Gubernur Koster Tolak Uang Rp100 Triliun dan Kasino di Bali, Apa Dampaknya Pada Pariwisata?

Dr. Ir I Wayan Koster, M.M, Pariwisata Budaya sebagai Identitas Bali, Risiko Jangka Panjang Pendirian Kasino, Ilustrasi kasino, Pencapaian Pariwisata Bali di 2025, Komitmen untuk Pariwisata Berkelanjutan
Dr. Ir I Wayan Koster, M.M

Bali, pulau yang dikenal sebagai destinasi pariwisata budaya kelas dunia, kembali menjadi sorotan. Gubernur Bali, I Wayan Koster, dengan tegas menolak usulan pendirian kasino di Pulau Dewata, meskipun diiming-imingi keuntungan fantastis sebesar Rp100 triliun. 

Keputusan ini bukan hanya soal angka, tetapi juga tentang mempertahankan identitas Bali sebagai pusat pariwisata budaya yang tidak memiliki tandingan di dunia. 

Pariwisata Budaya sebagai Identitas Bali

Gubernur Wayan Koster menegaskan bahwa pariwisata budaya adalah inti dari masa depan Bali. Pariwisata tidak hanya menjadi tulang punggung ekonomi pulau ini, tetapi juga menjadi cerminan identitas budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun. 

Sekitar 60 persen perekonomian Bali saat ini bersumber dari sektor pariwisata, yang menjadikannya sektor strategis yang harus dijaga dengan prinsip yang kokoh.

"Saya diimingi, kalau ada kasino di Bali bapak langsung bisa dapat Rp100 triliun," kata Koster, dikutip Selasa 19 Agustus 2025.

Namun, Koster menegaskan bahwa tawaran tersebut tidak cukup untuk menggoyahkan komitmennya. Menurutnya, pendirian kasino akan mengalihkan Bali dari visi pariwisata budayanya yang khas. 

Bali bukan hanya tentang keindahan alam, tetapi juga tentang kekayaan tradisi, seni, dan nilai-nilai spiritual yang tertanam dalam kehidupan masyarakatnya. Dengan mempertahankan pariwisata budaya, Bali tetap menjadi destinasi yang tidak memiliki saingan di panggung global.

Risiko Jangka Panjang Pendirian Kasino

Ilustrasi kasino, Pariwisata Budaya sebagai Identitas Bali, Risiko Jangka Panjang Pendirian Kasino, Ilustrasi kasino, Pencapaian Pariwisata Bali di 2025, Komitmen untuk Pariwisata Berkelanjutan

Ilustrasi kasino

Koster menyoroti bahwa meskipun tawaran Rp100 triliun terdengar menggiurkan, dampak jangka panjang dari pendirian kasino jauh lebih merugikan. Ia memperingatkan bahwa mengizinkan kasino beroperasi di Bali berarti mengorbankan identitas budaya yang telah menjadi daya tarik utama pulau ini.

"Angkanya memang bagus Rp100 triliun, tapi sekali kita salah langkah menggerus budaya Bali, meninggalkan basis budaya kita untuk pariwisata, kita bisa kehilangan lebih dari Rp100 triliun dan akan mengancam masa depan Bali," ujar dia.

Menurut Koster, Bali tidak perlu bersaing dengan destinasi lain yang mengandalkan industri perjudian, seperti Las Vegas atau Macau. Bali memiliki keunikan sebagai destinasi pariwisata budaya yang tidak dapat ditiru. 

Pendirian kasino justru akan menempatkan Bali dalam persaingan yang tidak relevan dengan identitasnya, sekaligus berpotensi merusak citra pulau ini sebagai destinasi wisata yang ramah keluarga dan berbasis budaya.

Pencapaian Pariwisata Bali di 2025

Keputusan untuk fokus pada pariwisata budaya terbukti membuahkan hasil yang signifikan. Berdasarkan data yang disampaikan Koster, sepanjang Januari hingga Juli 2025, Bali telah dikunjungi oleh lebih dari 4 juta wisatawan asing. Pada periode 1-13 Agustus 2025, jumlah kunjungan bertambah sebanyak 300 ribu, sehingga total kunjungan mencapai lebih dari 4,3 juta wisatawan.

Koster memprediksi bahwa angka ini akan terus meningkat. Dengan memasuki musim rendah pada September dan Oktober, serta lonjakan kunjungan pada November dan Desember, jumlah wisatawan asing diperkirakan dapat menembus 7,2 juta kunjungan pada akhir tahun 2025.

"Luar biasa kenaikannya, karena itu kita butuh tata kelola yang baik dan antisipasi isu-isu yang muncul berkaitan berdampak ke pariwisata," ujar dia.

Komitmen untuk Pariwisata Berkelanjutan

Pemerintah Provinsi Bali di bawah kepemimpinan Koster terus mendorong pengembangan pariwisata yang berbasis budaya dan berkelanjutan. Langkah ini mencakup pengelolaan destinasi wisata yang baik, pelestarian tradisi lokal, serta antisipasi terhadap isu-isu yang dapat memengaruhi sektor pariwisata. 

Dengan menjaga prinsip ini, Bali tidak hanya mempertahankan daya tariknya sebagai destinasi wisata global, tetapi juga memastikan manfaat ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat lokal.

"Di situ saja, jadi kalau itu ke depan siapa pun juga jangan pernah goyah soal budaya ini, sekali kita salah langkah, sangat berbahaya bagi masa depan Bali," kata Wayan Koster.

Koster menegaskan bahwa Bali akan terus menangkap peluang pariwisata yang selaras dengan nilai budaya, tanpa tergoda untuk mengembangkan industri seperti perjudian yang dapat mengancam identitas pulau ini. 

Dengan komitmen ini, Bali tidak hanya mempertahankan posisinya sebagai destinasi wisata unggulan, tetapi juga menjadi contoh bagaimana sebuah destinasi dapat berkembang tanpa mengorbankan akar budayanya.