Hanung Bramantyo Kritik Kualitas Film Merah Putih: One for All, Nilai Belum Layak Tayang di Layar Lebar

Film Merah Putih, Merah Putih One For All, film merah putih for all buatan siapa, Merah Putih One for All anggaran, Merah Putih One for All BUMN, Merah Putih One for All buatan siapa, Merah Putih One for All bioskop, film merah putih for all, Hanung Bramantyo Kritik Kualitas Film Merah Putih: One for All, Nilai Belum Layak Tayang di Layar Lebar

Sutradara Hanung Bramantyo mengungkapkan alasan kuat di balik keputusannya menonton langsung film animasi Merah Putih: One for All pada hari pertama penayangannya di bioskop, Kamis (14/8/2025).

Sebelumnya, Hanung sempat melontarkan kritik terhadap trailer film garapan sutradara Endiarto tersebut. Ia ingin membuktikan sendiri apakah hasil akhirnya lebih baik dari yang ia khawatirkan.

“Ya, saya harus menonton film itu karena kan enggak fair kalau saya nonton cuma trailer aja. Karena kan saya berkomentar pada saat trailer itu tayang. Kemudian saya rasa enggak fair kalau saya tidak menontonnya,” ujar Hanung usai menonton di salah satu bioskop di Jakarta.

Namun, sutradara peraih Piala Citra itu justru semakin yakin dengan penilaian awalnya.

Menurutnya, Merah Putih: One for All belum layak disebut sebagai produk jadi yang siap tayang di layar lebar.

“Tapi memang seperti yang saya duga bahwa film itu emang belum selesai untuk dibuat ya. Jadi saya merasa bahwa itu terlalu dipaksakan untuk ditampilkan. Jadi enggak tahu, saya enggak mau menyalahkan siapa pun,” katanya.

Butuh Proses Panjang untuk Sempurna

Hanung menilai film animasi tersebut masih memerlukan proses pengerjaan panjang untuk memenuhi standar kelayakan. Kritiknya terhadap trailer, kata dia, bukan tanpa dasar.

Ia membandingkan dengan pengalamannya membuat film animasi Adit Sopo Jarwo The Movie.

“Kalau di film saya Adit Sopo Jarwo The Movie, ya itu aja buat saya masih jauh dari sempurna. Tapi itu memakan bujet sekitar Rp 12 sampai 13 miliar,” ucap Hanung.

Film Adit Sopo Jarwo The Movie kala itu tidak tayang di bioskop, melainkan di platform OTT. Menurut Hanung, penayangan di layar ponsel membuat kekurangan teknisnya lebih mudah ditoleransi.

“Jadi tidak layar yang lebar, tapi layar yang memang bisa ditonton di handphone. Jadi kekurangan dan kelebihannya masih bisa tertutupi,” sambungnya.

Meski memberi kritik, Hanung menilai Merah Putih: One for All masih memiliki potensi jika digarap dengan serius.

“Oh, bisa sekali dimatengin lagi. Ini masih membutuhkan waktu 2 sampai 3 tahun lagi,” katanya, sembari menjelaskan bahwa pembuatan animasi berkualitas ideal umumnya memakan waktu hingga empat tahun.

Selain soal teknis, Hanung juga mengaku penasaran bagaimana film yang menurutnya belum selesai bisa mendapatkan jadwal tayang di jaringan bioskop besar.

Ia menduga ada faktor “pemaksaan” dalam proses produksinya.

“Kalau saya hanya bisa berasumsi bahwa di balik produksi ini pasti ada yang mencoba untuk apa ya, ‘memaksakan’ kehendaknya,” kata Hanung.

Menurutnya, biasanya sebelum tayang, pihak bioskop dan kreator melakukan diskusi panjang.

“Kalau tidak ada yang mendesak seperti itu, kami biasanya itu bernegosiasi, berdiskusi. Nah, kalau ini tiba-tiba ada begini, itu pasti ada yang memaksakan, asumsi saya seperti itu,” ujarnya.

Hanung juga memberi pesan kepada para kreator dan investor agar berhati-hati sebelum mengucurkan dana untuk film, khususnya animasi.

“Uang Rp 6 miliar itu enggak kecil ya, dan ketika kamu mau membuat sebuah film, apalagi animasi, tolong pilihlah orang-orang yang memang punya keinginan atau punya passion di bidangnya,” tutur Hanung.

"Kayak Animasi 1980"

Film Merah Putih, Merah Putih One For All, film merah putih for all buatan siapa, Merah Putih One for All anggaran, Merah Putih One for All BUMN, Merah Putih One for All buatan siapa, Merah Putih One for All bioskop, film merah putih for all, Hanung Bramantyo Kritik Kualitas Film Merah Putih: One for All, Nilai Belum Layak Tayang di Layar Lebar

Empat warga Jakarta Selatan bernama Rindradanantara (40), Andre (31), Fikri (24), dan Billy (31), saat ditemui di Kemang Village, Jakarta Selatan, Kamis (14/8/2025).

Penayangan perdana Merah Putih: One for All di Cinema XXI Kemang Village, Jakarta Selatan, juga menarik perhatian sejumlah penonton, termasuk Rindradanantara (40), Andre (31), Fikri (24), dan Billy (31). Mereka kompak memberikan kritik terhadap kualitas grafis dan hasil render film tersebut.

Rindradanantara mengaku heran melihat kualitas animasi yang ditayangkan.

“Waduh. Ini kan (Merah Putih: One for All) untuk menyambut HUT ke-80 Indonesia. Tapi, ini kayak animasi 1980,” kata Rindradanantara.

Billy menambahkan, ada banyak adegan yang terlihat belum selesai proses penyuntingannya.

“Banyak banget yang enggak ter-render. Kayak rambut enggak menyatu,” ujarnya.

Andre menimpali, “Loading begitu. Masih ada yang kayak belum render. Itu 1980 sih.”

Fikri bahkan berseloroh soal tampilan visualnya.

“Itu kalau waktu di-minimize, masih ada waktu render-nya. Masih jalan,” kelakarnya.

Rindradanantara juga menyindir bahwa film dengan kualitas seperti itu saja bisa masuk bioskop, bahkan menduga ada dukungan dari pihak tertentu.

“Nih, yang kayak begini saja masuk bioskop. Ini mungkin ya, ada campur tangan pemerintah juga untuk membuat orang tetap bersemangat untuk berkarya. Yang penting berkarya saja dulu, pasti ada jalan,” ujarnya.

Film animasi Merah Putih: One for All bercerita tentang sekelompok anak yang terpilih menjadi “Tim Merah Putih” untuk menjaga bendera pusaka, bendera yang selalu dikibarkan pada setiap upacara 17 Agustus.

Tiga hari sebelum upacara kemerdekaan, bendera tersebut hilang.

Para tokoh cilik itu pun memulai petualangan mencari bendera, mulai dari menelusuri hutan, menyusuri sungai, hingga menghadapi konflik batin.

Film ini resmi tayang serentak di seluruh bioskop Indonesia pada 14 Agustus 2025 sebagai bagian dari perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia.

Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul dan "Warga Nonton Merah Putih One for All: Kayak Animasi 1980" 

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!