Fenomena Pemain Diaspora ke Super League, Antara Tantangan dan Kekhawatiran

timnas Indonesia, Jordi Amat, Rafael Struick, Liga Eropa, Jens Raven, Super League 2025-2026, Thom Haye, Fenomena Pemain Diaspora ke Super League, Antara Tantangan dan Kekhawatiran

Fenomena kedatangan pemain naturalisasi dari Liga Eropa ke kompetisi kasta tertinggi sepak bola Indonesia, Super League 2025-2026 kembali menjadi perhatian.

Setelah Jordi Amat membuka jalan bergabung dengan Persija Jakarta, kini muncul nama-nama lain yang juga memilih berkarier di tanah air.

Rafael Struick (Dewa United), Jens Raven (Bali United), hingga Thom Haye, menjadi bagian dari tren ini.

Bahkan baru-baru ini laporan media asal Belanda, ED.nl, menyebutkan bahwa bek sayap Timnas Indonesia, Eliano Reijnders, diperebutkan oleh Persib Bandung dan Bali United.

Namun, keputusan tersebut tidak serta-merta dipandang positif.

Pengamat sepak bola nasional, Gita Suwondo menilai langkah itu menyimpan dilema besar, baik untuk karier sang pemain maupun untuk kepentingan timnas Indonesia.

Risiko untuk Pemain Muda

Menurutnya, dua pemain muda Rafael Struick dan Jens Raven yang kini membela timnas U23 Indonesia sebenarnya lebih baik bertahan di Eropa meskipun hanya bermain di level cadangan.

“Mereka masih muda agak disayangkan kalau main di Super League. Level kompetitifnya kurang kalau main di Indonesia daripada di Eropa, meskipun mereka main di level kedua atau cadangan,” ujar kepada Kompas.com.

"Tapi dari porsi latihan dan kedisiplinan klub pasti terjaga di sana."

Ia mengingatkan, pengalaman berlatih dan pola disiplin di Eropa tetap menjadi fondasi penting dalam perkembangan pemain muda.

Sementara di Indonesia, atmosfer kompetisi serta kualitas klub ia nilai masih jauh tertinggal.

Tantangan Berat Thom Haye

Di sisi lain, Thom Haye disebut sebagai sosok dengan kualitas berbeda.

Jurnalis olahraga senior itu menilai mantan pemain Heerenveen itu punya keunggulan dalam visi bermain dan distribusi bola.

“Thom Haye ini sulit karena pemain yang mempunyai visi, permainan jelas, bisa membagi bola tepat waktu, umpan-umpannya matang. Tapi ini pemain hanya 60 menit," kata Gita Suwondo.

"Itu permasalahannya, sulit dapat klub di Eropa termasuk yang medioker sekalipun. Kalau main di sini juga dengan gaya keras, dia bisa digaprak-gaprak sama permainan klub-klub lain,” imbuhnya.

timnas Indonesia, Jordi Amat, Rafael Struick, Liga Eropa, Jens Raven, Super League 2025-2026, Thom Haye, Fenomena Pemain Diaspora ke Super League, Antara Tantangan dan Kekhawatiran

Aksi pemain Timnas Indonesia Thom Haye pada laga Indonesia vs Jepang di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, pada Jumat (15/11/2024).

Bagi Persib Bandung, keberadaan Tom Haye bisa menjadi berkah sekaligus tantangan.

Ia menilai stamina sang gelandang tidak selalu stabil, apalagi ketika harus bertanding penuh 90 menit.

“Saya tidak yakin dia bisa main 90 menit, bahkan di malam hari sekalipun cuaca panas tetap jadi faktor. Ini yang harus diperhatikan Persib, apakah dia akan bergantian dengan Marc Klok atau bagaimana,” katanya lagi.

Dampak untuk Timnas Indonesia, Level Liga Masih Jadi Sorotan

Kekhawatiran terbesar Gita Suwondo saat ini bukan hanya pada performa di klub, tetapi juga pada kontribusi pemain-pemain tersebut di timnas Indonesia.

“Saya takut kebugarannya makin lama makin berkurang dan itu tidak bagus untuk timnas kalau dia main di Super League," ujarnya melanjutkan.

"Tapi dilema, kalau tidak punya klub juga sama bahayanya karena tidak punya fitness bermain. Jadi memang pilihannya supaya tetap bugar dan bisa bermain di timnas,” tutur pria yang biasa disapa Bung GAZ itu.

Dilema itu juga dialami pemain muda Rafael Struick dan Jens Raven yang sampai pekan ke-3 Super League 2025-2026 ini belum menunjukkan ketajaman bersama klub masing-masing.

“Jens Raven dan Rafael Struick belum bikin gol sejauh ini. Seperti saya bilang, tidak gampang karena mereka ini gayanya stylish. Berhadapan dengan pressing dan permainan keras di Liga Indonesia tidak akan mudah,” imbuhnya.

Pada akhirnya, ia menegaskan bahwa kualitas kompetisi sepak bola di Indonesia masih jauh tertinggal dibanding kompetisi Eropa, bahkan liga-liga kasta bawah.

“Ya jujur, liga kita kan kualitasnya kalah dengan liga-liga di Eropa, bahkan mungkin dengan Almere City yang ada di kasta ketiga Belanda sekalipun,” pungkas Gita Suwondo.

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!