Penyebab Mobil di Atas Rp 300 Jutaan Ramai Pembeli Ketimbang LCGC
Pasar mobil baru di Indonesia sedang dihadapkan dengan situasi cukup berat. Salah satu faktornya daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah merosot tajam.
Hal tersebut dapat dilihat di data distribusi dari pabrik ke diler (wholesales) kendaraan roda empat jenis Low Cost Green Car (LCGC).
Menurut Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), pengiriman mobil murah pada Juli 2025 hanya 8.923 unit.
Angka tersebut terpaut cukup jauh dengan perolehan di Juli 2024. Pada periode yang sama tahun lalu berada di level 14.809 unit.

Artinya ada penurunan sekitar 5.886 mobil LCGC yang tersalurkan ke diler pada periode tersebut.
Kemudian bisa dilihat juga jumlah Surat Pemesanan Kendaraan (SPK) Daihatsu di GIIAS 2025 belum menunjukan kinerja positif. Mereka hanya mampu menorehkan 580 unit saja.
Jumlah di atas hanya sedikit lebih tinggi dari 539 SPK di tahun lalu. Perolehan tersebut bahkan masih jauh dengan GIIAS 2023.
Manufaktur yang mengandalkan mobil-mobil dengan banderol Rp 100 jutaan sampai Rp 300 jutaan tersebut dapat mengemas 1.203 SPK dua tahun lalu.
Menunjukan kendaraan roda empat dengan harga Rp 300 jutaan ke bawah sedang mengalami tekanan cukup besar.
Sementara itu mobil-mobil di atas Rp 300 jutaan justru ramai peminat. Ambil contoh Mitsubishi Destinator yang jadi bintang di GIIAS 2025.
Produk baru tersebut menjadi tulang punggung Mitsubishi dengan berkontribusi lebih dari 1.900 SPK dari total 4.110 SPK terkumpul kemarin.
Sedangkan harga Mitsubishi Destinator berkisar di rentang Rp 385 juta hingga paling tinggi Rp 495 juta.
Lalu Toyota Astra Motor (TAM) mengklaim dalam delapan hari pameran saja mereka sudah mencatatkan 4.250 pemesanan.
Dari jumlah di atas kontributor terbesar pemesanan Toyota di GIIAS 2025 ditopang oleh model Innova Zenix.
Karena bila dilihat banderol Toyota Innova Zenix mulai Rp 419 jutaan buat tipe terendah. Kemudian varian paling mahal dipatok Rp 614 juta.
Jika melihat fakta di atas, maka dapat dilihat terjadi sebuah anomali mobil di atas Rp 300 jutaan lebih ramai peminat ketimbang LCGC.
“Hal ini terjadi karena segmen menengah atas relatif lebih tahan terhadap tekanan inflasi dan suku bunga,” ucap Josua Pardede, Chief Economist Permata Bank kepada KatadataOTO beberapa waktu lalu.
Menurut Josua masyarakat kelas menengah atas juga memiliki akses pembiayaan yang lebih fleksibel. Sehingga dimudahkan ketika ingin memboyong kendaraan.
Kemudian terdorong oleh tren aspirational buying di tengah maraknya model baru. Seperti di segmen mobil hybrid serta listrik di rentang harga Rp 300 jutaan.

“Sebaliknya segmen bawah sangat sensitif terhadap kenaikan harga dan biaya cicilan. Sehingga menahan pembelian atau beralih ke mobil bekas,” tutur dia.
Memang melemahnya kondisi ekonomi kelas menengah bawah tidak bisa dipungkiri sangat berdampak pada sektor otomotif.
Ditambah adanya badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Membuat masyarakat kelas bawah lebih memilih menyimpan uang mereka.
Mereka juga menginvestasikan uangnya ke emas, bukan membeli barang-barang atau aset berisiko tinggi.
“Itu membuat segmen sensitif dengan harga sangat rapuh, termasuk LCGC dan Low MPV baru,” tegas Josua.
Angka Psikologis
Di sisi lain harga Rp 300 jutaan sampai Rp 400 jutaan dinilai menjadi angka psikologis yang menarik. Terutama untuk pabrikan-pabrikan dari Cina.
Banyak manufaktur asal Tiongkok menjajakan mobil di rentang banderol tersebut. Seperti Chery Tiggo Cross CSH yang dipasarkan Rp 319 jutaan.
Selanjutnya buat segmen mobil listrik ada BYD Atto 3. Electric Vehicle (EV) satu ini diniagakan mulai Rp 390 jutaan serta Rp 520 jutaan.
Jadi tidak heran jika mobil dengan banderol Rp 300 jutaan cukup ramai peminat akhir-akhir ini di Tanah Air.