biasa.
Hanung juga menyoroti perbedaan mendasar antara animasi untuk platform digital seperti YouTube dan animasi untuk layar lebar.
“Ini kan ada dua platform, satu platform sinema layar besar dengan pikselnya, jumlah piksel itu 2K, bukan 1080,” jelasnya.
Resolusi tinggi yang dibutuhkan untuk bioskop menuntut ketelitian dan investasi yang jauh lebih besar dibandingkan animasi untuk platform daring. Hal ini menjadi salah satu faktor yang membuat biaya produksi melonjak.
Melalui penjelasannya, Hanung seolah ingin mengedukasi publik bahwa kualitas film animasi sangat bergantung pada besarnya investasi, baik dari segi waktu maupun dana. Pernyataannya ini sekaligus menjadi pengingat bahwa industri animasi Indonesia masih memiliki tantangan besar untuk bersaing dengan standar global, terutama dalam hal pendanaan dan pemahaman akan proses produksi.
Dengan pengalamannya di industri film, Hanung berharap pandangannya dapat membuka wawasan masyarakat tentang realitas di balik layar produksi animasi tanah air.