Makanan Bergizi Gratis, Mestinya Tidak Basi dan Bebas Bakteri

Ini semua menunjukkan betapa minimnya pemahaman soal keamanan pangan, yang dinilai Kepala Badan Gizi Nasional kasus kejadian keracunan masih 0.5%, padahal Cianjur sudah menetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Ribuan relawan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Jakarta, Serang, Cirebon, Sumedang dan Tasikmalaya akhirnya mendapat pelatihan pada Sabtu 26 April 2025 yang diselenggarakan BGN dengan ahli gizi dari Dinas Kesehatan dan melibatkan BPOM.
Menjadi tanda tanya besar, mengapa pelatihan-pelatihan ini diadakan setelah adanya kejadian – bukannya justru merupakan persiapan sebelum SPPG beroperasi, jauh sebelum dimulai MBG pada 6 Januari 2025.
Carut marut tata kelola yang semakin memperjelas terburu-burunya pelaksanaan MBG, sehingga mengaburkan tujuan semula, yaitu mengentaskan kelaparan – memperbaiki status gizi yang dibuktikan dengan pemeriksaan antropometri – hingga tujuan akhir jangka panjang: peningkatan kualitas sumber daya manusia yang ditandai dengan naiknya taraf kecerdasan, pendapatan per kapita serta taraf hidup lebih baik.
Risiko Keracunan Menghantui Anak-anak
Seratus hari sudah lewat, yang mestinya capaian jangka pendek dan jangka menengah mestinya sudah bisa dievaluasi. Namun, transparansi data sama sekali tidak ada.
Tifus bukan penyakit ringan. Usus kecil meradang dan bila tidak diobati dengan baik tingkat keparahannya bisa berakibat fatal atau bakteri Salmonella bersarang dikantung empedu.
Penderita tifus bisa menjadi pembawa (carrier), meskipun sudah tidak lagi merasakan gejala penyakit – tapi mampu menularkannya kepada orang lain melalui tinja, urin atau kontak seksual.
Muntah dan diare berat bisa berakibat fatal – sebab dehidrasi membuat kerja organ terganggu. Nyeri kepala, keram perut biasanya terjadi 12-72 jam pasca konsumsi.
Banyak awam mengira memberi minum susu pada penderita dianggap susunya bisa ‘mengikat’ racun. Padahal, justru bisa memperburuk keadaan terutama bagi yang intoleran laktosa.
Untuk membantu mengeluarkan racun dan menjaga status hidrasi, tubuh perlu kecukupan cairan. Memperbanyak minum air (jika tidak muntah) dan air kelapa lebih membantu karena kandungan elektrolitnya.
Tidak Sesuai 5 Kunci Keamanan Pangan
Uji coba pra MBG resmi dicanangkan, mestinya bukan ajang seremonial kunjungan petinggi, tapi keseriusan SPPG menjalankan setiap tahapan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) sesuai SOP sebagaimana sudah tertera di buku petunjuk teknis BGN sendiri.
Ada lima kunci keamanan pangan yang harus diperhatikan, yaitu menjaga suhu makanan (sejak diangkat dari kompor hingga ke tangan konsumen), menggunakan air dan bahan baku yang aman, menjaga kebersihan, memasak dengan benar, serta memisahkan pangan mentah dan pangan matang.
Faktanya, saat diterima siswa makanan sudah dalam keadaan tidak panas lagi (perlu diingat, suhu 5-60C adalah suhu kritis kontaminasi berkembang biak), masakan masih ada yang belum matang sempurna, bahkan ada buah dalam keadaan setengah busuk. Jauh dari standar aman dan bersih.
Akhirnya di sana sini muncul masalah, ibarat pelari tunggang langgang mengejar garis finish tapi kondisinya babak belur. Belum lagi bicara soal sengkarut pembiayaan yang carut marut.
Bukan untuk melawan pemerintah apalagi menentang program. Tapi demi mengendalikan lebih banyak masalah di masa datang, perlu adanya pembenahan tata kelola.
Pengalihan fokus: dari hanya kejar jumlah penerima manfaat (yang juga banyak salah sasaran), kita perlu prioritaskan segmen populasi yang benar-benar butuh.
Libatkan Pengelola Kantin dan Dinas Kesehatan
Jika SPPG belum siap mengelola dapur untuk ribuan konsumen, mengapa tidak alihkan saja ke pengelola kantin sekolah yang lebih paham kebutuhan anak-anak di wilayahnya, sekaligus memperpendek rantai pasokan makanan sehingga memperkecil risiko basi dan kontaminasi.
Pelatihan yang sifatnya gebrakan sesaat yang impulsif terhadap kasus-kasus keracunan bukanlah solusi. Sebab, kembali ke dapur masing-masing dan menjalankan apa yang didapat saat pelatihan butuh pengawasan terus menerus.
Bukan suatu kemunduran untuk berhenti sejenak dan mengevaluasi. Ketimbang hentinya dapur MBG akibat kasus korupsi atau tata kelola amburadul, tanpa solusi apalagi transparansi.
Program raksasa yang memakan dana fantastis ini, bisa menjadi contoh bagaimana suatu niat baik dan mulia bisa terlaksana asal direncanakan tanpa tergesa-gesa.